Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan dunia ini begitu indahnya,
membuat terkagum-kagum setiap orang yang memandangnya. Tak jenuh dan
bosan setiap orang berusaha untuk menikmati keindahannya, mereguk
kenikmatannya, mati-matian tuk mendapatkannya.Bahkan dengan menghalalkan
segala cara. Dengan semboyan “mumpung masih muda, mumpung masih punya
jabatan, mumpung masih punya harta…dst” mereka melampiaskan segala
syhahwat mereka.
Begitu beragamnya keindahan dunia yang menipu banyak manusia, menjungkir
balikkan mereka ke lembah kenistaan di dunia, sebelum dibenamkan dalam
keadaan tersungkur ke dalam neraka jahannam kelak. Na'udzubillah
Tidak sedikit orang mulia berubah menjadi hina dina, terhormat menjadi
terlaknat, dipuji dan disanjung menjadi tersandung….semua disebabkan
ambisi untuk meraih dunia. Bukanlah hal aneh jika seorang pejabat
ataupun ustadz berubah menjadi penjahat, tatkala kesabarannya habis
berhadapan dengan godaan tumpukan harta, tenggelam dalam pelukan
wanita…inna lillah wa inna ilahi rajiun.
Alquran telah menggambarkan betapa manusia diuji dengan segala keindahan dunia ini dalam firmanNya:
زين للناس حب الشهوات من النساء والبنين والقناطير المقنطرة من الذهب
والفضة والخيل المسومة والأنعام والحرث ذلك متاع الحياة الدنيا والله عنده
حسن المآب).سورة آل عمران. آية: 14
Dihiasi bagi manusia kecintaan terhadap apa-apa yang gandrungi manusia
berupa syahwat terhadap wanita, anak-anak,tumpukan-tumpukan emas dan
perak, kuda-kuda yang mahal, binatang ternak dan sawah lading, itu semua
hakikatnya hanyalah kenikmatan hidup di dunia, dan di sisi Allah ada
tempat kembali yang terbaik. QS: Al-Imran: 14.
Wanita adalah perhiasan dunia yang paling indah
Diantara semua bentuk kenikmatan dunia yang digandrungi manusia, Allah
subhanahu wa ta’ala menempatkan wanita pada posisi pertama dari segala
bentuk kenikmatan lainnya. Hal ini tentunya bukan tanpa makna, tetapi
karena memang diatara segala keindahan dunia ini wanita yang paling
menggoda. Karena itulah Imam Alqurtubi menyebutkan dalam tafsirnya:”
Allah memulai kenikmatan dengan wanita karena betapa condongnya jiwa
terhadap mereka, karena mereka adalah jerat rajutan syaitan menjadi
fitnah bagi kaum lelaki.”
Bersabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam:
ما تركت بعدي فتنة أشد على الرجال من النساء) (اخرجه البخاري ومسلم)
“Tidak pernah kutinggalkan setelahku fitnah yang lebih dahsyat bagi kaum pria daripada fitnah wanita.” HR. Albukhari dan Muslim.
Berkata Ibnu Hajar rahimahullah : hadis ini menerangkan bahwa fitnah
wanita itu paling dahsyat dibandingkan fitnah selainnya, sebagaimana
yang telah diperkuat dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala :” Dihiasi
bagi manusia kecintaan terhadap apa-apa yang gandrungi manusia berupa
syahwat terhadap wanita..” maka Allah menjadikan kecintaan terhadap
mereka bagian dari syahwat yang digandrungi manusia, dan Allah
menempatkan mereka pada posisi pertama sebelum fitnah lainnya sebagai
bentuk isyarat bahwa mereka adalah sumber segala fitnah…
Berkata sebagian ahli hikmah: “ wanita itu seluruhnya jelek,
sejelek-jelek apa yang terdapat pada mereka bahwa betapa butuhnya (para
lelaki) kepada mereka, padahal mereka adalah makhluk yang kurang akal
dan agamanya, terkadang mereka mampu menggiring lelaki untuk melakukan
tindakan-tindakan yang hakikatnya tidak layak dilakukan karena dianggap
tindakan yang kurang akal dan agama, seperti menyibukkan mereka sehingga
lalai dari hal-hal yang dituntut oleh agama, bahkan terkadang mereka
menerumuskan mereka rangka untuk sekedar mewujudkan ambisi dunia, dan
itu adalah kerusakan yang paling terdahsyat.
Imam Muslim meriwayatkan dari hadis Abu Sa’id:
واتقوا النساء، فإن أول فتنة بني إسرائيل كانت في النساء.
“takutlah kalian terhadap (fitnah wanita) karena sesungguhnyya awal fitnah yang menimpa Bani Israil adalah di sebabkan wanita”.
Agar wanita tidak menjadi fitnah
Mengingat betapata dahsyatnya fitnah wanita bagi pria maka Islam telah
menetapkan aturan-aturan yang begitu sempurna untuk menjaga kehormatan
wanita dan menjaga masyarakat dari fitnah mereka,diantara aturan
tersebut:
1.Melarang kaum wanita agar tidak merendah-rendahkan suara ketika berbicara dengan lawan jenis.
2.Melarang kaum wanita sering-sering keluar rumah kecuali jika ada hajat yang harus ditunaikan.
3.Melarang kaum wanita ber tabarruj (berdandan dan berhias menarik perhatian para lelaki) ketika keluar rumah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman kepada istri-istri Nabi shallallahu
’alaihi wasallam sebagai contoh suri tauladan bagi kaum wanita untuk
dijadikan panutan:
يانساء النبي لستن كأحد من النساء إن اتقيتن فلا تخضعن بالقول فيطمع الذي
في قلبه مرض وقلن قولا معروفا وقرن في بيوتكن ولا تبرجن تبرج الجاهلية
الأولى وأقمن الصلاة وآتين الزكاة وأطعن الله ورسوله إنما يريد الله ليذهب
عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا .واذكرن ما يتلى في بيوتكن من آيات
الله والحكمة إن الله كان لطيفا خبيرا
“wahai para istri Nabi, kalian tidaklah sama dengan salah sorang wanita
lainnya, maka jika kalian bertaqwa janganlah merendah-rendahkan suara
hingga membuat condong kepada kalian orang-orang yang di hatinya ada
penyakit, dan katakanlah perkataan yang baik. Dan hendaklah kalian
menetap di rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj sebagaimana yang
diperbuat orang-orang jahiliyyah yang terdahulu, maka tegakanlah sholat
dan tunaikan zakat dan patuhilahh Allah dan RasulNya, sesungguhnya
Allah ingin menjauhkan dari kalian segala kekejian wahai Ahlul Bait dan
mensucikan kalian. Dan ingatlah apa-apa yang dibacakan di rumah-rumah
kalian berupa ayat-ayat Allah dan hikmah sesungguhnya Allah Maha lembut
lagi Maha Mengetahui”.QS. Al- Ahzab: 32-34.
Berkata Ibnu Katsir:”Ini adalah adab-adab yang diperintahkan Allah
kepada para istri Nabi dan tentunya kaum wanita umat ini juga
diperintahkan untuk mengikuti mereka, Maka Allah menyeru para istri Nabi
–jika mereka bertakwa kepada Allah, karena mereka tidak dapat disamakan
dengan kaum wanita lainnya, karena mereka tidak akan mungkin menyamai
keutamaan dan kedudukan para istri Nabi—yaitu agar mereka tidak
merendahkan suara. Maksudnya menurut imam Assuddi’ dan ulama lainnya:
tidak melembut-lembutkan suara ketika berbicara dengan pria…maknanya
yaitu hendaklah ketika berbicara dengan lelaki asing tidak berbicara
mendayu-dayu sebagaiman dia berbicara pada suaminya.
Dan firmannya:” Dan hendaklah kalian menetap di rumah-rumah kalian”
maksudnya: hendaklah kalian menetap dirumah-rumah kalian dan tidak
keluar jika tidak ada hajat. Seperti keluar untuk melaksanakan sholat di
masjid dengan syarat-syarat yang ditetapkan sebagaimana sabda Nabi:
Janganlah kalian melarang kaum wanita untuk pergi ke masjid-masjid milik
Allah, dan hendaklah mereka keluar dengan tidak menggunakan parfum,
dalam sebagian riwayat: Dan Rumah mereka lebih baik bagi mereka”.
Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Al-Bazzar bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:
إن المرأة عورة ، فإذا خرجت استشرفها الشيطان ، وأقرب ما تكون بروحة ربها وهي في قعر بيتها ”
“sesungguhnya wanita itu adalah aurat, maka jika dia keluar niscaya akan
dihiasi oleh syaitan, dan sedekat-dekatnya seorang wanita dengan
Tuhannya yaitu tatkala dia di dalam rumahnya”.
4.Melarang berkhulwat dengan lelaki yang bukan mahram dan tidak halal baginya, sekalipun ada hubungan kekerabatan dengan suami.
Ketika konsep agama yang mulia ini tidak dipahami kaum muslimin; ketika
pergaulan muda-mudi dilepas tanpa kekangan syariat; ketika ikhtilath
dianggap hal yang wajar; masuk ke rumah-rumah ipar dan tinggal
bersamanya tanpa batasan syariat dianggap hal yang lumrah…maka lihatlah
betapa perzinahan telah meluluh lantakkan bangunan masyarakat, merusak
keturunan, mendatangkan berbagai penyakit, menjadi sebab meninggkatnya
praktek aborsi terhadap bayi-bayi yang tidak berdosa, anak-anak baru
lahir yang di buang ditong sampah atau jalanan….dst, –hanya kepada Allah
kita mengadu—melihat rusaknya zaman.
Ketika Alquran mencela prilaku orang-orang jahiliyyah yang membunuh anak
mereka hidup-hidup,ternyata sejarah kembali berulang di zaman ini;
zaman yang dianggap telah modern…ma’azallah.
Bersabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam:
“إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ
الْأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ قَالَ الْحَمْوُ
الْمَوْتُ
Janganlah kalian masuk ke tempat-tempat wanita” , maka seseorang
bertanya:” bagaimana dengan ipar(sepupu) wahai Rasulullah? Beliau
menjawab :” ipar(sepupu) itulah letak kebinasaan”. HR. Bukhari dan
Muslim.
Bersabda Nabi shallallahu ’alaihi wasallam:
لا يخلون رجلٌ بامرأة إلا ومعها ذو محرم
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang bukan mahram baginya”. HR. Bukhari dan Muslim
5.Melarang segala macam bentuk sarana menuju perzinahan seperti :
memandang lawan jenis dnegan syahwat, berpacaran, berkomunikasi bebas
antara pria dan wanita; menonton acara-acara yang membangkitkan birahi,
baik dari siaran-siaran televisi swasta yang sarat muatan fornografi dan
forno aksinya; melalui film-film, sinetron-sinetron dll, ataupun via
internet; mendengarkan berbagai musik dan lagu-laguan yang menghanyutkan
dan menghumbar syahwat; mengkonsumsi berbagai media cetak berbau
maksiat baik dari Koran-koran maupun majalah-majalah….dst.
Allah berfirman:
وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً
Jangan dekati zina, sesungguhnya zina adalah perbuatan keji dan sejelek-jelek jalan.QS: Al-Isra: 32.
Fitnah wanita dapat menimpa siapa saja dari seluruh level tingkatan
manusia baik dari kalangan pemimpin maupun rakyat biasa. Sejarah telah
membuktikan kenyataan tersebut. Banyak para pemimpin dunia yang jatuh
karena faktor fitnah wanita.
Banyak sekali bentuk fitnah wanita, jika wanita itu istri maka banyak
para istri dapat memalingkan suaminya dari ibadah, dakwah dan amal
shalih yang prioritas lainnya. Jika wanita itu wanita selain istrinya,
maka fitnah dapat berbentuk perselingkuhan dan perzinahan. Fitnah inilah
yang sangat dahsyat yang menimpa banyak umat Islam.
Fitnah Istri Bagi Suami
Kecintaan kepada istri, tanpa disadari banyak menggiring suami ke bibir
jurang petaka. Betapa banyak suami yang memusuhi orang tuanya demi
membela istrinya. Betapa banyak suami yang berani menyeberangi
batasan-batasan syariat karena terlalu menuruti keinginan istri.
Malangnya, setelah hubungan kekerabatan berantakan, karir hancur, harta
tak ada lagi yang tersisa, banyak suami yang belum juga menyadari
kesalahannya.
Cinta kepada istri merupakan tabiat seorang insan dan merupakan anugerah
Ilahi yang diberikan-Nya kepada sepasang insan yang menyatukan kata dan
hati mereka dalam ikatan pernikahan.
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ
فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untuk
kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian
mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang). Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi kaum yang berfikir.”
(Ar-Rum: 21)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai makhluk Allah Subhanahu
wa Ta’ala yang paling mulia dan sosok yang paling sempurna, dianugerahi
rasa cinta kepada para istrinya, yang beliau nyatakan dalam sabdanya:
حُبِّبَ إِلَيَّ مِنَ الدُنْيَا النِّسَاءُ وَالطِّيْبُ، وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِيْ فِي الصَّلاَةِ
“Dicintakan kepadaku dari dunia kalian,para wanita (istri) dan minyak wangi, dan dijadikan penyejuk mataku di dalam shalat.”
Namun yang disayangkan, terkadang rasa cinta itu membawa seorang suami
kepada perbuatan yang tercela. Karena menuruti istri tercinta, ia rela
memutuskan hubungan dengan orang tuanya. Ia berani melakukan korupsi di
tempat kerjanya. Ia enggan untuk turun berjihad fi sabilillah ketika ada
seruan jihad dari penguasa. Ia bahkan siap menempuh segala cara demi
membahagiakan istri tercinta walaupun harus melanggar larangan Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Jika sudah seperti ini keadaannya, berarti cintanya
itu membawa madharat baginya. Ia telah terfitnah dengan istrinya. Yang
lebih berbahaya lagi bila cinta kepada istri lebih dia dahulukan dari
segala hal. Bahkan lebih dia dahulukan daripada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, Rasul-Nya dan agama-Nya. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
mengancam dalam firman-Nya:
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ
وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوْهَا
وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ
إِلَيْكُمْ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيْلِهِ
فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللهُ بِأَمْرِهِ وَاللهُ لاَ يَهْدِي
الْقَوْمَ الْفَاسِقِيْنَ
“Katakanlah: ‘Jika bapak-bapak kalian, anak-anak, saudara-saudara,
istri-istri, kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan,
perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, rumah-rumah tempat
tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan
Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik.” (At-Taubah: 24)
Karena adanya dampak cinta yang berlebihan seperti inilah, Allah
Subhanahu wa Ta’ala nyatakan bahwa di antara istri dan anak, ada yang
menjadi musuh bagi seseorang dalam status dia sebagai suami atau sebagai
ayah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلاَدِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوْهُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri dan
anak-anak kalian ada yang menjadi musuh bagi kalian, maka
hati-hati/waspadalah kalian dari mereka.” (At-Taghabun: 14)
Musuh di sini dalam arti si istri atau si anak dapat melalaikan sang
suami atau sang ayah dari melakukan amal shalih. Sebagaimana firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلاَ
أَوْلاَدُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْخَاسِرُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan jangan
pula anak-anak kalian melalaikan kalian dari berdzikir/mengingat Allah.
Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang
merugi.” (Al-Munafiqun: 9)
Mujahid berkata tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلاَدِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوْهُمْ
“Sesungguhnya di antara istri-istri dan anak-anak kalian ada yang
menjadi musuh bagi kalian, maka hati-hati/waspadalah kalian dari
mereka.” Yakni, cinta seorang lelaki/suami kepada istrinya membawanya
untuk memutuskan silaturahim atau bermaksiat kepada Rabbnya. Si suami
tidak mampu berbuat apa-apa karena cintanya kepada si istri kecuali
sekedar menuruti istrinya.” (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 8/111)
Beliau juga berkata: “Kecintaan kepada istri dan anak membawa mereka
untuk mengambil penghasilan yang haram, lalu diberikan kepada
orang-orang yang dicintai ini.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 18/94)
Selain itu, istri dan anak dapat memalingkan mereka dari jalan Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan membuat mereka lamban untuk taat kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. (Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur`an, 12/116)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan: “Ayat ini umum, meliputi
seluruh maksiat yang dilakukan seseorang karena istri dan anak.”
(Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 18/93-94)
Setelah mengingatkan keberadaan mereka sebagai musuh, Allah Subhanahu wa
Ta’alamemerintahkan: فَاحْذَرُوْهُمْ (maka hati-hati/waspadalah kalian
dari mereka). Berhati-hati di sini, kata Ibnu Zaid, adalah berhati-hati
menjaga agama kalian. (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 8/111)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan: “Berhati-hatinya kalian
dalam menjaga diri kalian disebabkan dua hal. Bisa jadi karena mereka
akan membuat kemudaratan/bahaya pada jasmani, bisa pula kemadharatan
pada agama. Kemudaratan tubuh berkaitan dengan dunia, sedangkan
kemudaratan pada agama berkaitan dengan akhirat.” (Al-Jami’ li Ahkamil
Qur`an, 18/94)
Lantas, bagaimana bisa seorang istri yang merupakan teman hidup yang
selalu menemani dan mendampingi, dinyatakan sebagai musuh? Dalam hal
ini, Al-Qadhi Abu Bakr ibnul ‘Arabi rahimahullah telah menerangkan:
“Yang namanya musuh tidaklah mesti diri/individunya sebagai musuh. Namun
dia menjadi musuh karena perbuatannya. Dengan demikian, apabila istri
dan anak berperilaku seperti musuh, jadilah ia sebagai musuh. Dan tidak
ada perbuatan yang lebih jelek daripada menghalangi seorang hamba dari
ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Ahkamul Qur`an, 4/1818)
Di dalam tafsirnya terhadap ayat di atas, Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin
Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata: “Ini merupakan peringatan dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kaum mukminin agar tidak tertipu dan
terpedaya oleh istri dan anak-anak, karena sebagian mereka merupakan
musuh bagi kalian. Yang namanya musuh, ia menginginkan kejelekan bagimu.
Dan tugasmu adalah berhati-hati dari orang yang bersifat demikian.
Sementara jiwa itu memang tercipta untuk mencintai istri dan anak-anak.
Maka Allah Subhanahu wa Ta’alamenasehati hamba-hamba-Nya agar kecintaan
itu tidak sampai membuat mereka terikat dengan tuntutan istri dan
anak-anak, sementara tuntutan itu mengandung perkara yang dilarang
secara syar’i. Allah Subhanahu wa Ta’ala menekankan mereka untuk
berpegang dengan perintah-perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya,
dengan menjanjikan apa yang ada di sisi-Nya berupa pahala yang besar
yang mencakup tuntutan yang tinggi dan cinta yang mahal. Juga agar
mereka lebih mementingkan akhirat daripada dunia yang fana yang akan
berakhir.
Karena menaati istri dan anak-anak menimbulkan kemudaratan bagi seorang
hamba dan adanya peringatan dari hal tersebut, bisa jadi memunculkan
anggapan bahwa istri dan anak-anak hendaknya disikapi secara keras,
serta harus diberikan hukuman kepada mereka. Namun ternyata, Allah
Subhanahu wa Ta’ala hanya memerintahkan untuk berhati-hati dari mereka,
memaafkan mereka, tidak menghukum mereka. Karena dalam pemaaafan ada
kemaslahatan/kebaikan yang tidak terbatas. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
“Dan jika kalian memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka
maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(At-Taghabun: 14) [Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 868]
Demikianlah keberadaan seorang wanita, baik statusnya sebagai istri atau
bukan, merupakan fitnah terbesar bagi lelaki. Karena itulah Allah
Subhanahu wa Ta’ala mendahulukan penyebutan wanita ketika mengurutkan
kecintaan kepada syahwat (kesenangan yang diinginkan dari dunia).
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِيْنَ
وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ
الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَاللهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali
yang baik.” (Ali ‘Imran: 14)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengabarkan tentang perkara yang dijadikan indah bagi manusia dalam
kehidupan dunia ini berupa ragam kelezatan, dari wanita, anak-anak, dan
selainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala memulai penyebutan wanita karena
fitnahnya yang paling besar. Sebagaimana dalam hadits shahih disebutkan
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah yang paling berbahaya bagi
lelaki daripada fitnah wanita.” (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 1/15)
Mungkin timbul pertanyaan, bila istri dapat menjadi musuh bagi suaminya,
apakah juga berlaku sebaliknya, suami dapat menjadi musuh bagi
istrinya?
Al-Qadhi Ibnul ‘Arabi rahimahullah menjawab permasalahan ini:
“Sebagaimana seorang lelaki/suami memiliki musuh dari kalangan anak dan
istrinya, demikian pula wanita/istri. Suami dan anaknya dapat menjadi
musuh baginya dengan makna yang sama. Firman AllahSubhanahu wa Ta’ala:
مِنْ أَزْوَاجِكُمْ (di antara istri-istri kalian atau pasangan hidup
kalian) ini sifatnya umum, masuk di dalamnya lelaki (suami) dan wanita
(istri) karena keduanya tercakup dalam seluruh ayat.” (Ahkamul Qur`an,
4/1818)
Dengan demikian, janganlah kecintaan seorang suami kepada istrinya dan
sebaliknya kecintaan istri kepada suaminya membawa keduanya untuk
melanggar larangan AllahSubhanahu wa Ta’ala, berbuat maksiat,
menghalalkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’alaharamkan atau sebaliknya,
mengharamkan untuk dirinya apa yang Allah Subhanahu wa Ta’alahalalkan
karena ingin mencari keridhaan pasangannya. Nabi kita yang mulia
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditegur oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala ketika beliau sempat mengharamkan apa yang Allah Subhanahu wa
Ta’ala halalkan karena ingin mencari keridhaan istri-istri beliau. Allah
Subhanahu wa Ta’ala abadikan hal itu dalam Al-Qur`an:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاةَ أَزْوَاجِكَ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
“Wahai Nabi, mengapa engkau mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya
bagimu, karena engkau mencari keridhaan (kesenangan hati) istri-istrimu?
Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At-Tahrim: 1)
Nasehat kepada Istri
Karena engkau –wahai seorang istri– dapat menjadi fitnah bagi suamimu,
maka bertakwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan sampai engkau
menjadi musuh dalam selimut baginya. Jangan engkau jerat dia atas nama
cinta, hingga ia terjaring dan tak dapat lepas darinya. Akibatnya, yang
ada di pikirannya hanyalah bagaimana mencari ridhamu, mengikuti
kemauanmu, walaupun hal itu bertentangan dengan syariat.
Bertakwalah engkau kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jadilah istri yang
shalihah dengan membantu suamimu agar selalu taat kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Semestinya engkau tidak suka bila ia melakukan
perkara yang melanggar syar’i karena ingin menyenangkan hatimu.
Keberadaanmu di sisinya, sebagai teman hidupnya, jangan menjadi
penghalang baginya untuk menjadi hamba yang bertakwa dan menjadi anak
yang shalih bagi kedua orang tuanya.
Cintailah suamimu, syukurilah dengan cara engkau semakin taat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, menunaikan kewajibanmu dengan sebaik mungkin,
dan mencurahkan segala kemampuanmu untuk memenuhi haknya sebagai suami.
Zuhud terhadap dunia, jangan engkau abaikan. Sehingga engkau tidak
menuntut suamimu agar memenuhi kenikmatan dunia yang engkau idamkan.
Pautkan selalu hatimu dengan darul akhirat agar engkau tidak menghamba
pada dunia yang tidak kekal.
Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullah dalam Sunan-nya (no. 3317) membawakan
asbabun nuzul (sebab turunnya) surah At-Taghabun ayat 14 di atas, dari
riwayat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Tatkala ada yang bertanya
kepada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang ayat ini, beliau
menyatakan: “Mereka adalah orang-orang yang telah berislam dari penduduk
Makkah dan mereka ingin mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
namun istri dan anak mereka enggan ditinggalkan mereka. Ketika mereka
pada akhirnya mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
mereka melihat orang-orang yang lebih dahulu berhijrah telah tafaqquh
fid dien (mendalami agama), mereka pun berkeinginan untuk memberi
hukuman kepada istri dan anak-anak mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala
lalu menurunkan ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَ أَوْلاَدِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوْهُمْ
Namun riwayat asbabun nuzul ini dha’if (lemah) sebagaimana dinyatakan
oleh Asy-Syaikh Al-’Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah,
dalam karya beliau Ash-Shahihul Musnad min Asbabin Nuzul (hal. 249).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar