AL-Qur’an adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam percaya bahwa
AL-Qur’an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan
untuk manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW. Melalui pelantaraan malaikat Jibril dan sebagi wahyu
pertama yang diterima Nabi SAW.
Al-Qur’an memiliki multifungsi yang selalu cocok dengan fenomena
kehidupan, hal ini merupakan salah satu mukjizat yang dimiliki
AL-Qur’an. AL-Qur’an diturunkan tidak sekaligus, namun sedikit demi
sedikit baik beberapa ayat ataupun langsung satu surat.
Dalam kehidupan kita tak lepas dari ujian dan cobaan yang harus kita
jalani dan hadapi dengan ikhlas. Ujian ini merupakan nikmat tersendiri,
karena dengan mengetahuinya kita dapat mempersiapkan diri untuk dapat
menghadapi berbagai realira kehidupan . Ujian diperlukan untuk kenaikan
tingkat ujian itu sendiri,sedangkan yang buruk itu adalah kegagalan
menghadapinya.
Keadaan manusia seperti roda berputar, kadang senang kadang sedih. Ada
kala bahagia, ada kala sengsara. Hari ini sehat, besok sakit, minggu
kemarin musibah datang, minggu ini keceriaan yang ada. Bulan kemarin
rezeki banyak, bulan ini rezeki berkurang. Itulah kehidupan yang
dirasakan manusia.
Seorang mukmin, mengetahui bahwasanya kehidupan dunia hanya sementara,
kehidupan yang kekal adalah di akhirat. Oleh karena itu seorang mukmin
tentunya harus mengetahui, hidup di dunia penuh berbagai ujian guna
untuk mengetahui siapakah manusia yang paling baik amalannya diantara
kita.
Hal tersebut telah Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an yang artinya “Maha
suci Allah yang menguasai (segala kerajaan) dan Dia kuasa atas segala
sesuatu yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kalian, siapa
diantara kalian yang lebih baik amalannya. Dan Dia Maha Perkasa dan Maha
Pengampun.” (Al Mulk : 1-2)
Dengan kita mengetahui arti ujian kehidupan di dunia, maka jiwa akan
lapang, badan akan bersemangat. Pikiran pun cemerlang dan bertindak
dengan tenang dan pasti, disertai memohon pertolongan kepada Allah.
Sehingga ketika datang berbagai macam musibah berupa ketakutan, adanya
kesenggangan dalam keluarga, kurangnya rezeki maka dihadapi dengan
sabar, lapang dada dan terus mencari jalan keluar disertai mengharap
pahala dengan kesabaran tersebut dan balasan-balasan lainnya, tanpa
adanya putus asa, keluh kesah atau menuduh Allah dengan tuduhan-tuduhan
yang buruk.
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ
الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155)
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا
إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ
وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Inna
lillahi wainna ilaihi raji'un." Mereka itulah yang mendapat keberkatan
yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang
yang mendapat petunjuk. (QS Al-Baqoroh Ayat 155-157)
Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia pasti menimpakan cobaan kepada
hamba-hamba-Nya, yakni melatih dan menguji mereka. Seperti yang
disebutkan di dalam firman lainnya, yaitu:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَا أَخْبارَكُمْ
Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian agar Kami
mengetahui (supaya nyata) orang-orang yang berjihad dan bersabar di
antara kalian; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwal
kalian. (Muhammad: 31)
Adakalanya Allah Swt. mengujinya dengan kesenangan dan adakalanya
mengujinya dengan kesengsaraan berupa rasa takut dan rasa lapar, seperti
yang disebutkan di dalam firman-Nya:
فَأَذاقَهَا اللَّهُ لِباسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ
Karena itu, Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan. (An-Nahl: 112)
Di dalam surat ini Allah Swt. berfirman:
{بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ}
dengan sedikit ketakutan dan kelaparan. (Al-Baqarah: 155)
Yang dimaksud dengan sesuatu ialah sedikit.
Sedangkan firman-Nya:
{وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ}
dan kekurangan harta. (Al-Baqarah: 155)
Yakni lenyapnya sebagian harta.
{وَالأنْفُسِ}
dan kekurangan jiwa. (Al-Baqarah: 155)
Yaitu dengan meninggalnya teman-teman, kaum kerabat, dan kekasih-kekasih.
{وَالثَّمَرَاتِ}
dan kekurangan buah-buahan. (Al-Baqarah: 155)
Yakni kebun dan lahan pertanian tanamannya tidak menghasilkan buahnya
sebagaimana kebiasaannya (menurun produksinya). Sebagian ulama Salaf
mengatakan bahwa sebagian pohon kurma sering tidak berbuah; hal ini dan
yang semisal dengannya merupakan suatu cobaan yang ditimpakan oleh Allah
Swt. kepada hamba-hamba-Nya. Barang siapa yang sabar, maka ia mendapat
pahala; dan barang siapa tidak sabar, maka azab-Nya akan menimpanya.
Karena itulah, maka di penghujung ayat ini disebutkan:
{وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ}
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Al-Baqarah: 155)
Salah seorang Mufassirin meriwayatkan bahwa makna yarg dimaksud dengan
al-khauf ialah takut kepada Allah, al-ju'u ialah puasa bulan
Ramadan,naqsul amwal ialah zakat harta benda, al-anfus ialah berbagai
macam sakit, dan samarat ialah anak-anak. Akan tetapi, pendapat ini
masih perlu dipertimbangkan.
Kemudian Allah menerangkan bahwa orang-orang yang sabar yang mendapat
pahala dari Allah ialah mereka yang disebutkan di dalam firman berikut:
{الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ}
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. (Al-Baqarah: 156)
Yakni mereka menghibur dirinya dengan mengucapkan kalimat tersebut
manakala mereka tertimpa musibah, dan mereka yakin bahwa diri mereka
adalah milik Allah. Dia memberlakukan terhadap hamba-hamba-Nya menurut
apa yang Dia kehendaki. Mereka meyakini bahwa Allah tidak akan
menyia-nyiakan pahala di sisi-Nya seberat biji sawi pun kelak di hari
kiamat. Maka ucapan ini menanamkan di dalam hati mereka suatu pengakuan
yang menyatakan bahwa diri mereka adalah hamba-hamba-Nya dan mereka
pasti akan kembali kepada-Nya di hari akhirat nanti. Karena itulah maka
Allah Swt. memberita-hukan tentang pahala yang akan diberikan-Nya kepada
mereka sebagai imbalan dari hal tersebut melalui firman-Nya:
{أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ}
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya. (Al-Baqarah: 157)
Maksudnya, mendapat pujian dari Allah Swt. Sedangkan menurut Sa'id ibnu Jubair, yang dimaksud ialah aman dari siksa Allah.
Firman Allah Swt.:
{وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ}
Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 157)
Amirul Muminin Umar ibnul Khattab r.a. pernah mengatakan bahwa
sebaik-baik kedua jenis pahala ialah yang disebutkan di dalam
firman-Nya:Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan
rahmat dari Tuhannya. (Al-Baqarah: 157) Kedua jenis pahala tersebut
adalah berkah dan rahmat yang sempurna. Dan apa yang disebutkan oleh
firman-Nya: Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
(Al-Baqarah: 157) adalah pahala tambahannya, yang ditambahkan kepada
salah satu dari kedua sisi timbangan hingga beratnya bertambah. Demikian
pula keadaan mereka; mereka diberi pahala yang setimpal berikut
tambahannya.
Sehubungan dengan pahala membaca istirja' di saat tertimpa musibah,
banyak hadis-hadis yang menerangkannya. Yang dimaksud dengan istirja'
ialah ucapan Inna lillahi wainna ilaihi raji'un (Sesungguhnya kita
adalah milik Allah dan hanya kepada-Nyalah kita semua dikembalikan).
Antara lain ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang mengatakan:
حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا لَيْثٌ -يَعْنِي ابْنَ سَعْدٍ -عَنْ
يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُسَامَةَ بْنِ الْهَادِ، عَنْ عَمْرِو
بْنِ أَبِي عَمْرو، عَنِ الْمُطَّلِبِ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ:
أَتَانِي أَبُو سَلَمَةَ يَوْمًا مِنْ عِنْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: لَقَدْ سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْلًا سُررْتُ بِهِ. قَالَ:
"لَا يُصِيبُ أَحَدًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ مُصِيبَةٌ فَيَسْتَرْجِعُ عِنْدَ
مُصِيبَتِهِ، ثُمَّ يَقُولُ: اللَّهُمَّ أجُرني فِي مُصِيبَتِي واخلُف لِي
خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا فُعِل ذَلِكَ بِهِ". قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ:
فَحَفِظْتُ ذَلِكَ مِنْهُ، فَلَمَّا تُوُفِّيَ أَبُو سَلَمَةَ
اسْتَرْجَعْتُ وَقُلْتُ: اللَّهُمَّ أَجِرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَاخَلُفْ
لِي خَيْرًا مِنْهُ، ثُمَّ رَجَعْتُ إِلَى نَفْسِي. فَقُلْتُ: مِنْ أَيْنَ
لِي خَيْرٌ مِنْ أَبِي سَلَمَةَ؟ فَلَمَّا انْقَضَتْ عدَّتي اسْتَأْذَنَ
عَلِيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -وَأَنَا
أَدْبُغُ إِهَابًا لِي -فَغَسَلْتُ يَدِي مِنَ القَرَظ وَأَذِنْتُ لَهُ،
فَوَضَعْتُ لَهُ وِسَادَةَ أَدَمٍ حَشْوُها لِيفٌ، فَقَعَدَ عَلَيْهَا،
فَخَطَبَنِي إِلَى نَفْسِي، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ مَقَالَتِهِ قُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، مَا بِي أَلَّا يَكُونَ بِكَ الرَّغْبَةُ، وَلَكِنِّي
امْرَأَةٌ، فِيَّ غَيْرة شَدِيدَةٌ، فَأَخَافَ أَنْ تَرَى مِنِّي شَيْئًا
يُعَذِّبُنِي اللَّهُ بِهِ، وَأَنَا امْرَأَةٌ قَدْ دخلتُ فِي السِّنِّ،
وَأَنَا ذَاتُ عِيَالٍ، فَقَالَ: "أَمَّا مَا ذَكَرْتِ مِنَ الْغَيْرَةِ
فَسَوْفَ يُذهبها اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ عَنْكِ. وَأَمَّا مَا ذَكَرْتِ
مِنَ السِّن فَقَدْ أَصَابَنِي مثلُ الذِي أَصَابَكِ، وَأَمَّا مَا
ذَكَرْتِ مِنَ الْعِيَالِ فَإِنَّمَا عِيَالُكِ عِيَالِي". قَالَتْ: فَقَدْ
سلَّمْتُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
فَتَزَوَّجَهَا رسول الله صلى الله عليه وسلم، فقالت أُمُّ سَلَمَةَ
بَعْدُ: أَبْدَلَنِي اللَّهُ بِأَبِي سَلَمَةَ خَيْرًا مِنْهُ، رسولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan
kepada kami Lais (yakni Ibnu Sa'd), dari Yazid ibnu Abdullah, telah
menceritakan kepada kami Usamah ibnul Had, dari Amr ibnu Abu Amr, dari
Al-Muttalib, dari Ummu Salamah yang menceritakan bahwa pada suatu hari
Abu Salamah datang kepadanya sepulang dari Rasulullah Saw. Lalu Abu
Salamah berkata, "Aku telah mendengar langsung dari Rasulullah Saw.
suatu ucapan yang membuat hatiku gembira karenanya." Beliau Saw. telah
bersabda: Tidak sekali-kali seorang muslim tertimpa suatu musibah, lalu
ia membaca istirja' ketika musibah menimpanya, kemudian mengucapkan,
"Ya Allah, berilah daku pahala dalam musibahku ini, dan gantikanlah
buatku yang lebih baik daripadanya," melainkan diberlakukan kepadanya
apa yang dimintanya itu. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, "Maka aku
hafal doa tersebut darinya. Ketika Abu Salamah meninggal dunia, maka aku
ber-istirja'' dan kuucapkan pula, 'Ya Allah, berilah daku pahala dalam
musibahku ini, dan berilah daku ganti yang lebih baik daripada dia.'
Kemudian aku berkata kepada diriku sendiri, 'Dari manakah aku
mendapatkan suami yang lebih baik daripada Abu Salamah?' Tatkala masa
idahku habis, Rasulullah Saw. meminta izin untuk menemuiku; ketika itu
aku sedang menyamak selembar kulit milikku. Maka aku mencuci kedua
tanganku dari cairan qaraz (bahan penyamak), dan aku izinkan beliau Saw.
masuk, lalu aku letakkan sebuah bantal kulit yang berisikan sabut,
kemudian Rasulullah Saw. duduk di atasnya dan mulailah beliau Saw.
melamarku. Setelah Rasulullah Saw. selesai dari ucapannya, aku berkata,
'Wahai Rasulullah, aku tidak menyangka kalau engkau mempunyai hasrat
kepada diriku, sedangkan diriku ini adalah seorang wanita yang sangat
pencemburu, maka aku merasa khawatir bila kelak engkau akan melihat dari
diriku sesuatu hal yang menyebabkan Allah akan mengazabku karenanya.
Aku juga seorang wanita yang sudah berumur serta mempunyai banyak
tanggungan anak-anak.' Maka Rasulullah Saw. bersabda, 'Adapun mengenai
cemburu yang kamu sebutkan, mudah-mudahan Allah Swt. akan melenyapkannya
dari dirimu. Dan mengenai usia yang telah kamu sebutkan, sesungguhnya
aku pun mengalami hal yang sama seperti yang kamu alami (berusia
lanjut). Dan mengenai anak-anak yang kamu sebutkan tadi, sesungguhnya
anak-anak tanggunganmu itu nanti akan menjadi tanggunganku pula'." Ummu
Salamah melanjutkan kisahnya, "Maka aku memasrahkan diriku kepada
Rasulullah Saw." Kemudian Rasulullah Saw. mengawininya. Sesudah itu Ummu
Salamah mengatakan, "Allah Swt. telah menggantikan Abu Salamah dengan
orang yang lebih baik daripada dirinya, yaitu Rasulullah Saw."
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Ummu Salamah. Ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ: {إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا
إِلَيْهِ رَاجِعُونَ} اللَّهُمَّ أجُرني في مصيبتي واخلف لي خيرا منها،
إلا آجَرَهُ اللَّهُ مِنْ مُصِيبَتِهِ، وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا"
قَالَتْ: فَلَمَّا تُوُفي أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِي رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِي
خَيْرًا مِنْهُ: رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Tidak sekali-kali seorang hamba tertimpa musibah, lalu ia mengucapkan,
"Inna lillahi wainna ilaihi raji'un (Sesungguhnya kami adalah milik
Allah dan sesungguhnya kami hanya kepada-Nyalah dikembalikan). Ya Allah,
berilah daku pahala dalam musibahku ini, dan gantikanlah kepadaku yang
lebih baik daripadanya," melainkan Allah akan memberinya pahala dalam
musibahnya itu dan menggantikan kepadanya apa yang lebih baik
daripadanya. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, "Ketika Abu Salamah
meninggal dunia, aku mengucapkan doa seperti yang diperintahkan oleh
Rasulullah Saw. itu. Maka Allah memberikan gantinya kepadaku dengan yang
lebih baik daripada Abu Salamah, yaitu Rasulullah Saw. sendiri."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، وعَبَّاد بْنُ عَبَّادٍ
قَالَا حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ أَبِي هِشَامٍ، حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ
زِيَادٍ، عَنْ أُمِّهِ، عَنْ فَاطِمَةَ ابْنَةِ الْحُسَيْنِ، عَنْ أَبِيهَا
الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ مُسْلِمٍ وَلَا مُسَلَمَةَ يُصَابُ بِمُصِيبَةٍ
فَيَذْكُرُهَا وَإِنْ طَالَ عَهْدُهَا -وَقَالَ عَبَّادٌ: قَدُمَ
عَهْدُهَا -فَيُحْدِثُ لِذَلِكَ اسْتِرْجَاعًا، إِلَّا جَدَّدَ اللَّهُ
لَهُ عِنْدَ ذَلِكَ فَأَعْطَاهُ مِثْلَ أَجْرِهَا يَوْمَ أُصِيبَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid dan Abbad
ibnu Abbad. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami ibnu Abu
Hisyam, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Ziad, dari ibunya,
dari Fatimah bintil Husain, dari ayahnya Al-Husain ibnu Ali, dari Nabi
Saw. yang telah bersabda: Tidak sekali-kali seorang lelaki atau
perempuan muslim tertimpa suatu musibah, lalu ia mengingatnya, sekalipun
waktunya telah berlalu —Abbad mengatakan, "Sekalipun waktunya telah
silam"—, kemudian ingatannya itu menggerakkannya untuk membaca istirja',
melainkan Allah memperbarui untuknya saat itu dan memberikan kepadanya
pahala yang semisal dengan pahala ketika di hari ia tertimpa musibah.
Hadis yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah di dalam kitab
sunannya, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Waki', dari Hisyam ibnu
Ziad, dari ibunya, dari Fatimah bintil Husain, dari ayah-nya. Ismail
ibnu Ulayyah dan Yazid ibnu Harun telah meriwayatkan pula hadis yang
sama, dari Hisyam ibnu Ziad, dari ibunya, dari Fatimah, dari ayahnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ
السَّالَحِينِيُّ، أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي سِنَانٍ
قَالَ: دفنتُ ابْنًا لِي، فَإِنِّي لَفِي الْقَبْرِ إِذْ أَخَذَ بِيَدِي
أَبُو طَلْحَةَ -يَعْنِي الْخَوْلَانِيُّ -فَأَخْرَجَنِي، وَقَالَ لِي:
أَلَا أُبَشِّرُكَ؟ قُلْتُ: بَلَى. قَالَ: حَدَّثَنِي الضَّحَّاكُ بْنُ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عرْزَب، عَنْ أَبِي مُوسَى، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قَالَ اللَّهُ :يَا مَلَكَ
الْمَوْتِ، قبضتَ وَلَدَ عَبْدِي؟ قَبَضْتَ قُرَّة عَيْنِهِ وَثَمَرَةَ
فُؤَادِهِ؟ قَالَ نَعَمْ. قَالَ: فَمَا قَالَ؟ قَالَ: حَمِدَك
وَاسْتَرْجَعَ، قَالَ: ابْنُو لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ، وسمُّوه بيتَ
الْحَمْدِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq
As-Sailahini, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Samalah, dari
Abu Sinan yang menceritakan, "Aku baru menguburkan salah seorang anakku
yang meninggal dunia. Ketika aku masih berada di pekuburan, tiba-tiba
tanganku dipegang oleh Abu Talhah Al-Aulani, lalu ia mengeluarkan aku
dari pekuburan itu dan berkata kepadaku, 'Maukah engkau aku sampaikan
berita gembira kepadamu?' Aku menjawab, 'Tentu saja mau'." Abu Talhah
mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya Ad-Dahhak ibnu Abdur
Rahman ibnu Auzab, dari Abu Musa yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Allah berfirman, "Hai malaikat maut, engkau telah
mencabut anak hamba-Ku, engkau telah mencabut nyawa penyejuk mata dan
buah hatinya!" Malaikat maut menjawab, "Ya." Allah Swt. bertanya, "Lalu
apa yang dikatakannya?" Malaikat maut menjawab, "Dia memuji dan
ber-istirja' kepada-Mu." Allah Swt. berfirman, "Bangunkanlah buatnya
sebuah gedung di dalam surga dan namailah gedung itu dengan sebutan
Baitul Hamdi (rumah pujian)."
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Ali ibnu Ishaq, dari
Abdullah ibnul Mubarak, lalu ia mengetengahkannya. Hal yang sama telah
diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi, dari Suwaid ibnu Nasr, dari Ibnul
Mubarrak. Imam Turmuzi mengatakan bahwa predikat hadis ini hasan garib.
Nama asli Abu Sinan ialah Isa ibnu Sinan.
Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً
“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
« الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ
عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ
وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا
يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ
مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »
“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan
diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat
(kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka
ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa
akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan
bersih dari dosa.” [ HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad
Darimi no. 2783, Ahmad (1/185).].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
وَاِذَا عَظُمَت المِحْنَةُ كَانَ ذَلِكَ لِلْمُؤْمِنِ الصَّالِحِ سَبَبًا لِعُلُوِّ الدَرَجَةِ وَعَظِيْمِ الاَجْرِ
“Cobaan yang semakin berat akan senantiasa menimpa seorang mukmin yang
sholih untuk meninggikan derajatnya dan agar ia semakin mendapatkan
ganjaran yang besar.”
Syaikhul Islam juga mengatakan,
واللهُ تَعَالَى قَدْ جَعَلَ أَكْمَلَ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَعْظَمُهُمْ بَلاَءً
“Allah akan memberikan cobaan terberat bagi setiap orang mukmin yang sempurna imannya.”
Al Munawi mengatakan, “Jika seorang mukmin diberi cobaan maka itu sesuai
dengan ketaatan, keikhlasan, dan keimanan dalam hatinya.”
Al Munawi mengatakan pula, “Barangsiapa yang menyangka bahwa apabila
seorang hamba ditimpa ujian yang berat, itu adalah suatu kehinaan; maka
sungguh akalnya telah hilang dan hatinya telah buta. Betapa banyak orang
sholih (ulama besar) yang mendapatkan berbagai ujian yang menyulitkan.
Tidakkah kita melihat mengenai kisah disembelihnya Nabi Allah Yahya bin
Zakariya, terbunuhnya tiga Khulafa’ur Rosyidin, terbunuhnya Al Husain,
Ibnu Zubair dan Ibnu Jabir. Begitu juga tidakkah kita perhatikan kisah
Abu Hanifah yang dipenjara sehingga mati di dalam buih, Imam Malik yang
dibuat telanjang kemudian dicambuk dan tangannya ditarik sehingga
lepaslah bahunya, begitu juga kisah Imam Ahmad yang disiksa hingga
pingsan dan kulitnya disayat dalam keadaan hidup. … Dan masih banyak
kisah lainnya.”
Semakin kuat iman, semakin berat cobaan, namun semakin Allah cinta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا
أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ
فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya balasan terbesar dari ujian yang berat. Jika Allah
mencintai suatu kaum, maka Allah akan memberikan cobaan kepada mereka.
Barangsiapa ridho, maka Allah pun ridho. Dan barangsiapa murka (tidak
suka pada cobaan tersebut, pen), maka baginya murka Allah.”[HR. Tirmidzi
no. 2396, dari Anas bin Malik. ]
Kewajiban kita adalah bersabar dan bersabar. Ganjaran bersabar sangat luar biasa. Ingatlah janji Allah,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, ganjaran bagi mereka adalah
tanpa hisab (tak terhingga).” (QS. Az Zumar: 10). Al Auza’i mengatakan
bahwa ganjarannya tidak bisa ditakar dan ditimbang. Ibnu Juraij
mengatakan bahwa balasan bagi orang yang bersabar pahala bagi mereka
tidak bisa dihitung sama sekali, akan tetapi akan diberi tambahan dari
itu. Maksudnya, pahala mereka tak terhingga. Sedangkan As Sudi
mengatakan bahwa balasan bagi orang yang bersabar adalah surga.
Makna asal dari sabar adalah “menahan”.Secara syar’i, pengertian sabar sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah,
فَالصَّبْرُ حَبْسُ النَّفْسِ عَنِ الجَزْعِ وَاللَِّسَانِ عَنِ
التَّشَكِّي، وَالجَوَارِحِ عَنْ لَطْمِ الخُدُوْد وَشَقِّ الثِيَابِ
وَنَحْوِهِمَا
“Sabar adalah menahan diri dari menggerutu, menahan lisan dari mengeluh,
dan menahan anggota badan dari menampar pipi, merobek-robek baju dan
perbuatan tidak sabar selain keduanya.”.
Jadi, sabar meliputi menahan hati, lisan dan anggota badan.
Semoga Allah memberi taufik dan kekuatan kepada kita dalam menghadapi setiap ujian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar