BERIBADAH kepada Allāh swt. adalah kewajiban bagi setiap muslim. Di
antara ibadah-ibadah kepada Allāh swt., shalat adalah ibadahyang paling
vital.
Shalat adalah yang amat menentukan kualitas kerohanian seorang muslim.
Sehingga Allāh swt. sangat memuliakan orang yang sedang melaksanakan
shalat. Allāh swt. amat memuliakan tempat yang dipakai untuk shalat.
Begitu pula sebaliknya, Allāh swt. sangat murka terhadap orang-orang
yang menghalangi orang untuk beribadah kepada-Nya, khususnya ibadah
shalat. Apalagi, sampai mengusir orang-orang yang sedang shalat sehingga
mereka kesulitan untuk melaksanakan ibadah kepada Allāh swt..
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ
وَالْبَادِ وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ
عَذَابٍ أَلِيمٍ (25)
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan
Allah dan Masjidil Haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia,
baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang
bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan
Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih. (QS Al-Hajj Ayat 25)
Allah Swt. berfirman, memprotes perbuatan orang-orang kafir yang
menghalang-halangi orang-orang mukmin untuk mendatangi Masjidil Haram
guna menunaikan manasik mereka di dalamnya, juga memprotes pengakuan
mereka yang mengklaim bahwa mereka adalah para penguasa Masjidil Haram.
Untuk itu Allah Swt. telah berfirman:
{وَمَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ}
dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya. Orang-orang
yang berhak menguasainya) hanyalah orang-orang yang bertakwa. (Al-Anfal:
34), hingga akhir ayat.
Di dalam ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa ayat yang
sedang kita bahas adalah ayat Madaniyyah, sama halnya seperti yang
disebutkan di dalam surat Al-Baqarah oleh firman-Nya:
{يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ
فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ}
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah,
"Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi
menghalangi(manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah,(menghalangi
masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih
besar(dosanya) di sisi Allah. (Al-Baqarah: 217)
Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ}
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil Haram. (Al-Hajj: 25)
Yakni ciri khas orang-orang kafir itu di samping mereka adalah kafir,
juga menghalang-halangi manusia dari jalan Allah dan menghalang-halangi
mereka untuk sampai ke Masjidil Haram. Yaitu menghalang-halangi kaum
mukmin yang hendak menuju ke Masjidil Haram, padahal mereka adalah
orang-orang yang paling berhak terhadap Masjidil Haram. Ungkapan tertib
dalam ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain oleh
firman-Nya:
{الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ}
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati
menjadi tenteram. (Ar-Ra'd: 28)
Artinya, ciri khas orang-orang yang beriman itu ialah hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Firman Allah Swt.:
{الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ}
yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25)
Yakni orang-orang kafir itu menghalang-halangi orang-orang yang beriman
untuk dapat sampai ke Masjidil Haram, padahal Allah telah menjadikannya
sebagai tempat ibadah bagi semua manusia, tanpa ada beda, baik yang
bermukim di situ maupun yang datang jauh dari luar.
{سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ}
sama saja, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25)
Karena itulah maka manusia mempunyai hak yang sama terhadap kawasan Mekah dan untuk tinggal di dalamnya.
seperti yang telah diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: sama saja, baik yang bermukim
di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25) Bahwa penduduk Mekah dan
selain mereka dapat tinggal di sekitar Masjidil Haram.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sama saja, baik
yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25) Bahwa
penduduk asli Mekah dan selain mereka mempunyai hak yang sama untuk
bertempat tinggal di Mekah.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Saleh, Abdur Rahman ibnu Sabit, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa sama
saja haknya bagi penduduk asli Mekah maupun selain mereka dalam
bertempat tinggal di Mekah.
Masalah inilah yang diperselisihkan oleh Imam Syafii dan Ishaq ibnu
Rahawaih di Masjid Khaif, saat itu Imam Ahmad ibnu Hambal hadir pula.
Imam Syafii berpendapat bahwa tanah kawasan Mekah boleh dimiliki,
diwariskan, dan disewakan.
Imam Syafii mengatakan pendapat ini berdasarkan sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Az-Zuhri, dari Ali ibnul Hasan, dari Amr ibnu Usman,
dari Usamah ibnu Zaid yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada
Rasulullah Saw.; "Wahai Rasulullah, apakah engkau besok akan turun di
rumahmu di Mekah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Apakah Uqail telah
meninggalkan sebidang tanah bagi kami (untuk tempat tinggal)?" Kemudian
beliau Saw. bersabda:
"لَا يَرِثُ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ، وَلَا الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ"
Orang kafir tidak boleh mewarisi orang muslim, dan tidak pula orang muslim mewarisi orang kafir.
Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain.
Juga dengan sebuah asar yang telah menceritakan bahwa Khalifah Umar
ibnul Khattab pernah membeli sebuah rumah di Mekah dari Safwan ibnu
Umayyah dengan harga empat ribu dirham, lalu Khalifah Umar menjadikannya
sebagai rumah tahanan.
Tawus dan Amr ibnu Dinar mengatakan, Ishaq ibnu Rahawaih berpendapat
bahwa tanah Mekah tidak dapat diwariskan dan tidak boleh disewakan.
Pendapat inilah yang dianut oleh mazhab segolongan ulama Salaf, dan
dinaskan oleh Mujahid serta Ata. Ishaq ibnu Rahawaih melandasi
pendapatnya dengan sebuah riwayat yang dikemukakan oleh Ibnu Majah, dari
Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Isa ibnu Yunus, dari Umar ibnu Sa'id
ibnu Abu Haiwah, dari Usman ibnu Abu Sulaiman, dari Alqamah ibnu Nadlah
yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. wafat, begitu pula Abu Bakar
dan Umar; sedangkan kawasan Mekah tiada seorang pun mengklaim
memilikinya, melainkan semuanya adalah tanah sawaib (milik Allah).
Barang siapa yang miskin, boleh tinggal padanya; dan barang siapa yang
kaya, boleh memberikan tempat tinggal.
Abdur Razzaq ibnu Mujahid telah meriwayatkan dari ayahnya, dari Abdullah
ibnu Amr yang mengatakan bahwa rumah-rumah di Mekah tidak boleh
diperjualbelikan, tidak boleh pula disewakan. Abdur Razzaq telah
meriwayatkan pula dari Ibnu Juraij, bahwa Ata melarang menyewakan tanah
Mekah. Ibnu Juraij telah menceritakan pula kepadanya bahwa Khalifah Umar
ibnul Khattab melarang pembuatan pintu di rumah-rumah di Mekah agar
para jamaah haji dapat tinggal di halaman-halamannya. Orang yang
mula-mula membuat pintu pada rumahnya adalah Suhail ibnu Amr. Maka Umar
ibnul Khattab mengirimkan utusan kepadanya guna menyelesaikan perkara
tersebut. Maka Suhail ibnu Amr menjawab, "WahaiAmirul Mu’minin,
sesungguhnya saya adalah seorang pedagang, maka saya bermaksud membuat
dua buah pintu guna memelihara barang dagangan saya." Maka Khalifah Umar
berkata, "Kalau demikian, kamu boleh melakukannya."
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Mansur,dari Mujahid,
bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab pernah berkata, "Hai ahli Mekah,
janganlah kalian buat pintu-pintu di rumah-rumah kalian agar orang yang
datang dari jauh dapat tinggal di mana pun ia suka."
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari
seseorang yang mendengarnya dari Ata sehubungan dengan makna firman-Nya:
sama saja, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj:
25) Bahwa mereka boleh tinggal di mana pun mereka suka di Mekah.
Imam Daruqutni telah meriwayatkan melalui hadis Ibnu Abu Nujaih, dari
Abdullah ibnu Amr secara mauquf. Barang siapa yang memakan dari hasil
sewa rumah Mekah, berarti dia memakan api."
Imam Ahmad berpendapat pertengahan, untuk itu ia mengatakan bahwa tanah
Mekah boleh dimiliki, tetapi tidak boleh diwariskan dan tidak boleh
disewakan. Pendapatnya ini merupakan kesimpulan gabungan dari
dalil-dalil yang ada mengenai masalah ini. Hanya Allah-lah yang
mengetahui kebenarannya.
Firman Allah Swt.:
{وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ}
dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim,
niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih. (Al-Hajj:
25)
Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa perbuatan tersebut ditujukan
kepada orang Arab. Huruf ba dalam ayat ini adalah zaidah, sama halnya
dengan huruf ba yang ada dalam firman-Nya:
{تَنْبُتُ بِالدُّهْنِ}
yang menghasilkan minyak. (Al-Mu’minun: 20)
Artinya adalah tanbutud duhna (menghasilkan minyak). Begitu pula makna firman-Nya:
{وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ}
dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan. (Al-Hajj: 25)
Artinya adalah man yurid fihi ilhadan, yakni barang siapa yang bermaksud
melakukan kejahatan di dalamnya. Sama pula dengan apa yaag terdapat di
dalam perkataan seorang penyair, yaitu Al-Asya:
ضَمنَتْ بِرِزْقِ عِيَالِنَا أرْماحُنا ... بَيْنَ المَرَاجِل، والصّريحَ الْأَجْرَدِ
Tombak-tombak kami yang ada di antara panci-panci dan wadah-wadah kosong menjadi sarana yang menjamin rezeki anak-anak kami.
Dan ucapan seorang penyair lainnya, yaitu:
بوَاد يَمانِ يُنْبتُ الشَّثّ صَدْرُهُ ...وَأسْفَله بالمَرْخ والشَّبَهَان ...
Di Lembah Yaman di Markh dan Syabhan tumbuhlah rerumputan di bagian tengah dan bagian bawahnya.
Akan tetapi, pendapat yang terbaik ialah yang mengatakan bahwa kata
kerja yurid dalam ayat ini mengandung makna yuhimmu. Karena itulah maka
diperlukan adanya huruf ba sebagai ta'diyah:
{وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ}
dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan. (Al-Hajj: 25)
Yakni berniat hendak melakukan suatu perbuatan maksiat yang besar di dalamnya.
Firman-Nya:
{بِظُلْمٍ}
secara zalim. (Al-Hajj: 25)
Yaitu melakukannya dengan sengaja dan sadar bahwa perbuatannya itu
adalah perbuatan zalim, tidak mengandung arti lain. Demikianlah menurut
penafsiran Ibnu Juraij, dari Ibnu Abbas; pendapat ini dapat dijadikan
sebagai pegangan.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan zalim di sini adalah perbuatan musyrik.
Mujahid mengatakan, maksudnya bila disembah di dalamnya selain Allah.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan lain-lainnya yang bukan
hanya seorang.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa perbuatan zalim ini
ialah bila kamu melanggar kesucian tanah haram dengan melakukan
perbuatan yang diharamkan oleh Allah kamu melakukannya, seperti
perbuatan menyakiti orang lain atau membunuh. Dengan kata lain, kamu
menganiaya orang yang tidak menganiaya kamu dan membunuh orang yang
tidak bermaksud membunuhmu. Apabila seseorang melakukan hal tersebut,
pastilah baginya azab yang pedih.
Mujahid mengatakan bahwa zalim di sini maksudnya perbuatan yang buruk
atau jahat akan ia lakukan di tanah suci. Ini merupakan salah satu dari
kekhususan tanah suci, yaitu bahwa seorang yang jauh akan dihukum dengan
keburukan oleh Allah bilamana ia berniat akan melakukannya di tanah
suci, sekalipun ia masih belum melakukannya.
Seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim di dalam kitab tafsirnya,
bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah
menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada
kami Syu'bah, dari As-Saddi yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar
seseorang menceritakan hadis dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan
secara zalim. (Al-Hajj: 25) Bahwa seandainya ada seorang lelaki berniat
akan melakukan suatu kejahatan secara zalim di dalamnya, sedangkan ia
masih berada di negeri 'Adn yang jauh, tentulah Allah akan merasakan
kepadanya sebagian dari azab-Nya yang pedih.
Syu'bah mengatakan, "As-Saddi-lah orang yang me-rafa'-kannya bagi kami, dan saya tidak me-rafa'-kannya bagi kalian."
Syu'bah bermaksud bahwa dia pun ikut terlibat dalam me-rafa-kan hadis
ini. Ahmad telah meriwayatkannya dari Yazid ibnu Harun dengan sanad yang
sama.
Menurut saya, sanad hadis ini berpredikat sahih dengan syarat Imam
Bukhari, tetapi predikat mauquf-nya lebih mendekati kebenaran daripada
predikat marfu'-nya. Karena itulah maka Syu'bah meyakinkan akan
ke-mauquf-annya hanya sampai pada perkataan sahabat Ibnu Mas'ud r.a.
Demikian pula Asbat dan As-Sauri telah meriwayatkannya dari As-Saddi,
dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud secara mauquf hanya Allah yang mengetahui
kebenarannya.
As-Sauri telah meriwayatkan dari As-Saddi, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud
yang mengatakan bahwa tiada seorang lelaki pun yang berniat akan
melakukan suatu perbuatan jahat (di tanah suci), melainkan dicatatkan
baginya niat jahatnya itu. Dan seandainya seorang lelaki yang berada
jauh di negeri 'Adn berniat akan membunuh seseorang di tanah suci ini,
tentulah Allah akan merasakan terhadapnya sebagian dari azab-Nya yang
pedih.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim. Sufyan
As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan
makna bi-ilhadin fihi. Ia mengatakan bahwa maknanya adalah ilhadin
fihi.Pada mulanya ia menolak, kemudian mengiyakan (yakni huruf ba-nya
dapat dikatakan sebagai ba zaidah atau ba ta'diyah, pent.)
Telah diriwayatkan dari Mujahid, dari Abdullah ibnu Amr hal yang semisal
dengan riwayat di atas. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa mencaci
pelayan adalah perbuatan zalim, terlebih lagi yang lebih parah dari itu.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Ata, dari Maimun
ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:dan
siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara aniaya.
(Al-Hajj: 25) Bahwa termasuk perbuatan zalim ialah seorang amir
melakukan perniagaan di tanah suci.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa memperjualbelikan makanan di tanah suci merupakan perbuatan ilhad (jahat).
Habib ibnu Abu Sabit telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan
siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara aniaya.
(Al-Hajj: 25) Makna yang dimaksud ialah melakukan penimbunan di Mekah.
Hal yang sama telah dikatakan oleh bukan hanya seorang.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ إِسْحَاقَ الْجَوْهَرِيُّ، أَنْبَأَنَا أَبُو عَاصِمٍ، عَنْ جَعْفَرِ
بْنِ يَحْيَى، عَنْ عَمِّهِ عُمَارَةَ بْنِ ثَوْبَانَ، حَدَّثَنِي مُوسَى
بْنُ بَاذَانَ، عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ؛ أن رسولَ الله صلى الله عليه
وسلم قَالَ: "احْتِكَارُ الطَّعَامِ بِمَكَّةَ إِلْحَادٌ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ishaq Al-Jauhari, telah
menceritakan kepada kami Abu Asim, dari Ja'far ibnu Yahya, dari pamannya
(Imarah ibnu Sauban), telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Bazan, dari
Ya'la ibnu Umayyah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Melakukan
penimbunan makanan di Mekah merupakan perbuatan jahat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah,
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah ibnu Bukair, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami
Ata ibnu Dinar, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Jubair yang
mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan
secara aniaya. (Al-Hajj: 25) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
Abdullah ibnu Unais. Rasulullah Saw. mengutusnya bersama dua orang
lelaki, yang salah seorangnya dari kalangan Muhajirin, sedangkan yang
lainnya dari kalangan Ansar. Kemudian di tengah jalan mereka saling
membanggakan diri dengan keturunannya masing-masing. Abdullah ibnu Unais
naik pitam, akhirnya ia membunuh orang Ansar tersebut. Kemudian ia
murtad dari Islam dan lari ke Mekah (menggabungkan diri dengan
orang-orang musyrik). Lalu turunlah firman Allah Swt.: dan siapa yang
bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim. (Al-Hajj: 25)
Yakni barang siapa yang datang ke tanah suci dengan niat berbuat jahat.
Yang dimaksud ialah menyimpang dari ajaran Islam (alias kafir).
Semua asar yang telah disebutkan di atas —sekalipun pengertiannya
menunjukkan bahwa hal-hal tersebut termasuk perbuatan ilhad (jahat)—
tetapi makna yang dimaksud lebih mencakup dari semuanya, bahkan di dalam
pengertiannya terkandung peringatan terhadap perbuatan yang lebih parah
daripada hanya sekadar perbuatan ilhad. Karena itulah di saat tentara
bergajah bermaksud merobohkan Ka'bah, mereka diazab oleh Allah. Seperti
yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ *تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ * فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ}
dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang
melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu
Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). (Al-Fil:
3-5)
Yakni Allah menghancurkan mereka dan menjadikan peristiwa tersebut
sebagai pelajaran dan peringatan terhadap setiap orang yang berniat akan
melakukan perbuatan jahat terhadap Baitullah. Karena itulah telah
disebutkan di dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"يَغْزُو هَذَا الْبَيْتَ جَيْشٌ، حَتَّى إِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنَ الْأَرْضِ خُسِف بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ" الْحَدِيثَ
Kelak Baitullah ini akan diserang oleh suatu tentara, hingga manakala
mereka berada di tengah padang sahara, maka barisan yang terdepan dan
barisan terbelakang dari mereka semuanya dibenamkan ke dalam bumi.
# Hadis ini menceritakan kejadian yang akan terjadi menjelang hari
kiamat nanti. Orang-orang tersebut dikenal dengan sebutan Zus
Suwaiqatain.#
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كُنَاسة، حَدَّثَنَا
إِسْحَاقُ بْنُ سَعِيدٍ، عَنِ أَبِيهِ قَالَ: أَتَى عبدُ اللَّهِ بْنُ
عُمَرَ عبدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ، فَقَالَ: يَا ابْنَ الزُّبَيْرِ،
إِيَّاكَ وَالْإِلْحَادَ فِي حَرَم اللَّهِ، فَإِنِّي سمعتُ رسولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "إِنَّهُ سيلحدُ فِيهِ رَجُلٌ مَنْ
قُرَيْشٍ، لَوْ تُوزَن ذُنُوبُهُ بِذُنُوبِ الثَّقَلَيْنِ لَرَجَحَتْ"،
فَانْظُرْ لَا تَكُنْ هُوَ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Kanasah, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sa'id, dari ayahnya
yang mengatakan, bahwa Abdullah ibnu Umar datang menemui Abdullah Ibnuz
Zubair, lalu ia bertanya, "Hai Ibnuz Zubair, jangan sekali-kali kamu
berbuat ilhad di tanah suci Allah ini, karena sesungguhnya saya pernah
mendengar Rasulullah Saw. bersabda, 'Sesungguhnya kelak akan berbuat
ilhad seseorang lelaki dari kalangan Quraisy di Masjidil Haram ini;
seandainya dosa-dosanya ditimbang dengan dosa-dosa dua makhluk (jin dan
manusia), tentulah dosanya lebih berat.' Maka berhati-hatilah, janganlah
sampai dia itu adalah kamu."
Imam Ahmad telah mengatakan pula di dalam Musnad Abdullah ibnu Amr ibnul As,
حَدَّثَنَا هاشم، حدثنا إسحاق بن سعيد، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو
قَالَ: أَتَى عبدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو ابنَ الزُّبَيْرِ، وَهُوَ جَالِسٌ
فِي الحِجْر فَقَالَ: يَا بْنَ الزُّبَيْرِ، إِيَّاكَ والإلحادَ فِي
الْحَرَمِ، فَإِنِّي أَشْهَدُ لسَمعتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "يَحِلُّهَا وَيَحِلُّ بِهِ رَجُلٌ مِنْ
قُرَيْشٍ، وَلَوْ وُزنت ذُنُوبُهُ بِذُنُوبِ الثَّقَلَيْنِ لَوَزَنَتْهَا".
قَالَ: فَانْظُرْ لَا تَكُنْ هُوَ
Bahwa telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada
kami Ishaq ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Amr
yang mengatakan, bahwa Abdullah ibnu Umar datang kepada Abdullah ibnuz
Zubair yang saat itu sedang duduk di Hijir Isma'il. Lalu Ibnu Umar
berkata, "Hai Ibnuz Zubair, hati-hatilah terhadap perbuatan ilhad di
tanah suci, karena sesungguhnya aku bersumpah bahwa aku pernah mendengar
Rasulullah Saw. bersabda, 'Bahwa kelak tanah suci ini akan dihalalkan
oleh seorang lelaki dari kalangan Quraisy; seandainya dosa-dosa dia
ditimbang dengan dosa-dosa dua makhluk (jin dan manusia), tentulah
sebanding'." Kemudian Abdullah ibnu Umar berkata, "Maka perhatikanlah,
janganlah sampai dia adalah kamu."
Akan tetapi, tiada seorang pun dari pemilik kitab hadis yang mengetengahkannya dari kedua jalur periwayatan ini.
Hadits Ahmad 6188
حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ حُصَيْنِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَمُغِيرَةَ
الضَّبِّيِّ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ
زَوَّجَنِي أَبِي امْرَأَةً مِنْ قُرَيْشٍ فَلَمَّا دَخَلَتْ عَلَيَّ
جَعَلْتُ لَا أَنْحَاشُ لَهَا مِمَّا بِي مِنْ الْقُوَّةِ عَلَى
الْعِبَادَةِ مِنْ الصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ فَجَاءَ عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ
إِلَى كَنَّتِهِ حَتَّى دَخَلَ عَلَيْهَا فَقَالَ لَهَا كَيْفَ وَجَدْتِ
بَعْلَكِ قَالَتْ خَيْرَ الرِّجَالِ أَوْ كَخَيْرِ الْبُعُولَةِ مِنْ
رَجُلٍ لَمْ يُفَتِّشْ لَنَا كَنَفًا وَلَمْ يَعْرِفْ لَنَا فِرَاشًا
فَأَقْبَلَ عَلَيَّ فَعَذَمَنِي وَعَضَّنِي بِلِسَانِهِ فَقَالَ
أَنْكَحْتُكَ امْرَأَةً مِنْ قُرَيْشٍ ذَاتَ حَسَبٍ فَعَضَلْتَهَا
وَفَعَلْتَ وَفَعَلْتَ ثُمَّ انْطَلَقَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَشَكَانِي فَأَرْسَلَ إِلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ فَقَالَ لِي أَتَصُومُ النَّهَارَ
قُلْتُ نَعَمْ قَالَ وَتَقُومُ اللَّيْلَ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ لَكِنِّي
أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَنَامُ وَأَمَسُّ النِّسَاءَ فَمَنْ
رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي قَالَ اقْرَإِ الْقُرْآنَ فِي كُلِّ
شَهْرٍ قُلْتُ إِنِّي أَجِدُنِي أَقْوَى مِنْ ذَلِكَ قَالَ فَاقْرَأْهُ فِي
كُلِّ عَشَرَةِ أَيَّامٍ قُلْتُ إِنِّي أَجِدُنِي أَقْوَى مِنْ ذَلِكَ
قَالَ أَحَدُهُمَا إِمَّا حُصَيْنٌ وَإِمَّا مُغِيرَةُ قَالَ فَاقْرَأْهُ
فِي كُلِّ ثَلَاثٍ قَالَ ثُمَّ قَالَ صُمْ فِي كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ
أَيَّامٍ قُلْتُ إِنِّي أَقْوَى مِنْ ذَلِكَ قَالَ فَلَمْ يَزَلْ
يَرْفَعُنِي حَتَّى قَالَ صُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا فَإِنَّهُ
أَفْضَلُ الصِّيَامِ وَهُوَ صِيَامُ أَخِي دَاوُدَ قَالَ حُصَيْنٌ فِي
حَدِيثِهِ ثُمَّ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّ لِكُلِّ
عَابِدٍ شِرَّةً وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةً فَإِمَّا إِلَى سُنَّةٍ
وَإِمَّا إِلَى بِدْعَةٍ فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّةٍ فَقَدْ
اهْتَدَى وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ
قَالَ مُجَاهِدٌ فَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو حَيْثُ ضَعُفَ
وَكَبِرَ يَصُومُ الْأَيَّامَ كَذَلِكَ يَصِلُ بَعْضَهَا إِلَى بَعْضٍ
لِيَتَقَوَّى بِذَلِكَ ثُمَّ يُفْطِرُ بِعَدِّ تِلْكَ الْأَيَّامِ قَالَ
وَكَانَ يَقْرَأُ فِي كُلِّ حِزْبِهِ كَذَلِكَ يَزِيدُ أَحْيَانًا
وَيَنْقُصُ أَحْيَانًا غَيْرَ أَنَّهُ يُوفِي الْعَدَدَ إِمَّا فِي سَبْعٍ
وَإِمَّا فِي ثَلَاثٍ قَالَ ثُمَّ كَانَ يَقُولُ بَعْدَ ذَلِكَ لَأَنْ
أَكُونَ قَبِلْتُ رُخْصَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا عُدِلَ بِهِ أَوْ عَدَلَ لَكِنِّي
فَارَقْتُهُ عَلَى أَمْرٍ أَكْرَهُ أَنْ أُخَالِفَهُ إِلَى غَيْرِهِ
Telah menceritakan kepada kami [Husyaim] dan [Hushain bin Abdirrahman]
dan [Mughirah Adl Dlabbiy] dari [Mujahid] dari [Abdullah bin Amru] dia
berkata; "Ayahku menikahkanku dengan seorang wanita suku Quraisy. Ketika
ia menemuiku, aku tidak mau (melayaninya) dan tidak selera terhadapnya.
Yang demikian karena aku begitu kuat beribadah berupa puasa dan shalat.
Lalu Amru bin Al Ash datang kepada menantu perempuannya dan
menanyainya, "Bagaimana suamimu?" Ia menjawab, "Dia sebaik-baik suami,
atau seperti suami yang paling baik. Sayangnya, ia tidak pernah melucuti
pakaian kami (untuk bersetubuh) dan tidak pernah mengenal tidur
bersamaku sekasur." Kemudian dia pun menemuiku, mencaci maki dan
mencercaku seraya berkata, "Aku telah menikahkanmu dengan seorang wanita
Quraisy yang mempunyai kedudukan akan tetapi kamu malah menyusahkannya
dan tidak memperlakukannya sebagai layaknya suami isteri." Kemudian Amr
bin Al Ash menghadap Nabi Shallallahu'alaihi wasallam dan melaporkan
kasusku kepada beliau. Lalu beliau mengutus utusan untuk memanggilku.
Aku pun akhirnya menghadap beliau. Beliau menanyaiku: "Apakah kamu
selalu berpuasa di siang hari?" saya menjawab, "Ya." Beliau bertanya
lagi, "Apakah kamu juga selalu melaksanakan shalat malam?" saya
menjawab, "Ya." Beliau bersabda: "Saya berpuasa tapi juga berbuka (tidak
berpuasa), saya melaksanakan shalat malam tapi juga tidur, & aku
juga mengumpuli para isteriku, barangsiapa tak menyukai sunnahku berarti
ia bukan golonganku. Beliau berkata:
Bacalah (sampai khatam) Al Qur'an dalam waktu satu bulan! Saya menjawab,
Aku lebih kuat dari itu. Beliau berkata, Kalau begitu khatamkanlah
dalam jangka waktu sepuluh hari. Aku berkata: Aku lebih kuat dari itu.
Salah satu dari keduanya, kalau tak salah Hushain atau Al Mughiroh
berkata; Beliau berkata Kalau begitu khatamkanlah dalam jangka waktu
tiga hari. Ia berkata; Kemudian beliau bersabda lagi: Berpuasalah tiga
hari pada setiap bulan. Aku berkata, Aku masih mampu jika lebih dari
itu. Dan dia masih merasa mampu hingga Nabi berkata: Kalau begitu
berpuasalah sehari & berbukalah (tidak berpuasa) sehari sebab
seutama-utama puasa ialah puasa saudaraku, Nabi Daud. Hushain berkata
dalam hadis (yang diriwayatkannya); Kemudian beliau bersabda:
setiap hamba itu mempunyai rasa semangat, & setiap rasa semangat itu
pasti ada masa kebosanan, & kebosanan mengalihkan kepada sunnah
atau kepada bid'ah. Barangsiapa kebosanan mengalihkan kepada sunnah,
berarti ia telah mendapat petunjuk, & barangsiapa kebosanan
dipergunakan selain itu, berarti ia binasa. Mujahid berkata; Dan seiring
dgn badan Abdullah bin Umar yg semakin lemah & tua, ia masih
melaksanakan puasa pada hari-hari itu, & ia juga menyambung antara
sebagian dgn sebagian yg lain agar kuat melaksanakan lalu ia berbuka
pada hari itu juga. Mujahid berkata lagi; Ia juga membaca Al Qur'an pada
setiap hizbnya & terkadang ia menambahi juga menguranginya tapi ia
selalu mengkhatamkannya dalam jangka waktu kalau tak tujuh hari, ia
mengkhatamkannya dalam jangka waktu tiga hari. Setelah itu ia berkata;
Aku lebih suka menerima rukhshah Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam
daripada berpaling atau dipalingkan daripadanya. Akan tetapi aku
berpisah dgn beliau, sedang aku telah melakukan ajaran yg aku benci jika
kuselisihi & justru beralih ke yg lain. [HR. Ahmad No.6188].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar