Semesta Alam bertasbih kepada Allah dengan cara taat pada hukum
sunnatullah yang diperlakukan baginya dan tunduk pada kehendak Allah,
ketaatan dan ketundukannya kepada kodrat (kekuasaan) dan kehendak Allah
(Iradat) menjadikan alam itu selalu memiliki sifat positif. Manusia
sebagi penghuni alam seharusnya juga menjaga kondisi agar selalu dalam
posisi positif, dengan selalu taat dan patuh pada Allah dan RasulNya,
sehingga tidak terjadi perbenturan yang mengakibatkan bencana.
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ
مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ
تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا (44)
Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada
Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya,
tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia
adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS-Al-Isra: 44)
Tujuh langit dan bumi bertasbih menyucikan Allah.dan semua yang ada di
dalamnya. (Al-Isra: 44) Yakni semua makhluk yang ada di langit dan di
bumi menyucikan Allah, mengagungkan, memuliakan, dan membesarkan-Nya
dari apa yang dikatakan oleh orang-orang musyrik itu. Dan semuanya
mempersaksikan keesaan Allah sebagai Rabb dan Tuhan mereka.
فَفي كُلّ شَيءٍ لَهُ آيَةٌ ... تَدُلُّ عَلى أنَّه وَاحِدٌ ...
Dalam segala sesuatu terdapat tanda kekuasaan-Nya yang menunjukkan bahwa Dia adalah Maha Esa.
Seperti halnya seseorang yang memutar tasbih ditangannya, sambil
melafadzkan pujian bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam,… “ Subhanallah..
Walhamdulillah… Walaillah hailaulloh Allohu akbar… dan tasbihnyapun
terus berputar… tapi tahukah kita bahwa bukan hanya tasbih yang diiringi
lafadz tasbih seseorang itu saja yang berputar, bahkan alam semesta
raya pun berputar dan ikut bertasbih, yang tentu dalam bahasa yang hanya
dimengerti oleh penciptanya… segala sesuatu di alam semesta ini adalah
siklus yang berputar… putaran bulan terhadap bumi, putaran bumi terhadap
matahari, putaran seluruh planet yang terikat gravitasi matahari dalam
system tatasurya yang disebut bimasakti... lalu perputaran bintang
bintang termasuk matahari terhadap inti galaksi.. dan bisa jadi ada inti
yang menjadi pusat perputaran galaksi yang berjumlah milyaran itu..
Yah, segala sesuatu di alam semesta diciptakan berputar.. bulan
mengelilingi bumi, bumi mengelilingi matahari, matahari beserta
planet-planet mengelilingi inti galaksi, demikian pula milyaran bintang
digugusan milky way / bima sakti melakukan hal yang sama, sementara
milyaran galaksi pun mengelilingi pusat galaksi. ...Subhanallah..
Walhamdulillah… Walaillah hailaulloh Allohu akbar… atau mari kita
perhatikan lingkup yang lebih kecil, yaitu aktifitas dibumi, semua
benar-benar didesain dalam siklus yang juga berputar.. pergantian siang
malam, terjadinya hujan, proses dari kelahiran sampai kematian, sampai
perhitungan waktu.. dan sampai pada prosesi ibadah berputar
mengelilingi ka’bah..
Seandainya seluruh manusia tidak lagi bertasbih.. maka itu tidak akan
mengurangi kemuliaan Allah, karena alam semesta akan tetap senantiasa
memuji kebesaran-Nya, andai alam semestapun tak bertasbih untuk-Nya,
itupun tak akan mengurangi keagungan dan kebesaran-Nya.. karena segala
sesuatu yang ada itu adalah merupakan hasil dari sabda-Nya, sampai pada
suatu masa ketika segala sesuatu ditiadakan kembali oleh-Nya..
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan Allah dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الأرْضُ
وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا * أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا }
hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan
gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah
mempunyai anak. (Maryam: 90-91)
قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ
الْعَزِيزِ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ، حدثنا مسكين ابن مَيْمُونٍ
مُؤَذِّنُ مَسْجِدِ الرَّمْلَةِ، حَدَّثَنَا عُرْوَةُ بْنُ رُوَيم، عَنْ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ قُرْطٍ؛ أَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم
لَيْلَةَ أُسْرِيَ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى، كَانَ بَيْنَ الْمَقَامِ
وَزَمْزَمَ، جِبْرِيلُ عَنْ يَمِينِهِ وَمِيكَائِيلُ عَنْ يَسَارِهِ،
فَطَارَ بِهِ حَتَّى بَلَغَ السَّمَاوَاتِ السَّبْعَ، فَلَمَّا رَجَعَ
قَالَ: سَمِعْتُ تَسْبِيحًا فِي السَّمَاوَاتِ الْعُلَى مَعَ تَسْبِيحٍ
كَثِيرٍ: سَبَّحَتِ السَّمَاوَاتُ الْعُلَى مِنْ ذِي الْمَهَابَةِ
مُشْفِقَاتٍ لِذِي الْعُلُوِّ بِمَا عَلَا سُبْحَانَ الْعَلِيِّ
الْأَعْلَى، سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali
ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Mansur, telah
menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Maimun (Juru azan Masjid
Ramlah), telah menceritakan kepada kami Urwah ibnu Ruwayyim, dari Abdur
Rahman ibnu Qart, bahwa Rasulullah Saw. ketika akan menjalani Isra-Nya
ke Masjidil Aqsa sedang berada di antara Maqam Ibrahim dan sumur Zamzam.
Malaikat Jibril berada di sebelah kanan, dan Malaikat Mikail berada di
sebelah kirinya. Lalu keduanya membawa Nabi Saw. terbang sampai ke
langit yang ketujuh. Ketika Nabi Saw. kembali (ke bumi), beliau
bersabda:Saya mendengar suara bacaan tasbih di langit yang tertinggi
bersamaan dengan suara tasbih (para malaikat) yang sangat banyak. Semua
penduduk langit tertinggi bertasbih menyucikan nama Tuhan Yang memiliki
pengaruh karena takut kepada Tuhan yang memiliki kekuasaan Yang
Mahatinggi, Mahasuci Tuhan Yang Mahatinggi, Mahasuci Dia dan
Mahatinggi.
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ}
Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memujiNya. (Al-Isra: 44)
Maksudnya, tiada suatu makhluk pun melainkan bertasbih dengan memuji nama Allah.
{وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ}
tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka,(Al-Isra: 44)
Yakni kalian, hai manusia, tidak mengerti tasbih mereka, karena mereka
mempunyai bahasa yang berbeda dengan bahasa kalian. Pengertian ayat ini
mencakup keseluruhan makhluk, termasuk hewan, benda-benda padat, dan
tumbuh-tumbuhan. Demikianlah menurut pendapat yang terkenal di antara
dua pendapat yang ada. Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui
Ibnu Mas'ud yang mengatakan, "Kami mendengar tasbih makanan ketika
sedang disantap."
Di dalam hadis Abu Zar r.a. disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah mengambil
beberapa batu kerikil dan dipegangnya, maka beliau mendengar suara
tasbih batu-batu kerikil itu mirip dengan suara rintihan pohon kurma.
Hal yang sama pernah terjadi di tangan Abu Bakar, Umar, dan Usman
—semoga Allah melimpahkan rida-Nya pada mereka— seperti yang telah
disebutkan di dalam hadis masyhur di dalam kitab-kitab Musnad.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا ابْنُ لَهيعة، حَدَّثَنَا زَبَّان،
عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ
مَرّ عَلَى قَوْمٍ وَهُمْ وُقُوفٌ عَلَى دَوَابٍّ لَهُمْ وَرَوَاحِلَ،
فَقَالَ لَهُمْ: "ارْكَبُوهَا سَالِمَةً، وَدَعُوهَا سَالِمَةً، وَلَا
تَتَّخِذُوهَا كَرَاسِيَّ لِأَحَادِيثِكُمْ فِي الطُّرُقِ وَالْأَسْوَاقِ،
فَرُبَّ مَرْكُوبَةٍ خَيْرٌ مِنْ رَاكِبِهَا، وَأَكْثَرُ ذِكْرًا لِلَّهِ
مِنْهُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami
Zaban, dari Sahl ibnu Mu'az, dari Ibnu Anas dari ayahnya r.a., dari
Rasulullah Saw. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. menjumpai suatu kaum,
saat itu mereka sedang duduk bertengger di atas hewan-hewan kendaraan
mereka (dalam keadaan berhenti sambil mengobrol dengan temannya
masing-masing). Maka Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka: Kendarailah
kendaraan kalian dengan baik-baik, dan lepaskanlah(istirahatkanlah)
kendaraan kalian dengan baik-baik, dan janganlah kalian menjadikan
kendaraan kalian sebagai kursi bagi obrolan kalian di jalan-jalan dan
pasar-pasar, karena banyak kendaraan yang lebih baik daripada
pengendaranya dan lebih banyak berzikir kepada Allah daripadanya.
Di dalam kitab Sunnah Imam Nasai disebutkan melalui Abdullah ibnu Amr
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. melarang membunuh katak, lalu
beliau bersabda:
"نَقِيقُهَا تَسْبِيحٌ"
Suara katak adalah tasbihnya.
Qatadah telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Ubay, dari Abdullah ibnu
Amr, bahwa apabila seseorang mengucapkan, "Tidak ada Tuhan selain
Allah," maka hal ini merupakan kalimat ikhlas yang Allah tidak akan
menerima amal seseorang sebelum ia mengucapkannya. Dan apabila seseorang
mengucapkan, "Segala puji bagi Allah," maka hal ini merupakan kalimat
syukur yang sama sekali Allah tidak membalas pahala hamba-Nya sebelum si
hamba mengucapkannya. Dan apabila seseorang mengucapkan, "Allah Maha
Besar," maka kalimat ini memenuhi segala sesuatu yang ada di antara
langit dan bumi. Dan apabila ia mengucapkan, "Mahasuci Allah," maka hal
ini merupakan doa semua makhluk, yang tidak sekali-kali seseorang dari
makhluk Allah mendoa dengannya melainkan Allah mengakuinya sebagai doa
dan tasbih. Dan apabila seseorang mengucapkan, "Tidak ada daya dan
tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah," maka Allah Swt.
berfirman, "Hamba-Ku telah Islam dan berserah diri."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ، حَدَّثَنَا
أَبِي، سَمِعْتُ الصَّقْعَبَ بْنَ زُهير [يُحَدِّثُ] عَنْ زَيْدِ بْنِ
أَسْلَمَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
قَالَ: أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى الله عليه وسلم أعرابيّ عليه جبة مِنْ
طَيَالِسَةٍ مَكْفُوفَةٌ بِدِيبَاجٍ -أَوْ: مُزَوَّرَةٌ بِدِيبَاجٍ
-فَقَالَ: إِنَّ صَاحِبَكُمْ هَذَا يُرِيدُ أَنْ يَرْفَعَ كُلَّ رَاعٍ
ابْنِ رَاعٍ، وَيَضَعَ كُلَّ رَأْسٍ ابْنِ رَأْسٍ. فَقَامَ إِلَيْهِ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُغْضَبًا، فَأَخَذَ
بِمَجَامِعِ جُبَّتِهِ فَاجْتَذَبَهُ، فَقَالَ: "لَا أَرَى عَلَيْكَ
ثِيَابَ مَنْ لَا يَعْقِلُ". ثُمَّ رَجَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَلَسَ فَقَالَ: "إِنَّ نُوحًا، عَلَيْهِ السَّلَامُ،
لَمَّا حَضَرَتْهُ الْوَفَاةُ، دَعَا ابْنَيْهِ فَقَالَ: إِنِّي قَاصٌّ
عَلَيْكُمَا الْوَصِيَّةَ: آمُرُكُمَا بِاثْنَتَيْنِ وَأَنْهَاكُمَا عَنِ
اثْنَتَيْنِ: أَنْهَاكُمَا عَنِ الشِّرْكِ بِاللَّهِ وَالْكِبْرِ،
وَآمُرُكُمَا بِلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَإِنَّ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَوْ وُضِعَتْ فِي كِفَّةِ الْمِيزَانِ،
وَوُضِعَتْ "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" فِي الْكِفَّةِ الْأُخْرَى،
كَانَتْ أَرْجَحَ، وَلَوْ أَنَّ السَّمَاوَاتِ والأرضِ كَانَتَا حَلْقَةً،
فَوُضِعَتْ "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" عَلَيْهِمَا لَفَصَمَتْهُمَا أَوْ
لَقَصَمَتْهُمَا. وَآمُرُكُمَا بِسُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ،
فَإِنَّهَا صَلَاةُ كُلِّ شَيْءٍ، وَبِهَا يُرْزَقُ كُلُّ شَيْءٍ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah
menceritakan kepada kami Jarir, telah menceritakan kepada kami ayahku,
bahwa ia pernah mendengar Mus'ab ibnu Zuhair menceritakan hadis berikut
dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Abdullah ibnu Amr yang
menceritakan bahwa seorang Badui datang kepada Nabi Saw. dengan memakai
jubah yang diberi hiasan dengan kain sutera atau pinggirannya dihiasi
dengan kain sutera. Lalu lelaki Badui itu berkata, "Sesungguhnya teman
kalian ini (Nabi Saw.) bermaksud akan mengangkat martabat semua
penggembala anak penggembala dan merendahkan semua pemimpin anak
pemimpin." Maka Nabi Saw. bangkit menuju ke tempat lelaki Badui itu dan
memegang jubahnya, lalu menariknya seraya bersabda, "Saya melihatmu
memakai pakaian orang yang tidak berakal." Kemudian Rasulullah Saw.
kembali ke tempat duduknya dan duduk lagi, lalu bersabda:Sesungguhnya
Nuh a.s. ketika menjelang ajalnya memanggil kedua putranya, lalu
berwasiat, "Sesungguhnya aku akan mengutarakan kepadamu wasiat berikut:
Aku perintahkan kamu berdua untuk mengerjakan dua perkara dan aku larang
kamu melakukan dua perkara lainnya. Aku larang kalian mempersekutukan
Allah dan takabur(sombong). Dan aku perintahkan kamu berdua membaca
kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah'. Karena sesungguhnya langit dan
bumi serta semua yang ada di antara keduanya, jikalau diletakkan pada
salah satu sisi timbangan, lalu di sisi lainnya diletakkan kalimah
'Tidak ada Tuhan selain Allah', tentulah kalimah itu lebih berat. Dan
seandainya langit dan bumi kedua-duanya dijadikan satu, lalu diletakkan
padanya kalimah "Tidak ada Tuhan selain Allah', niscaya kalimah itu akan
memotongnya atau membuatnya terbelah. Dan aku perintahkan kamu berdua
untuk membaca 'Mahasuci Allah dan dengan memuji kepada-Nya', karena
sesungguhnya kalimah ini merupakan doa semua makhluk, dan karenanya
segala sesuatu (semua makhluk) mendapat rezekinya.”
Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Sulaiman ibnu Harb, dari Ham-madah
ibnu Zaid, dari Mus'ab ibnu Zuhair dengan sanad yang sama, tetapi
lafaznya lebih panjang daripada lafaz di atas. Imam Ahmad meriwayatkan
hadis ini secara munfarid.
وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي نَصْرُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
الأوْدِيّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَعْلى، عَنْ مُوسَى بْنِ
عُبَيْدَةَ، عَنْ زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ،
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِشَيْءٍ أَمَرَ بِهِ نُوحٌ
ابْنَهُ؟ إِنَّ نُوحًا، عَلَيْهِ السَّلَامُ، قَالَ لِابْنِهِ: يَا
بُنَيَّ، آمُرُكَ أَنْ تَقُولَ: "سُبْحَانَ اللَّهِ"، فَإِنَّهَا صَلَاةُ
الْخَلْقِ وَتَسْبِيحُ الْخَلْقِ، وَبِهَا يُرْزَقُ الْخَلْقُ، قَالَ
اللَّهُ تَعَالَى: {وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ}
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Nasr ibnu Abdur
Rahman Al-Audi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ya'la, dari
Musa ibnu Ubaidah, dari Zaid ibnu Aslam, dari Jabir ibnu Abdullah r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Maukah aku
ceritakan kepada kalian sesuatu yang diperintahkan oleh Nuh kepada
anaknya? Yaitu sesungguhnya Nabi Nuh a.s. mengatakan kepada anaknya,
"Hai anakku, aku perintahkan kamu untuk membaca Subhanallah (Mahasuci
Allah), karena sesungguhnya kalimah ini merupakan doa makhluk; juga
tasbih makhluk, karena berkat kalimah ini makhluk diberi rezeki. Allah
Swt. telah berfirman: Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan
memujinya. (Al-Isra: 44)
Sanad hadis ini mengandung ke-daif-an, karena Al-Audi orangnya dinilai daif oleh kebanyakan ulama hadis.
Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan tak ada suatu
pun melainkan bertasbih dengan memujinya. (Al-Isra: 44) bahwa tiang
bertasbih dan pohon-pohonan bertasbih.
Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa deritan pintu adalah tasbihnya,
dan gemerciknya suara air adalah tasbihnya. Allah Swt. telah berfirman:
Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memujinya. (Al-Isra:
44)
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Ibrahim, bahwa
makanan pun bertasbih. Pendapat ini berpegang kepada sebuah ayat sajdah
yang ada di dalam surat Al-Hajj.
Ulama lainnya mengatakan bahwa sesungguhnya tasbih itu hanya dilakukan
oleh makhluk yang bernyawa, yakni termasuk pula hewan dan
tumbuh-tumbuhan.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tak ada suatu
pun melainkan bertasbih dengan memujinya. (Al-Isra: 44) Segala sesuatu
yang hidup bertasbih, termasuk tumbuh-tumbuhan dan lain-lainnya yang
hidup.
Al-Hasan dan Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Dan tidak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memujiNya. (Al-Isra:
44) Keduanya mengatakan bahwa yang dimaksud ialah segala sesuatu yang
bernyawa.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Humaid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Wadih dan Zaid ibnu
Hubab; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Jarir Abul
Khattab yang mengatakan bahwa ketika kami sedang bersama Yazid
Ar-Raqqasyi yang saat itu ditemani oleh Al-Hasan dalam suatu jamuan
makan lalu mereka menghidangkan piring besar (yang terbuat dari kayu).
Maka Yazid Ar-Raqqasyi berkata, "Hai Abu Sa'd, apakah piring ini
bertasbih?" Maka Al-Hasan menjawab, "Ia pernah bertasbih sekali."
Seakan-akan Al-Hasan berpendapat bahwa ketika kayu itu masih dalam
bentuk pohon dan hidup, ia bertasbih. Tetapi setelah dipotong sehingga
menjadi kayu dan mati, maka tasbihnya berhenti.
Barangkali pendapat ini merujuk kepada suatu hadis yang diriwayatkan
melalui Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. melewati dua buah kuburan,
lalu beliau bersabda:
"إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ ، أَمَّا
أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتر مِنَ الْبَوْلِ، وَأَمَّا الْآخَرُ
فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ". ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً،
فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ، ثُمَّ غَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً، ثُمَّ
قَالَ: "لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا".
Sesungguhnya keduanya sedang disiksa dan bukanlah keduanya disiksa
karena dosa besar. Salah seorang di antara keduanya tidak pernah
membersihkan diri setelah buang air kecil, sedangkan yang lainnya gemar
mengadu domba.Setelah itu Nabi Saw. mengambil sebuah pelepah kurma, lalu
membelahnya menjadi dua, kemudian menanamkannya pada masing-masing
dari dua kuburan tersebut. Dan setelah itu beliau Saw. bersabda:
Mudah-mudahan siksaan diringankan dari keduanya selagi kedua pelepah
kurma ini belum kering.
Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab
sahih masing-masing. Sebagian ulama yang membahas hadis ini mengatakan
bahwa sesungguhnya Nabi Saw. mengatakan, "Selagi kedua pelepah kurma ini
belum kering," karena keduanya tetap bertasbih selagi masih hijau
warnanya; dan apabila telah kering, maka berhentilah tasbihnya.
Firman Allah Swt.:
{إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا}
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Al-Isra: 44)
Dengan kata lain, sesungguhnya Allah tidak menyegerakan hukumanNya
terhadap orang yang durhaka kepada-Nya, melainkan menangguhkannya dan
memberinya kesempatan untuk bertobat. Apabila ternyata orang yang
bersangkutan masih tetap pada kekafirannya dan tetap ingkar, maka
barulah Allah menghukumnya sebagai pembalasan dari Tuhan Yang
Mahaperkasa lagi Mahakuasa. Di dalam kitab Sahihain disebutkan oleh
salah satu hadisnya bahwa:
"إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ، حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ
يُفْلِتْهُ". ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ
ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ} الآية،
Sesungguhnya Allah benar-benar memberikan masa tangguh kepada orang yang
zalim; sehingga manakala Allah mengazab-nya, Allah tidak membiarkannya
luput (dari azab-Nya). Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya:
Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri
yang berbuat zalim. (Hud: 102), hingga akhir ayat.
{وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ أَمْلَيْتُ لَهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ ثُمَّ أَخَذْتُهَا وَإِلَيَّ الْمَصِيرُ}
Dan berapalah banyaknya kota yang Aku tangguhkan azab-(Ku) kepadanya,
yang penduduknya berbuat zalim. (Al-Hajj: 48), hingga akhir ayat.
Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zalim. (Al-Hajj: 45)
Dan barang siapa yang menghentikan perbuatan kufur dan maksiatnya, lalu
ia kembali kepada Allah dan bertobat kepada-Nya, maka Allah pun akan
menerima tobatnya. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat
lain melalui firman-Nya:
{وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا}
Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya' dirinya,
kemudian ia mohon ampun kepada Allah. (An-Nisa: 110), hingga akhir ayat.
Dan dalam ayat surat ini Allah Swt. berfirman:
{إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا}
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Al-Isra: 44)
Dalam surat Fafir disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ أَنْ تَزُولا وَلَئِنْ
زَالَتَا إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ إِنَّهُ كَانَ
حَلِيمًا غَفُورًا}
Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan
sungguh jika keduanya akan lenyap, tidak ada seorang pun yang dapat
menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun
lagi Maha Pengampun. (Fathir: 41)
sampai dengan firman-Nya:
وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ
Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia.(Fathir: 45), hingga akhir surat.
Kesalahan kesalahan Umat yang menghilangkan nilai positif.
1.Tidak punya rasa malu melanggar larangan Allah SWT, contoh tidak malu
membuka aurat didepan publik. Ini berarti hilangnya iman dari dalam
dada, karena selemah-lemah iman itu masih ada rasa malu untuk melanggar
kesopanan, tidak adanya rasa malu membuka aurat di depan public sudah
termasuk melanggar kesopanan dan melanggar ketentuan (syariat)agama dan
pertanda imannya tidak melewatii kerongkongan sehingga tidak memenuhi
syarat keimanan yang wajib masuk dalam dada.
2.Tidak bersandar (tawakkal) kepada Allah SWT. Saat datang cobaan,
seorang mukmin sebenarnya hanya menyandarkan diri dengan keyakinan penuh
kepada Allah Ta’ala, tetapi apa yang terjadi? Ketika dicoba Allah
dengan penyakit bukan hati yang berbicara tetapi logikanya, ia berfikir
bahwa dengan obat, atau obat alternative sudah cukup untuk menyembuhkan
sakitnya tanpa bersandar kepada Allah Dzat yang memberi manfaat atau
madharat (bahaya) karena hak Allah-lah menyembuhkan suatu penyakit,
segala obat akan bermanfaat bila selalu bersandar kepada Allah dengan
beriman, bertaqwa dan berdo’a kepadaNya.
Ucapan Nabi Ibrahim as yang menunjukkan sikap besandarnya kepada Allah di saat sakit diabadikan dalam Al Quran :
وَإِذَامَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِيْنِ
Dan apabila Aku sakit, dialah yang menyembuhkan aku, (Surat Asy Syu’ara 80).
Karena itu cobaan sakit atau lainnya harus disikapi dengan benar dengan
bertaubat dan mendekatkan diri kepadaNya. Ada cerita seorang kawan
mengalami suatu penyakit yang menyusahkan, berobat di Indonesia tidak
sembuh, ia berobat ke Amerika, hasilnya nihil, ia berobat ke Australia,
hasilnya sama saja, kemudian berobat ke Jepang, tidak sembuh juga,
tetapi dokter Jepang itu seorang muslim dan menyarankan agar ia bertanya
kepada Ahli Dzikir (Ulama) yang di Indonesia cukup banyak. Sesudah ia
pulang ke Indonesia ia menemui seorang Ulama yang memberinya saran agar
mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melaksanakan puasa sunat.
Setelah advis Ulama itu ia jalankan, hasilnya luar biasa ia sembuh dari
penderitaannya dan ia suka berpusa Senin – Kamis hingga saat ini.
Islam tidak mengesampingkan pengobatan medis maupun non medis, tetapi
cara I’tiqadnya harus yang benar seperti I’tiqad Nabi Ibrahim as, dan
jangan berobat dengan barang haram. Nabi bersabda :
إِنَّ اللهَ تَعَالَى لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيْمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ (رواه طبراني عن أم سلمة) صححه السيوطي جص 72
Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menjadikan kesembuhanmu (dari suatu
penyakit) dengan apa apa yang diharamkan atas kalian. (Riwayat Thabarani
dari Umi Salamah) dishahihkan As Suyuthi, Jami’us Shaghir 72.
3.Ghaflah (lalai dari dzikrullah)yaitu Lalai mengingatNya dan
meninggalkan Dzikrullah. Salah satu amalan sunnah yang istimewa adalah
Dzikrullah, karena dapat menetralisir hal-hal negativ yang masuk pada
diri seseorang. Dzikir yang disikapi dan dihayati dengan benar dapat
mencapai iradatullah yang baik. Perhatikan Firman Allaah berikut ini:
فَلَوْلآ أَنَّه‘ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِيْنَ * لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ*
Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak
mengingat Allah, Niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu
sampai hari berbangkit.(Surat As Shaffat 143-144).
Allah SWT memakai istilah kalau sekiranya atau dengan kata lain
seandainya Nabi Yunus as bukan orang ahli dzikir yang banyak bertasbih
atau memuja muji Allah, benar-benar atau sungguh ia akan tetap dalam
perut ikan itu (artinya akan tewas) hingga hari kebangkitan. Ayat ini
menunjukkan bahwa secara sunatullah tak ada manusia yang dapat hidup
dalam air tanpa peralatan menyelam, tetapi lantaran beliau seorang yang
banyak bertasbih (berdzikir kepada Allah) maka Allah memperlakukan
iradatNya, itulah alasan atau sebab Allah menyelamatkannya, bukan karena
kenabiannya, sehingga setiap muslim yang istiqamah dengan dzikirnya
juga akan diperlakukan Allah yang sama yaitu diselamatkan dari mara
bahaya.
Karena itulah Allah berfirman :
فَاسْتَجَبْنَالَه‘ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَالِكَ نُنْجِى الْمُؤْمِنِيْنَ *
Maka kami Telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada
kedukaan. dan Demikianlah kami selamatkan orang-orang yang beriman.
(Surat Al Anbiya ayat 88.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar