Di antara keberkahan hujan adalah manusia dapat minum darinya, serta
hewan-hewan ternak dan melata. Ia juga dapat menumbuhkan buah-buahan,
pepohonan, dan rerumputan.
Oleh karena itu, air dibutuhkan oleh setiap makhluk hidup sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلا يُؤْمِنُونَ
“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” [QS. Al-Anbiyaa’ : 30].
Al-Imam Ibnu Jariir rahimahullah berkata dalam Tafsir-nya mengenai ayat ini :
وأحيينا بالماء الذي ننزله من السماء كل شيء
“Dan Kami (Allah) menghidupkan segala sesuatu dengan air yang Kami turunkan dari langit”.
Maka, hujan bermanfaat bagi manusia dalam banyak kebutuhan hidup mereka.
Dalam al-Quran, Allah menyebut hujan sebagai sesuatu yang diberkahi,
وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ
Kami turunkan dari langit air yang berkah (banyak manfaatnya) lalu Kami
tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.
(QS. Qaf: 9)
Allah tabaaraka wa ta’ala telah mensifatkan manfaat dan keberkahan
turunnya hujan kepada makhluknya sebagai satu nikmat pada banyak ayat
dalam Al-Qur’an Al-Kariim. Di antaranya adalah firman Allah ta’ala :
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لَكُمْ مِنْهُ شَرَابٌ
وَمِنْهُ شَجَرٌ فِيهِ تُسِيمُونَ * يُنْبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ
وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالأعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ إِنَّ
فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu,
sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan)
tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan
ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman;
zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
memikirkan” [QS. An-Nahl : 10-11].
Allah juga menyebut hujan sebagai rahmat,
وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِن بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ
Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan
rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji (QS.
as-Syura: 28)
Karena itulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang soleh
masa silam, sangat gembira dengan turunnya hujan. Sehingga mereka
mengambil berkah dengan air hujan.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan,
“Kami pernah kehujanan bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap bajunya, lalu
beliau guyurkan badannya dengan hujan. Kamipun bertanya, “Wahai
Rasulullah, mengapa anda melakukan demikian?” Jawab Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى
“Karena hujan ini baru saja Allah ciptakan.” (HR. Ahmad 12700, Muslim 2120, dan yang lainnya)
Al-Qurthubi mengatakan,
وهذا منه صلى الله عليه وسلم تبرك بالمطر ، واستشفاء به ؛ لأن الله تعالى
قد سماه رحمة ، ومباركا ، وطهورا ، وجعله سبب الحياة ، ومبعدا عن العقوبة ،
ويستفاد منه احترام المطر ، وترك الاستهانة به
Praktek dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menunjukkan bentuk
tabarruk (ngalap berkah) dengan hujan. Dan menjadikannya sebagai obat.
Karena Allah menyebut hujan dengan rahmat, mubarok (berkah), dan thahur
(alat bersuci). Allah jadikan hujan sebagai sebab kehidupan dan tanda
terhindar dari hukuman, yang memberi kesimpulan agar kita menghormati
hujan dan tidak menghina hujan. (al-Mufhim lima Asykala min Talkhis
Shahih Muslim, 2/546).
Kemudian dalam hadis lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara
sengaja menghujankan dirinya ketika khutbah di masjid. Anas bin Malik
menceritakan,
ثُمَّ لَمْ يَنْزِلْ عَنْ مِنْبَرِهِ حَتَّى رَأَيْتُ الْمَطَرَ يَتَحَادَرُ عَلَى لِحْيَتِهِ
Kemudian beliau tidak turun dari mimbarnya hingga saya melihat air hujan menetes dari jenggot beliau. (HR. Bukhari 1033)
Ketika membawakan hadis ini, Imam Bukhari memberikan judul bab dalam kitab shahinya,
باب من تمطر في المطر حتى يتحادر على لحيته
Bab orang yang menghujankan diri hingga air menetes di jenggotnya.
Al-Hafidz Ibnu Hajar menilai bahwa tindakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menghujankan diri beliau adalah suatu kesengajaan, dan bukan
kebetulan. Karena andai beliau tidak sengaja, tentu beliau akan
menyelesaikan khutbahnya ketika mendung kemudian berteduh. Namun beliau
terus melanjutkan khutbahnya, ketika hujan turun, sampai membasahi
jenggot beliau. (Simak Fathul Bari, 2/520).
Demikian pula yang dilakukan oleh para sahabat. Mereka hujan-hujanan dalam rangka ngalap berkah.
Ibnu Abi Syaibah menyebutkan beberapa riwayat dari para sahabat, dan beliau memberikan judul bab,
مَنْ كَانَ يتمطّر فِي أوّلِ مطرةٍ
Orang yang hujan-hujanan ketika pertama kali turun hujan.
Selanjutnya Ibnu Abi Syaibah menyebutkan beberapa riwayat berikut,
عَن بُنَانَةَ ، أَنَّ عُثْمَانَ كَانَ يَتَمَطَّرُ فِي أَوَّلِ مَطْرَةٍ
Dari Bunanah, bahwa Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu hujan-hujanan di awal turunnya hujan.
عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ ، أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ كَانَ يَتَمَطَّرُ ،
يُخْرِجُ ثِيَابَهُ حَتَّى يُخْرِجَ سَرْجَهُ فِي أَوَّلِ مَطْرَةٍ
Dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma
hujan-hujanan, beliau mengeluarkan pakaiannya, hingga pelananya di awal
turunnya hujan.
عَنْ عَلِيٍّ ، أَنَّهُ كَانَ إذَا رأى الْمَطَرَ خَلَعَ ثِيَابَهُ وَجَلَسَ ، وَيَقُولُ : حدِيثُ عَهْدٍ بِالْعَرْشِ
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, bahwa apabila beliau melihat
hujan, beliau melepas bajunya lalu duduk. Sambil mengatakan, “Baru saja
datang dari Arsy.”
(Mushannaf Ibn Abi Syaibah, 8/554).
Juga firman Allah tabaaraka wa ta’ala :
وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ
جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ * وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَهَا طَلْعٌ
نَضِيدٌ * رِزْقًا لِلْعِبَادِ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا
كَذَلِكَ الْخُرُوجُ
“Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami
tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.
dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang
bersusun-susun, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang
yang bersusun-susun. untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan
Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah
terjadinya kebangkitan.” [QS. Qaaf : 9-11].
Yang dimaksud dengan tanah yang mati ialah tanah yang tandus; setelah
Allah menurunkan air hujan padanya, maka suburlah tanah itu dan
menumbuhkan berbagai macam tetumbuhan yang subur lagi berbunga dan lain
sebagainya yang memukaukan pandangan mata keindahannya, padahal sebelum
itu tanah tersebut tidak ada tetumbuhannya. Maka setelah hujan
diturunkan kepadanya, menjadi subur dan hijaulah karena
tumbuh-tumbuhannya. Demikianlah perumpamaan hari berbangkit sesudah
mati, dan demikianlah perumpamaan Allah menghidupkan orang-orang yang
telah mati di hari kemudian nanti.
Pemandangan serta bukti yang nyata ini merupakan sebagian dari kekuasaan
Allah Swt. Yang Mahabesar, bahkan lebih besar daripada apa yang
diingkari oleh orang-orang yang tidak percaya dengan adanya hari
berbangkit. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{لَخَلْقُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ}
Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia.(Al-Mu’min: 57)
{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ
وَلَمْ يَعْيَ بِخَلْقِهِنَّ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى
بَلَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang
menciptakan langit dan bumi dan Dia tidak merasa payah karena
menciptakannya, kuasa menghidupkan orang-orang mati? Ya(bahkan)
sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Ahqaf: 33)
Dan firman Allah Swt.:
{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الأرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنزلْنَا
عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا
لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Dan sebagian dari tanda-tanda-Nya bahwa kamu melihat bumi itu kering
tandus, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak
dan subur. Sesungguhnya Tuhan yang menghidupkannya tentu dapat
menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
(Fushshilat: 39)
Allah ta’ala menyebutkan hujan sebagai kebersihan dan rahmat,
sebagaimana telah lalu penjelasannya. Allah juga menamainya dengan
rizki, berdasarkan firman-Nya :
وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ رِزْقٍ فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا
“Dan rizki yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya dengan
air hujan itu bumi sesudah matinya” [QS. Al-Jaatsiyyah : 5].
Al-Imam Al-Baghawiy rahimahullah berkata :
يعني الغيث الذي هو سبب أرزاق العباد.
“Yaitu hujan yang merupakan sebab diberikannya rizki seorang hamba”.
Bolehkah Dijadikan Obat?
Seperti yang kita tahu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabat, mereka mencari berkah dengan turunnya hujan. Kita tidak tahu,
apakah mereka melakukan semacam itu dalam rangka pengobatan atau sebatas
mencari berkah. Hanya saja, zahir riwayat di atas menunjukkan bahwa
mereka tidak minum air hujan itu. Mereka hanya hujan-hujanan, mandi
dengan air hujan atau berwudhu dengan air hujan.
Karena itu, menjadikan air hujan sebagai obat dengan cara diminum, ini butuh dalil atau bukti secara ilmiah.
Dalam fatwa Islam, terdapat pertanyaan tentang hukum menjadi air hujan sebagai obat. Keterangan dalam fatwa islam,
فمن حرص على التعرض للمطر والإصابة منه بالغسل أو الشرب تبركا به ، فلا بأس
عليه ولا حرج .ولكن لا ينبغي نسبة الشفاء إلى هذا الماء إلا بدليل ، وإن
كانت البركة الثابتة لهذا الماء قد تنفع في العلاج ، ولكن لا نجزم بوقوع
العلاج والشفاء ما لم يرد نص شرعي خاص به ، ولا ينبغي الجزم بذلك للناس
Orang yang hujan-hujanan atau mandi hujan atau meminumnya dalam rangka
mencari berkah, hukumnya boleh dan tidak berdosa. Hanya saja, selayaknya
tidak meyakini air ini sebaai obat, kecuali berdasarkan bukti. Meskipun
keberkahan air hujan, bisa jadi bermanfaat untuk pengobatan. Akan
tetapi, kita tidak menegaskan adanya unsur obat, selama tidak ada dalil
yang secara khusus menyebutkan hal ini. Dan tidak selayaknya menegaskan
hal itu kepada masyarakat. (Fatawa Islam, 164231)
Salah satu cara untuk menjaga kesehatan secara alami dan Islami adalah
dengan memperbanyak minum air. Kenapa harus meminum air? Karena selain
tubuh kita membutuhkan air, Allah juga memerintahkan agar kita dapat
memberikan tubuh dengan air yang cukup.
Air merupakan komponen terbanyak dalam tubuh kita, bahkan saat kita
masih menjadi janin, kandungan air dalam tubuh hampir mendekati 100%,
kemudian setelah lahir kandungan air dalam tubuh mulai berkurang menjadi
80%, saat dewasa menjadi 70%, dan ketika sudah lanjut usia bisa menjadi
50%. Fenomena semacam ini sudah dijelaskan oleh Allah di dalam
firman-Nya:
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاء بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيرًا
“Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu dia jadikan
manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha
Kuasa.” (Qs. Al Furqan : 54)
Yang lebih mengejutkan lagi, kalau kita perhatikan bumi yang kita
tempati ini, ternyata komponen yang terbanyak adalah air, bukankah
lautan luasnya 3 kali lipat dari daratan? Sungguh Maha Benar Allah, jauh
sebelumnya Allah telah menyatakan hal ini di dalam salah satu
firman-Nya:
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ كَانَتَا
رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ
أَفَلا يُؤْمِنُونَ (30) وَجَعَلْنَا فِي الأرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ
بِهِمْ وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلا لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ (31)
وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا مَحْفُوظًا وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا
مُعْرِضُونَ (32) وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ (33)
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan
antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.
Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? Dan telah Kami jadikan di
bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) guncang
bersama mereka, dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan
yang luas, agar mereka mendapat petunjuk. Dan Kami menjadikan langit itu
sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala
tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya. Dan Dialah yang
telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing
dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.[QS. Al-Anbiyaa’ :
30-33].
Allah Swt. berfirman seraya mengingatkan (manusia) akan kekuasaanNya
Yang Mahasempurna lagi Mahabesar dalam menciptakan segala sesuatu dan
semua makhluk tunduk kepada Keperkasaan-Nya. Untuk itu disebutkan dalam
ayat berikut:
{أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا}
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui. (Al-Anbiya: 30)
Yakni orang-orang yang mengingkari ketuhanan-Nya lagi menyembah yang
lain bersama Dia. Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah, Dialah Yang
Maha Menyendiri dalam menciptakan makhluk-Nya, lagi Mahakuasa dalam
mengatur makhluk-Nya. Maka apakah pantas bila Dia disembah bersama
dengan yang selain-Nya, atau mempersekutukan-Nya dengan yang lain?
Tidakkah mereka perhatikan bahwa langit dan bumi itu pada asalnya
menyatu. Dengan kata lain, satu sama lainnya menyatu dan
bertumpuk-tumpuk pada mulanya. Lalu keduanya dipisahkan dari yang lain,
maka langit dijadikan-Nya tujuh lapis, bumi dijadikan-Nya tujuh lapis
pula. Dia memisahkan antara langit yang terdekat dan bumi dengan udara,
sehingga langit dapat menurunkan hujannya dan dapat membuat tanah (bumi)
menjadi subur karenanya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلا يُؤْمِنُونَ}
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (Al-Anbiya: 30)
Padahal mereka menyaksikan semua makhluk tumbuh sedikit demi sedikit
dengan jelas dan gamblang. Semuanya itu menunjukkan adanya Pencipta,
Yang Membuat semuanya, Berkehendak Memilih, dan Mahakuasa atas segala
sesuatu.
فَفِي كُلّ شَيْءٍ لَهُ آيَة ... تَدُلّ علَى أنَّه وَاحد ...
Pada segala sesuatu terdapat tanda (yang menunjukkan kekuasaan)-Nya, bahwa Dia adalah Maha Esa.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari ayahnya, dari Ikrimah, bahwa
Ibnu Abbas pernah ditanya, "Apakah pada permulaannya penciptaan malam
lebih dahulu, ataukah siang lebih dahulu?" Ibnu Abbas menjawab,
"Bagaimanakah menurut kalian, langit dan bumi saat keduanya masih
menjadi satu, tentu di antara keduanya tiada lain kecuali hanya
kegelapan. Demikian itu agar kalian mengetahui bahwa malam itu terjadi
sebelum siang."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abu Hamzah, telah menceritakan
kepada kami Hatim dari Hamzah ibnu Abu Muhammad, dari Abdullah ibnu
Dinar, dari Ibnu Umar, bahwa pernah ada seorang lelaki datang kepadanya
menanyakan langit dan bumi yang dahulunya suatu yang padu, lalu Allah
memisahkan keduanya. Ibnu Umar berkata, " Pergilah kepada syekh itu,
lalu tanyakanlah kepadanya, kemudian datanglah kamu kemari dan
ceritakanlah kepadaku apa yang telah dikatakannya." Lelaki itu pergi
menemui Ibnu Abbas dan menanyakan masalah itu kepadanya. Ibnu Abbas
menjawab, "Ya, memang dahulunya langit itu terpadu, tidak dapat
menurunkan hujan; dan bumi terpadu (dengannya) sehingga tidak dapat
menumbuhkan tetumbuhan. Setelah Allah menciptakan bagi bumi orang yang
menghuninya, maka Dia memisahkan langit dari bumi dengan menurunkan
hujan, dan memisahkan bumi dari langit dengan menumbuhkan tetumbuhan."
Lelaki itu kembali kepada Ibnu Umar dan menceritakan kepadanya apa yang
telah dikatakan oleh Ibnu Abbas. Maka Ibnu Umar berkata, "Sekarang aku
mengetahui bahwa Ibnu Abbas telah dianugerahi ilmu tentang Al-Qur'an.
Dia benar, memang demikianlah pada asal mulanya." Ibnu Umar mengatakan,
"Sebelumnya aku sering mengatakan bahwa betapa beraninya Ibnu Abbas
dalam menafsirkan Al-Qur'an, sekarang aku mengetahui bahwa dia
benar-benar telah dianugerahi ilmu takwil Al-Our'an."
Atiyyah Al-Aufi mengatakan bahwa langit ini dahulunya merupakan sesuatu
yang terpadu, tidak dapat menurunkan hujan, lalu menurunkan hujan. Bumi
ini juga dahulunya merupakan sesuatu yang terpadu tidak dapat
menumbuhkan tetumbuhan, lalu dijadikan dapat menumbuhkan tetumbuhan.
Ismail ibnu Abu Khalid mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu
Saleh Al-Hanafi tentang makna firman-Nya: bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang terpadu, kemudian Kami pisahkan
antara keduanya. (Al-Anbiya: 30) Bahwa langit dahulunya menyatu, lalu
dipisahkan menjadi tujuh lapis langit; dan bumi dahulunya menyatu, lalu
dipisah-pisahkan menjadi tujuh lapis.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, hanya ditambahkan dalam
riwayatnya bahwa langit dan bumi menjadi tidak saling berkaitan.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, bahkan langit dan bumi pada mulanya saling
melekat; setelah langit ditinggikan dan ditampakkan darinya bumi ini,
maka kejadian inilah yang disebutkan 'pemisahan' dalam Al-Qur'an.
Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa langit dan bumi merupakan suatu
yang terpadu, lalu dipisahkan di antara keduanya oleh udara ini.
Firman Allah Swt.:
{وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ}
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. (Al-Anbiya: 30)
Yakni air merupakan asal mula dari semua makhluk hidup.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو
الْجَمَاهِرِ ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ بَشِيرٍ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ
عَنِ أَبِي مَيْمُونَةَ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ: يَا
نَبِيَّ اللَّهِ إِذَا رَأَيْتُكَ قَرَّتْ عَيْنِي، وَطَابَتْ نَفْسِي،
فَأَخْبِرْنِي عَنْ كُلِّ شَيْءٍ، قَالَ: "كُلُّ شَيْءٍ خُلِقَ مِنْ
مَاءٍ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abul Jamahir, telah menceritakan kepada kami
Sa'id ibnu Basyir, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Abu
Maimunah, dari Abu Hurairah, bahwa ia pernah berkata kepada Nabi Saw.,
"Wahai Nabiyullah, apabila aku melihatmu pandanganku menjadi tenang dan
hatiku senang. Maka ceritakanlah kepadaku tentang segala sesuatu."
Rasulullah Saw. bersabda: Segala sesuatu diciptakan dari air.
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا هَمَّامٌ،
عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ أَبِي مَيْمُونَةَ، عَنِ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي إِذَا رَأَيْتُكَ طَابَتْ نَفْسِي،
وَقَرَّتْ عَيْنِي، فَأَنْبِئْنِي عَنْ كُلِّ شَيْءٍ. قَالَ: "كُلُّ شَيْءٍ
خُلِقَ مِنْ مَاءٍ" قَالَ: قُلْتُ: أَنْبِئْنِي عَنِ أَمْرٍ إِذَا عملتُ
بِهِ دَخَلَتُ الْجَنَّةَ. قَالَ: "أفْش السَّلَامَ، وَأَطْعِمِ
الطَّعَامَ، وصِل الْأَرْحَامَ، وَقُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ،
ثُمَّ ادْخُلِ الجنَّة بِسَلَامٍ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah
menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Abu Maimunah, dari
Abu Hurairah yang mengatakan bahwa ia pernah mengatakan kepada
Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, apabila aku melihatmu, jiwaku merasa
senang dan pandangan mataku merasa tenang. Maka ceritakanlah kepadaku
tentang segala sesuatu." Rasulullah Saw. bersabda: Segala sesuatu
diciptakan dari air. Aku berkata lagi, "Ceritakanlah kepadaku tentang
suatu amalan yang bila kukerjakan dapat mengantarkan diriku untuk masuk
surga." Rasulullah Saw. bersabda: Sebarkanlah salam, berilah makan,
bersilaturahmilah, dan salatlah di malam hari di saat manusia sedang
tidur, maka kamu dapat masuk surga dengan selamat.
Abdus Samad dan Affan serta Bahz telah meriwayatkan hadis ini dari
Hammam. Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid, sanadnya
sesuai dengan syarat Sahihain, hanya Abu Maimunah adalah salah seorang
perawi kitab sunan, nama aslinya Sulaim. Imam Turmuzi menilainya sahih.
Sa'id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan hadis ini secara mursal dari
Qatadah.
Firman Allah Swt.:
{وَجَعَلْنَا فِي الأرْضِ رَوَاسِيَ}
Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung. (Al-Anbiya: 31)
Yaitu gunung-gunung yang dipancangkan di bumi agar bumi stabil dan
tetap, supaya tidak guncang bersama manusia. Yakni agar bumi tidak
bergoyang dan terjadi gempa yang akan membuat manusia hidup tidak tenang
di permukaannya. Bumi itu tenggelam di dalam air kecuali hanya
seperempatnya saja yang menonjol di atas permukaan air untuk mendapat
udara dan sinar matahari, agar penduduknya dapat melihat langit dan
segala sesuatu yang ada padanya berupa tanda-tanda yang memukaukan dan
hikmah-hikmah serta dalil-dalil yang menunjukkan akan kekuasaanNya.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{أَنْ تَمِيدَ بِهِمْ}
supaya bumi itu (tidak) guncang bersama mereka. (Al-Anbiya: 31)
Maksudnya, agar bumi tidak mengguncangkan mereka.
{وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلا}
dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas. (Al-Anbiya: 31)
Yakni celah-celah di gunung-gunung itu yang dapat mereka jadikan sebagai
jalan-jalan dari suatu daerah ke daerah yang lain dan dari suatu
kawasan ke kawasan yang lain. Seperti halnya yang kita saksikan, bahwa
gunung itu menjadi pembatas alam antara satu negeri dengan negeri yang
lain. Maka Allah menjadikan padanya celah-celah dan lereng-lereng agar
manusia dapat menempuhnya dari suatu negeri ke negeri lainnya dengan
melaluinya. Karena itulah disebutkan oleh firman selanjutnya:
{لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ}
agar mereka mendapat petunjuk. (Al-Anbiya: 31)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا}
Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara. (Al-Anbiya: 32)
Yakni di atas bumi, langit bagaikan kubah (atap)nya. Seperti halnya yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ}
Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya. (Adz-Dzariyat: 47)
Dan Allah Swt. berfirman:
{وَالسَّمَاءِ وَمَا بَنَاهَا}
dan langit serta pembinaannya. (Asy-Syams: 5)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{أَفَلَمْ يَنْظُرُوا إِلَى السَّمَاءِ فَوْقَهُمْ كَيْفَ بَنَيْنَاهَا وَزَيَّنَّاهَا وَمَا لَهَا مِنْ فُرُوجٍ}
Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka,
bagaimana Kami meninggikan dan menghiasinya, dan langit itu tidak
mempunyai retak-retak sedikit pun? (Qaf: 6)
Al-bina artinya pilar kubah, seperti pengertian yang terdapat di dalam sabda Rasulullah Saw. yang mengatakan:
"بُنِي الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ"
Islam dibangun di atas lima pilar.
Maksudnya, lima buah pilar penyangga. Hal ini tiada lain menurut kebiasaan orang-orang Arab disebutkan untuk bangunan kemah.
Mahfuzan, artinya yang terpelihara; yakni tinggi dan terjaga agar tidak dapat dicapai.
Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah ditinggikan.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ،
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدَّشْتَكي، حَدَّثَنِي
أَبِي، عَنِ أَبِيهِ، عَنِ أَشْعَثَ -يَعْنِي ابْنَ إسحاق القُمِّي-عَنْ
جَعْفَرِ بْنِ أَبِي الْمُغِيرَةِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْر، عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ، قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا هَذِهِ السَّمَاءُ،
قَالَ: "مَوْجٌ مَكْفُوفٌ عَنْكُمْ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul
Husain, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman
Ad-Dusytuki, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari
Asy'as (yakni Ibnu Ishaq Al-Qummi), dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari
Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan, bahwa pernah
seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah,
apakah langit ini?" Rasulullah Saw. menjawab, "Gelombang yang dicegah
dari kalian (agar tidak runtuh menimpa kalian)."
Sanad hadis berpredikat garib.
Firman Allah Swt.:
{وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ}
sedangkan mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya. (Al-Anbiya: 32)
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam firman-Nya:
{وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ}
Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi
yang mereka melaluinya, sedangkan mereka berpaling dari padanya. (Yusuf:
105)
Yakni mereka tidak mau memikirkan tentang apa yang telah diciptakan oleh
Allah padanya (langit), seperti luasnya yang sangat besar dan
ketinggiannya yang tak terperikan, bintang-bintang yang menghiasinya
—baik yang tetap maupun yang beredar— yang tampak di malam dan siang
harinya dari matahari ini yang menempuh cakrawala langit seluruhnya
dalam waktu sehari semalam, maka matahari beredar dengan kecepatan yang
tiada seorang pun mengetahuinya selain dari Allah yang telah
mengadakannya, menundukkannya dan memperjalankannya, begitu pula dengan
matahari dan rembulannya.
Ibnu Abud Dunia telah menuturkan sebuah kisah di dalam kitabnya yang
berjudul At-Tafakkur wal I'tibar, bahwa sejumlah ahli ibadah Bani Israil
melakukan tana brataselama tiga puluh tahun. Seseorang dari mereka bila
melakukan ibadah selama tiga puluh tahun, pasti ia dinaungi oleh awan.
Tetapi ada seseorang dari mereka yang sudah menjalani ibadahnya selama
tiga puluh tahun, namun masih juga tidak ada awan yang menaunginya,
tidak seperti yang terjadi pada teman-temannya. Lalu lelaki itu mengadu
kepada ibunya tentang apa yang dialaminya. Maka ibunya menjawab, "Hai
anakku, barangkali engkau berbuat dosa dalam masa ibadahmu itu?" Ia
menjawab, "Tidak. Demi Allah, saya tidak pernah melakukan suatu dosa
pun." Ibunya berkata lagi, "Barangkali kamu berniat akan melakukan
dosa." Ia menjawab, "Tidak, saya tidak pernah berniat seperti itu."
Ibunya berkata lagi, "Barangkali kamu sering mengangkat kepalamu ke arah
langit, lalu menundukkannya tanpa merenungkannya?" Ia menjawab, "Ya,
saya sering melakukan hal itu." Ibunya berkata, "Itulah kesalahan yang
kamu lakukan."
Kemudian Ibnu Abud Dunia membacakan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ}
Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang. (Al-Anbiya: 33)
Yakni malam hari dengan kegelapan dan ketenangannya, dan siang hari
dengan cahaya dan keramaiannya. Terkadang waktu yang satu lebih panjang,
dan yang lainnya lebih pendek. Begitu pula sebaliknya.
{وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ}
matahari dan bulan. (Al-Anbiya: 33)
Matahari mempunyai cahaya tersendiri begitu pula garis edarnya. Bulan
kelihatan mempunyai cahaya yang berbeda serta garis edar yang berbeda
pula. Masing-masing menunjukkan waktu yang berbeda.
كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (Al-Anbiya: 33)
Yaitu beredar.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa matahari dan bulan masing-masing beredar
pada garis edarnya, sebagaimana alat tenun dalam operasinya berputar
pada falkah(bandul)nya.
Mujahid mengatakan bahwa alat tenun tidaklah berputar kecuali bila
bandulnya berputar; begitu pula bandul alat tenun, ia tidak berputar
kecuali bila alat tenunnya berputar. Demikian pula bintang-bintang,
matahari dan bulan, semuanya beredar pada garis edarnya masing-masing
dengan teratur dan rapi (sehingga tidak terjadi tabrakan). Perihalnya
sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَالِقُ الإصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ}
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan
(menjadikan)matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah
Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am:96)
Ayat Ayat di atas mengisyaratkan bahwa kalau kita ingin hidup yang lebih
sempurna dan lebih sehat hendaknya kita mengkomsumsi air dalam jumlah
yang cukup, baik untuk diminum, atau untuk membersihkan diri dan
lingkungan, maupun untuk bersuci.
Para ahli menjelaskan bahwa air merupakan komponen utama sel, jaringan,
dan organ manusia. Penurunan total cairan tubuh bisa menyebabkan
penurunan volume cairan, baik intrasel maupun ekstrasel, yang dapat
berimbas pada kegagalan organ, bahkan kematian.
Selain itu, air diyakini dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti
penyakit jantung, rematik, kerusakan kulit, penyakit saluran nafas,
usus, penyakit kewanitaan, bahkan bisa mengobati penyakit stroke.
Seseorang yang mandi pada pagi hari dengan air, maka peredaran darahnya
akan membaik sehingga tubuh terasa lebih bugar, produksi sel darah
putih dalam tubuh akan meningkat, begitu juga produksi hormon
testosteron pada pria dan hormon estrogen pada wanita ikut meningkat
juga, serta memberikan kekebalan terhadap virus.
Al Qur’an telah nenyampaikan kepada kita suatu cairan yang paling
berkualitas, yaitu air yang berfungsi untuk membersihkan segala sesuatu.
Allah swt berfirman:
وَهُوَ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ
وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا * لِنُحْيِيَ بِهِ بَلْدَةً
مَيْتًا وَنُسْقِيَهُ مِمَّا خَلَقْنَا أَنْعَامًا وَأَنَاسِيَّ كَثِيرًا *
وَلَقَدْ صَرَّفْنَاهُ بَيْنَهُمْ لِيَذَّكَّرُوا فَأَبَى أَكْثَرُ
النَّاسِ إِلا كُفُورًا
“Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat
sebelum kedatangan rahmat-nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air
yang amat bersih, agar Kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah)
yang mati, dan agar Kami memberi minum dengan air itu sebagian besar
dari makhluk Kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak. Dan
sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu di antara manusia
supaya mereka mengambil pelajaran (daripadanya); maka kebanyakan manusia
itu tidak mau kecuali mengingkari (nikmat)” [QS. Al-Furqaan : 48-50].
Di sisi lain, ternyata Allah swt di dalam berbagai ayat dalam Al Qur’an,
menjelaskan bahwa bumi yang kering dan mati bisa dihidupkan lagi dengan
turunnya hujan dari langit, sehingga bumi tersebut menjadi subur
kembali dan menumbuhkan berbagai macam tanaman yang bisa dimakan oleh
manusia dan binatang-binatang yang lain. Sungguh Maha Besar Allah yang
telah mengatur demikian rapinya kehidupan mahluk di muka bumi ini.
Bahkan secara gamblang, Allah menjelaskan fungsi air hujan yang
diturunkan di muka bumi ini untuk berlangsungnya kehidupan kaum
muslimin. Allah berfirman:
إِذْ يُغَشِّيكُمُ النُّعَاسَ أَمَنَةً مِنْهُ وَيُنزلُ عَلَيْكُمْ مِنَ
السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ
الشَّيْطَانِ وَلِيَرْبِطَ عَلَى قُلُوبِكُمْ وَيُثَبِّتَ بِهِ الأقْدَامَ
“(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu
penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari
langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari
kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan
memperteguh dengannya telapak kakimu“ (Qs Al Anfal:11)
Demikian secara sekilas fungsi air yang disebutkan oleh Al Qur’an,
mudah-mudahan dengan selalu mengkomsusi air, tubuh kita sehat selalu,
ibadah kita lancar serta lingkungan kita menjadi bersih, yang
selanjutnya akan membawa kebahagian kita di dunia dan akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar