Rosululloh Sholallohu 'Alaihi Wasallam Bersabda
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُسْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ أَعْرَابِيًّا
قَالَ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَا رَسُوْلَ
اللهِ إِنَّ شَرَائِعَ الْإسْلَامِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ ، فَأَنْبِئْنِيْ
مِنْهَا بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ ؟ قَالَ : لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ
رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللهِ
Dari ‘Abdullâh bin Busr Radhiyallahu anhu berkata, “Seorang Badui datang
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata, ‘Wahai
Rasûlullâh, sesungguhnya syariat-syariat Islam sudah banyak pada kami.
Beritahukanlah kepada kami sesuatu yang kami bisa berpegang teguh
kepadanya ?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah
lidahmu senantiasa berdzikir kepada Allâh Azza wa Jalla”
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya (IV/188, 190);
at-Tirmidzi (no. 3375). Beliau berkata, “Hadits ini hasan gharib.”; Ibnu
Majah (no. 3793) dan lafazh ini miliknya. Ibnu Abi Syaibah (X/89, no.
29944); Al-Baihaqi (III/371)
Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibbân (no. 811-at-Ta’lîqâtul Hisân)
dan al-Hâkim (I/495) dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Dishahihkan juga
oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’is Shaghîr (no. 7700), Shahîh
al-Kalimut Thayyib (no. 3), dan Shahîhut Targhîb wat Tarhîb (no. 1491)
Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kaum Mukminin untuk banyak berdzikir
kepada-Nya dan Allâh memuji orang-orang yang banyak berdzikir. Allâh
Azza wa Jalla berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا ﴿٤١﴾ وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allâh, dengan mengingat
(nama-Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu
pagi dan petang.” [al-Ahzâb/33:41-42]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman.
وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“… Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allâh, Allâh
telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang
besar.“[al-Ahzâb/33:35]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
سَبَقَ الْمُفَرِّدُوْنَ قَالُوْا: وَمَا الْمُفَرِّدُوْنَ يَا رَسُوْلَ
اللهِ ؟ قَالَ: اَلذَّاكِرُوْنَ اللهَ كَثِيْرًا وَالذَّاكِرَاتُ
“al-Mufarridûn telah mendahului.” Para sahabat berkata, “Siapa
al-Mufarridûn wahai Rasûlullâh?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Kaum laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir kepada
Allâh.”
Dari hadits di atas, terlihatlah makna al-mufarridun, yaitu orang yang
terus-menerus berdzikir kepada Allâh dan menyukainya. Orang yang banyak
berdzikir kepada Allâh Azza wa Jalla dengan ikhlas karena Allâh Azza wa
Jalla , mengikuti contoh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
hatinya ingat kepada Allâh Azza wa Jalla dan batas-batas-Nya, maka dia
termasuk orang yang bertakwa. Sahabat ‘Abdullâh bin Mas’ud Radhiyallahu
anhu telah menjelaskan makna takwa ini pada saat beliau menafsirkan
firman Allâh Azza wa Jalla, yang artinya, “Wahai orang-orang yang
beriman! Bertakwalah kalian kepada Allâh dengan sebenar-benar takwa
kepada-Nya…” [Ali ‘Imrân/3:102]
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :
أَنْ يُطَاعَ فَلاَ يُعْصَى ، وَأَنْ يُذْكَرَ فَلاَ يُنْسَى ، وَأَنْ يُشْكَرَ فَلاَ يُكْفَرَ
Hendaklah Allâh itu ditaati dan tidak dimaksiati, diingat dan tidak dilupakan, serta disyukuri dan tidak dikufuri.
Contoh teladan kita adalah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Beliau berdzikir kepada Allâh Azza wa Jalla dalam setiap keadaannya.
Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ
Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mengingat Allâh dalam setiap keadaannya.
Salah seorang dari tujuh orang yang dinaungi Allâh Azza wa Jalla dalam
naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya
diantaranya ialah orang yang berdzikir kepada Allâh di saat sendirian
kemudian berlinanglah air matanya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan juga berdzikir ketika kita sedang duduk atau berada di majelis.
مَنْ قَعَدَ مَقْعَدًا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ فِيْهِ كَانَتْ عَلَيْهِ مِنَ
اللهِ تِرَةٌ وَمَنِ اضْطَجَعَ مَضْجَعًا لاَ يَذْكُرُ الله فِيْهِ كَانَتْ
عَلَيْهِ مِنَ اللهِ تِرَةٌ
Barangsiapa duduk di suatu tempat, lalu tidak berdzikir kepada Allâh di
dalamnya, pastilah dia mendapatkan kerugian dari Allâh, dan barangsiapa
yang berbaring dalam suatu tempat lalu tidak berdzikir kepada Allâh,
pastilah mendapatkan kerugian dari Allâh.
مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُ اللهَ فِيْهِ ، وَلَمْ
يُصَلُّوْا عَلَى نَبِيِّهِمْ إِلاَّ كَانَ عَلَيْهِمْ تِرَةً ، فَإِنْ
شَاءَ عَذَّبَهُمْ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَلَهُمْ.
Apabila suatu kaum duduk di majelis, lantas tidak berdzikir kepada Allâh
dan tidak membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , pastilah ia menjadi kekurangan dan penyesalan mereka. Maka jika
Allâh menghendaki, Dia akan menyiksa mereka dan jika menghendaki, Dia
akan mengampuni mereka.”
مَامِنْ قَوْمٍ يَقُوْمُوْنَ مِنْ مَجْلِسٍ لاَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ فِيْهِ
إِلاَّ قَامُوْا عَنْ مِثْلِ جِيْفَةِ حِمَارٍ وَكَانَ لَهُمْ حَسْرَةً
Setiap kaum yang bangkit dari suatu majelis yang mereka tidak berdzikir
kepada Allâh di dalamnya, maka selesainya majelis itu seperrti bangkai
keledai dan hal itu menjadi penyesalan mereka (di hari Kamat).
Allâh Azza wa Jalla juga memerintahkan berdzikir dengan dzikir yang
banyak pada saat mencari nafkah dan sesudah shalat jum’at. Allâh Azza wa
Jalla berfirman, yang artinya, “Apabila shalat telah dilaksanakan, maka
bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allâh dan ingatlah Allâh
banyak-banyak agar kamu beruntung.” [al-Jumu’ah/62:10]
Pada ayat ini, Allâh Azza wa Jalla menggabungkan antara usaha mencari
karunia (mencari nafkah) dengan banyak dzikir kepada-Nya. Oleh karena
itu, ada hadits tentang keutamaan dzikir di pasar-pasar dan
tempat-tempat melalaikan seperti dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
مَنْ دَخَلَ السُّوْقَ فَقَالَ : لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَشَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ الْـمُلْكُ وَلَهُ الْـحَمْدُ يُحْيِـيْ
وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ بِيَدِهِ الْـخَيْرُ وَهُوَ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ، كَتَبَ اللهُ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ ،
وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ سَيِّئَةٍ ، وَرَفَعَ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ
دَرَجَةٍ
Barangsiapa memasuki pasar, sedang di dalamnya ada sesuatu yang
diteriakkan dan diperjual-belikan kemudian berkata, ‘Tidak ada Ilah yang
berhak disembah kecuali Allâh saja yang tidak ada sekutu bagi-Nya,
kerajaan dan pujian milik-Nya. Dia menghidupkan, mematikan, Mahahidup,
dan tidak mati. Seluruh kebaikan ada di Tangan-Nya dan Dia Maha Kuasa
atas segala sesuatu,’ maka Allâh menulis baginya satu juta kebaikan,
menghapus satu juta kesalahan darinya, dan mengangkat satu juta derajat
baginya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan keutamaan yang besar
dalam berdzikir di pasar, karena pasar adalah tempat yang banyak orang
berbohong, menipu, sumpah palsu, dan maksiat-maksiat lainnya. Abu
Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu berkata, “Selama hati
seseorang berdzikir kepada Allâh, maka ia berada dalam shalat. Jika ia
berada di pasar dia menggerakkan mulutnya, itu lebih baik.”
Dzikir itu bermacam-macam. Sedangkan Yang Didzikir hanyalah Satu, dan
tidak terbatas. Ahli dzikir adalah kekasih-kekasih Allah. Maka dari segi
kedisiplinan terbagi menjadi tiga:
Dzikir Jaly Dzikir Khafy
Dzikir Haqiqi
Dzikir Jaly (bersuara), dilakukan oleh para pemula, yaitu Dzikir Lisan
yang mengapresiasikan syukur, pujian, pengagungan nikmat serta menjaga
janji dan kebajikannya, dengan lipatan sepuluh kali hingga tujuh
puluh.Dzikir Batin Khafy (tersembunyi) bagi kaum wali, yaitu dzikir
dengan rahasia qalbu tanpa sedikit pun berhenti. Disamping terus menerus
baqa’ dalam musyahadah melalui musyahadah kehadiran jiwa dan
kebajikannya, dengan lipatan tujuh puluh hingga tujuh ratus kali.
Dzikir Haqiqi yang kamil (sempurna) bagi Ahlun-Nihayah (mereka yang
sudah sampai di hadapan Allah swt,) yaitu Dzikirnya Ruh melalui
Penyaksian Allah swt, terhadap si hamba. Ia terbebaskan dari penyaksian
atas dzikirnya melalui baqa’nya Allah swt, dengan symbol, hikmah dan
kebajikannya mulai dari tujuh ratus kali lipat sampai tiada hingga.
Karena dalam musyahadah itu terjadi fana’, tiada kelezatan di sana.
Ruh di sini merupakan wilayah Dzikir Dzat, dan Qalbu adalah wilayah
Dzikir Sifat, sedangkan Lisan adalah wilayah Dzikir kebiasaan umum.
Mananakala Dzikir Ruh benar, akan menyemai Qalbu, dan Qalbu hanya
mengingat Kharisma Dzat, di dalamnya ada isyarat perwujudan hakikat
melalui fana’. Di dalamnya ada rasa memancar melalui rasa dekatNya.
Begitu juga, bila Dzikir Qalbu benar, lisan terdiam, hilang dari
ucapannya, dan itul;ah Dzikir terhadap panji-panji dan kenikmatan
sebagai pengaruh dari Sifat. Di dalamnya ada isyarat tarikanpada sesuatu
tersisa di bawah fana’ dan rasa pelipatgandaan qabul dan
pengungkapan-pengungkapan.
Manakala qalbu alpa dari dzikir lisan baru menerima dzikir sebagaimana biasa.
Masing-masing setiap ragam dzikir ini ada ancamannya.
Ancaman bagi Dzikir Ruh adalah melihat rahasia qalbunya. Dan ancaman
Dzikir Qalbu adalah melihat adanya nafsu dibaliknya. Sedangkan ancaman
Dzikir Nafsu adalah mengungkapkan sebab akibat. Ancaman bagi Dzikir
Lisan adalah alpa dan senjang, maka sang penyair mengatakan :
Dialah Allah maka ingatlah Dia
Bertasbihlah dengan memujiNya
Tak layaklah tasbih melainkan karena keagunganNya
Keagungan bagiNya sebenar-benar total para pemuji
Kenapa masih ada
Pengandaian bila dzikir-dzikir hambaNya diterima?
Manakala lautan memancar, dan samudera melimpah
Berlipat-lipat jumlahnya
Maka penakar lautan akan kembali pada ketakhinggaan
Jika semua pohon-pohon jadi pena menulis pujian padaNya
Akan habislah pohon-pohon itu, bahkan jika dilipatkan
Takkan mampu menghitungnya.
Dia ternama dengan Sang Maha Puji
Sedang makhlukNya menyucikan sepanjang hidup
Bagi kebesaranNya.
Perilaku manusia dalam berdzikir terbagi tiga:
Khalayak umum yang mengambil faedah dzikir.
Khalayak khusus yang bermujahadah
Khalayak lebih khusus yang mendapat limpahan hidayah.
Dzikir untuk khalayak umum, adalah bagi pemula demi penyucian. Dzikir
untuk khalayak khusus sebagai pertengahan, untuk menuai takdir. Dan
dzikir untuk kalangan lebih khusus sebagai pangkalnya, untuk waspada
memandangNya.
Dzikir khalayak umum antara penafian dan penetapan (Nafi dan Itsbat)
Dzikir khalayak khusus adalah penetapan dalam penetapan (Itsbat fi Itsbat)
Dzikir kalangan lebih khusus Allah bersama Allah, sebagai penetapan
Istbat (Itsbatul Istbat), tanpa memandang hamparan luas dan tanpa
menoleh selain Allah Ta’ala.
Dzikir bagi orang yang takut karena takut atas ancamanNya.
Dzikir bagi orang yang berharap, karena inginkan janjiNya.
Dzikir bagi penunggal padaNya dengan Tauhidnya
Dzikir bagi pecinta, karena musyahadah padaNya.
Dzikir kaum ‘arifin, adalah DzikirNya pada mereka, bukan dzikir mereka dan bukan bagi mereka.
Kaum airifin berdzikir kepada Allah swt, sebagai pemuliaan dan pengagungan.
Ulama berdzikir kepada Allah swt, sebagai penyucian dan pengagungan.
Ahli ibadah berdzikir kepada Allah swt, sebagai rasa takut dan berharap pencinta berdzikir penuh remuk redam.
Penunggal berdzikir pada Allah swt dengan penuh penghormatan dan pengagungan.
Khalayak umum berdzikir kepada Allah swt, karena kebiasaan belaka.
Hamba senantiasa patuh, dan setiap dzikir ada yang Diingat, sedangkan orang yang dipaksa tidak ada toleransi.
Tata cara Dzikir ada tiga perilaku :
1. Dzikir Bidayah (permulaan) untuk kehidupan dan kesadaran jiwa.
2. Dzikir Sedang untuk penyucian dan pembersihan.
3. Dzikir Nihayah (pangkal akhir) untuk wushul dan ma’rifat.
Dzikir bagi upaya menghidupkan dan menyadarkan jiwa, setelah seseorang
terlibat dosa, dzikir dilakukan dengan syarat-syaratnya, hendaknya
memperbanyak dzikir :
“Wahai Yang Maha Hidup dan Memelihara Kehidupan, tiada Tuhan selain Engkau.”
Dzikir bagi pembersihan dan penyucian jiwa, setelah mengamai pengotoran
dosa, disertai syarat-syarat dzikir, hendaknya memperbanyak :
“Cukuplah bagiku Allah Yang Maha Hidup nan Maha Mememlihara Kehidupan.”
Ada tiga martabat dzikir :
Pertama, dzikir alpa dan balasannya adalah terlempar, tertolak dan terlaknat.
Kedua, dzikir hadirnya hati, balasannya adalah kedekatan, tambahnya anugerah dan keutamaan anugerah.
Ketiga, dzikir tenggelam dalam cinta dan musyahadah serta wushul. Sebagaimana dikatakan dalam syair :
Kapan pun aku mengingatMu, melainkan risau dan gelisahku
Pikiranku, dzikirku, batinku ketika mengingatMu,
Seakan Malaikat Raqib Kau utus membisik padaku
Waspadalah, celaka kamu, dzikirlah!
Jadikan pandanganmu pada pertemuanmu denganNya
Sebagai pengingat bagimu.
Ingatlah, Allah telah memberi panji-panji kesaksianNya padamu
Sambunglah semua dari maknaNya bagi maknamu
Berharaplah dengan dengan menyebut kebeningan dari segala yang rumit
Kasihanilah kehambaanmu yang hina dengan hatimu
Siapa tahu hati menjagamu
Dzikir itu sendiri senantiasa dipenuhi oleh tiga hal :
Dzikir Lisan dengan mengetuk Pintu Allah swt, merupakan pengapus dosa dan peningkatan derajat.
Dzikir Qalbu, melalui izin Allah swt untuk berdialog dengan Allah swt, merupakan kebajikan luhur dan taqarrub.
Dzikir Ruh, adalah dialog dengan Allah swt, Sang Maha Diraja, merupakan manifestasi kehadiran jiwa dan musyahadah.
Dzikir Lisan dan Qalbu yang disertai kealpaan adalah kebiasaan dzikir yang kosong dari tambahan anugerah.
Dzikir Lisan dan Qalbu yang disertai kesadaran hadir, adalah dzikir ibadah yang dikhususkan untuk mencerap sariguna.
Dzikir dengan Lisan yang kelu dan qalbu yang penuh adalah ketersingkapan
Ilahi dan musyahadah, dan tak ada yang tahu kadar ukurannya kecuali
Allah swt.
Diriwayatkan dalam hadits : “Siapa yang pada awal penempuhannya
memperbanyak membaca “Qul Huwallaahu Ahad” Allah memancarkan NurNya pada
qalbunya dan menguatkan tauhidnya.
Dzikir merupakan upaya untuk membersihkan hati dari kotoran dan
kelalaian. Pembersih dari hal tersbut adalah wajib, maka memasuki
thariqah, wajib hukumnya. Sedang apabila dzikir itu sekadar untuk amalan
saja artinya sekedar untuk menambah ibadah saja, maka hukumnya adalah
mustahab (sunah). Tetapi kalau benar masuk thariqah itu hukumnya
mustahab, lalu dari mana hati akan mengetahui cara untuk mengagungkan
keagunan Allah, kalau didalamnya terdapat banyak kelalaian. Sesuatu yang
sulit tentunya. Karena tingkatan kadar keimanan seseorang itu tegantung
pada kadar kebersihan hatinya. Tingkatan kejujuranya tergantung pada
kadar keikhlasanya. Dan tingkatan keikhlasanya tergantung pada kadar
keridloanya terhadap apa yang telah diberikan Allah kepadanya.
Dzikir Thoriqoh inggih meniko praktek perbuatan ( toto laku ) kagem
nyucekaken ati lan ngresiki relung – relung ati saking kotoran /
karatipun manah, sifat lali ( ghoflah ) lan salah pahamipun kebodohan.
Relung – relung ati mboten saget suci ( bersih ) kejawi kanthi dzikir
dateng Alloh swt kanthi coro ingkang tertentu .
Setengahipun tujuan nderek dzikir inggih puniko :
1. Ngicali sifat lali ( ghoflah )
Ghoflah ( sifat lali ) meniko setunggalipun penyakit ati ingkang
andadosaken ashoripun sifat kamanungsan , lali ing Alloh ingkang
nitahaken , lali ugering manungso,lali ugering urip.
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ
قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا
وَلَهُمْ آَذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ
هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ.
“ Lan yekti temen ndadekake Ingsun minongko isen – isene neroko Jahanam
akeh – akehe golongan jin lan manungso , podho anduweni ati ananging ora
den gunakake kanggo ngaweruhi ( ing ayat – ayat Alloh ), podho duwe
paningal ananging ora den gunakake kanggo mirsani ( tando – tandane
Keagungane Alloh ), podho duwe pangrungu ananging ora den gunakake
kanggo mirengake ( pituduhe Alloh ) . Wong – wong iku lir kadyo hayawan
ternak malah luwih sasar maneh. Wong – wong iku golongane Ghofiluun (
Wong kang podho lali ).”(QS. Al A’rof :179)
Sifat ghoflah meniko nyebabaken ngaling – alingi penyuwunan :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ
لَاهٍ (سنن الترمذى : ٣٤٠١ )
“ Saking Shohabat Abu Hurairoh R.a : Rosululloh Saw ngendiko : “ Podho
dongoho siro kabeh ing Alloh , hale wong – wong kang ngeyakini kelawan
diijabahi , lan ngertiho siro kabeh yen setuhune Gusti Alloh ora
nyembadani donga saking ati kang lali. “ HR. Tirmidzi
2. Nyempurnakaken lan ningkataken roso khusuk ing dalem ngibadah, mboten kados ngibadahe tiyang munafik .
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا
قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا
يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا .
“ Saktemene wong – wong kang munafik iku podho nggorohake marang Alloh,
lan Alloh bakal paring piwales ing gorohe wong – wong iku. Lan lamun
podho njumenengake ing sholat mongko jumeneng kanthi aras – arasen. Wong
– wong iku sejo podho pamer ( kanthi sholate ) ing ngarsane manungso.
Lan ora podho dzikir ing Alloh kejobo naming sethithik wae. QS. An Nisa’
: 142
Dzikir nafi isbat yaitu dzikir dengan mengucapkan “Laa Ilaaha Illallah”
(Laa Ilaaha = Nafi, meniadakan Tuhan-Tuhanan lain ; Illallah = Isbat,
menetapkan Allah saja sebagai Tuhan). Jadi makna kalimat tauhid itu
adalah tiada Tuhan selain Allah. Jelasnya ada lima makna dari kalimat
itu antara lain : Pertama, tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah;
Kedua, tidak ada yang dituju kecuali Allah; Ketiga, tidak ada yang
dicari kecuali Allah; Keempat, tidak ada yang wujud di alam ini kecuali
Allah; Kelima, tidak ada yang dicintai kecuali Allah.
Menurut Rasulullah Saw lafal dzikir yang paling utama adalah dzikir Laa Ilaha Illallah sebagaimana sabda beliau,
اَفْضَلُ مَاقُلْتُ اَناَ وَالنَّبِيُّوْنَ مِنْ قَبِلِي لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
“Yang paling utama apa yang saya ucapkan dan yang diucapkan para nabi
sebelum aku adalah Laa Ilaaha Illallah Wahdahuu Laa Syariikalah (Tiada
Tuhan selain Allah dengan Maha Esanya dan tiada sekutu bagi-Nya).”
Dalam hal ini juga Rasulullah bersabda,
“Siapa yang mengucapkan ‘Laa Ilaaha illallah Wahdahuu Laa Syariikalah
Lahul Mulku Walahul Hamdu Wahuwa Alaa Kulli Syai’in Qadiir’ (tiada Tuhan
selain Allah dengan Esa-Nya tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan
dan pujian dan Dia berkuasa atas segala sesuatu) dibaca setiap hari
sebanyak seratus kali, maka kebaikannya menandingi atau sebanding dengan
memerdekakan sepuluh budak, dan dicatat untuknya kebaikan seratus
macam, dan seratus macam kejelekannya dihapus. Di samping itu dia bebas
dari godaan syetan pagi harinya sampai sore. Dan seorang pun tidak bisa
mengungguli amalannya kecuali orang yang membaca kalimat itu lebih
banyak darinya.”
Pelaksanaan dzikir Laa Ilaaha Illallah itu harus memakai cara. Adapun
cara yang paling bagus adalah cara yang telah diajarkan oleh Rasulullah
kepada sayyidina Ali dalam sebuah hadis sebagai berikut:
Sayyidina Ali bertanya. Bagaimana aku berzikir Ya Rasulullah? Maka
Rasulullah menjawab. Caranya, pejamkan kedua matamu dan dengarkanlah
dari aku sebanyak tiga kali, dan ucapkanlah seperti apa yang aku
ucapkan, waktu engkau mengucapkan itu, aku mendengar, maka Rasulullah
mengucapkan ‘Laa Ilaaha Illallah’ sebanyak tiga kali, dengan kedua mata
terpejam. Kemudian sayyidina Ali mengucapkan seperti apa yang dilakukan
oleh Rasulullah.
Tauhid dengan sebenar-benarnya tauhid yang tidak musrik kepada Allah.
Ketaqwaan terhadap Allah swt lahir dan batin, yang diwujudkan dengan
jalan bersikap wara' dan Istiqamah dalam menjalankan perintah Allah swt.
Konsisten mengikuti Sunnah Rasul, baik dalam ucapan maupun perbuatan,
yang direalisasikan dengan selalau bersikap waspada dan bertingkah laku
yang luhur.
Berpaling (hatinya) dari makhluk, baik dalam penerimaan maupun
penolakan, dengan berlaku sadar dan berserah diri kepada Allah swt
(Tawakkal).
Ridho kepada Allah, baik dalam kecukupan maupun kekurangan, yang
diwujudkan dengan menerima apa adanya (qana'ah/ tidak rakus) dan
menyerah.
Kembali kepada Allah, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan
susah, yang diwujudkan dengan jalan bersyukur dalam keadaan senang dan
berlindung kepada-Nya dalam keadaan susah.
Kelima sendi tersebut juga tegak diatas lima sendi berikut:
Semangat yang tinggi, yang mengangkat seorang hamba kepada derajat yang tinggi.
Berhati-hati dengan yang haram, yang membuatnya dapat meraih penjagaan Allah atas kehormatannya.
Berlaku benar/baik dalam berkhidmat sebagai hamba, yang memastikannya kepada pencapaian tujuan kebesaran-Nya/kemuliaan-Nya.
Melaksanakan tugas dan kewajiban, yang menyampaikannya kepada kebahagiaan hidupnya.
Menghargai (menjunjung tinggi) nikmat, yang membuatnya selalu meraih tambahan nikmat yang lebih besar.
Selain itu tidak peduli sesuatu yang bakal terjadi (merenungkan segala
kemungkinan dan akibat yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang)
merupakan salah satu pandangan tareqat ini, yang kemudian diperdalam dan
diperkokoh oleh Ibn Atha'illah menjadi doktrin utamanya. Karena
menurutnya, jelas hal ini merupakan hak prerogratif Allah. Apa yang
harus dilakukan manusia adalah hendaknya ia menunaikan tugas dan
kewajibannya yang bisa dilakukan pada masa sekarang dan hendaknya
manusia tidak tersibukkan oleh masa depan yang akan menghalanginya untuk
berbuat positif.
Adab Berdzikir
Untuk melaksanakan dzikir didalam thoriqoh ada tata krama yang harus
diperhatikan, yakni adab berdzikir. Semua bentuk ibadah bila tidak
menggunakan tata krama atau adab, maka akan sedikit sekali faedahnya.
Dalam kitab Al Mafakhir Al-’Aliyah fil Ma-atsir Asy-Syadzaliyah
disebutkan pada pasal Adabuddz-Dzikr, sebagaiman dituturkan oleh
Asy-Sya’roni bahwa adab berdzikir itu banyak tetapi dapat
dikelompokkanmenjadi 20 (dua puluh), yang terbagi menjadi tiga bagian; 5
(lima)adab dilakukan sebelum bedzikir, 12 (dua belas)adab dilakukan
pada saat berdzikir, 2(dua) adab dilakukan seelah selesai berdzikir.
Adapun 5 (lima ) adab yang harus diperhatikan sebelum berdzikir adalah;
1... Taubat, yang hakekatnya adalah meninggalkansemua perkara yang tidak
berfaedah bagi dirinya, baik yang berupa ucapan, perbuatan, atau
keinginan.
2... Mandi dan atau wudlu.
3... Diam dan tenang. Hal ini dilakukan agar di dalam dzikir nanti dia
dapat memperoleh shidq, artinyahatinya dapat terpusat pada bacaan Allah
yang kemudian dibarengi dengan lisannya yang mengucapkan Lailaaha
illallah.
4... Menyaksikan dengan hatinya ketika sedang melaksanakan dzikir terhadap himmah syaikh atau guru mursyidnya.
5... Meyakini bahwa dzikir thoriqoh yang didapat dari syaikhnya adalah
dzikir yang didapat dari Rasulullah SAW, karena syaikhnya adalah naib
(pengganti ) dari Beliau.
Sedangkan 12 (dua belas) adab yang harus diperhatikan pada saat melakukan dzikir adalah;
1... Duduk di tempat yang suci seperti duduknya didalam shalat..
2... Meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya
3... Mengharumkan tempatnya untuk berdzikir dengan bau wewangian, demikian pula dengan pakaian di badannya.
4... Memakai pakaian yang halal dan suci.
5... Memilih tempat yang gelap dan sepi jika memungkinkan.
6... Memejamkan kedua mata, karena hal itu akan dapat menutup jalan
indra dhohir, karena dengan tertutupnya indra dhohir akan menjadi
penyebab terbukanya indra hati / bathin.
7... Membayangkan pribadi guru mursyidnya diantara kedua matanya. Dan
ini menurut ulama thoriqohmerupakan adab yang sangat penting
8... Jujur dalam berdzikir. Artinya hendaknya seseorang yang berdzikir
itu dapat memiliki perasaan yang sama, baik dalam keadaan sepi (sendiri)
atau ramai (banyak orang).
9... Ikhlas, yaitu membersihkan amal dari segala ketercampuran. Dengan
kejujuran serta keikhlasanseseorang yang berdzikir akan sampai derajat
Ash-Shidiqiyah dengan syarat dia mau mengungkapkansegala yang terbesit
di dalam hatinya (berupa kebaikan dan keburukan ) kepada syaikhnya.Jika
dia tidak mau mengungkapkan hal itu, berarti dia berkhianat dan akan
terhalang dari fath (keterbukaan bathiniyah).
10.. Memilih shighot dzikir bacaan La ilaaha illallah, karena bacaan ini
memiliki keistimewaan yang tidak didapati pada bacaan-bacaan dzikir
syar’i lainnya.
11.. Menghadirkan makna dzikir didalam hatinya.
12.. Mengosongkan hati dari segala apapun selain Allahdengan La ilaaha
illallah, agar pengaruh kata “illallah” terhujam didalam hati dan
menjalar ke seluruh anggota tubuh.
Dan 3 (tiga) adab setelah berdzikir adalah;
1... Bersikap tenang ketika telah diam (dari dzikirnya), khusyu’ dan
menghadirkan hatinya untuk menunggu waridudz-dzkir. Para ulama thoriqoh
berkata bahwa bisa jadi waridudz-dzikr datang dan sejenak memakmurkan
hati itu pengaruhnya lebih besar dari pada apa yang dihasilkan oleh
riyadlohdan mujahadah tiga puluh tahun.
2... Mengulang-ulang pernapasannya berkali-kali. Karena hal ini (menurut
ulama thoriqoh) lebih cepat menyinarkan bashiroh, menyingkapkan
hijab-hijabdan memutus bisikan-bisikan hawa nafsu dan syetan.
3... Menahan minum air. Karena dzikir dapat menimbulkan hararah (rasa
hangat di hati orang yang melakukannya, yang disebabkan oleh syauq dan
tahyij (rasa rindu dan gairah) kepada Al-Madzkur/ Allah SWT yang
merupakan tujuan utama dari dzikir, sedang meminum air setelah
berdzikirakan memadamkan rasa tersebut.
4... Para guru mursyid berkata:”Orang yang berdzikir hendaknya
memperhatikan tiga tata krama ini, karena natijah (hasil) dzikirnya
hanya akan munculdengan hal tersebut.”Wallahu a’lam.
Keterangan
1... Himmah para syaikh /guru mursyid adalah keinginan para beliau agar semua muridnya bisa wushul kepada Allah SWT.
2... Sikap duduk pada waktu melakukan dzikir ada perbedaan antara aliran
thoriqoh yang satu dengan yang lainnya, bahkan antara satu mursyid
dengan yang lainnya dalam satu aliran.Ada yang menggunakan cara duduk
seperti duduk di dalam shalat (tawarruk atau iftirasy), ada yang
tawarruk di balik artinya kaki kanan yang di masukkan di bawah lutut
kaki kiri, ada yang dengan muroba’ (bersila) dan ada yang dengan cara
seperti saat di bai’at oleh mursyidnya. Oleh karena ittu maka sikap
duduk didalam berdzikir bisa dilakukan sesuai dengan petunjuk guru
musyidnya masing- masing.
3... Membayangkan pribadi syaikhnya seakan berada di hadapannya pada
saat melakukan dzikir, yang lazim di sebut “rabithah” atau “tashawwur”
bagi seorang murid thoriqoh. Hal tersebut lebih berfaidah dan lebih
mengena dari pada dzikirnya itu.Karena syaikh adalah washilah /perantara
untuk wushul kehadirat sang maha haq ‘azza wa jalla bagi si murid, dan
setiap kali bertambah wajah kesesuaian bayangannya bersama syaikhnya
maka bertambah pula anugerah- anugerah dalam batiniyahnya, dan dalam
waktu dekat akan sampailah dia pada apa yang dicarinya (Allah). Dan
lazimnya bagi seorang murid untuk fana’/ lebur lebih dahulu dalam
pribadi syaikhnya, kemudian setelah itu ia akan sampai pada fana’/ lebur
pada Allah Swt.Wallahu a’lam.
4... Yang dimaksud dengan waridudz dzikir segala sesuatu yang datang
atau muncul didalam hati berupa makna-makna atau pengertian-pengertian
setelah berdzikir yang bukan dikarenakan oleh usaha kerasnya si pelaku
dzikir.
Dengan dzikir, hati akan menjadi tenang. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allâh. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allâh hati menjadi
tentram. [ar-Ra’d/13:28]
Diriwayatkan dari Abu Darda’ Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ أُُنَبِّئُكُمْ بِخَيرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ
مَلِيْكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ
إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالوَرِقِ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا
عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوْا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوْا أَعْنَاقَكُمْ ؟
قَالُوْا : بَلىَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ! قَالَ : (( ذِكْرُاللهِ تَعَالَى))
Maukah kamu aku tunjukkan amalan yang terbaik dan paling suci di sisi
Rabbmu, dan paling mengangkat derajatmu, lebih baik bagimu daripada
menginfakkan emas dan perak, dan lebih baik bagimu daripada bertemu
dengan musuhmu lantas kamu memenggal lehernya atau mereka memenggal
lehermu?” Para sahabat yang hadir berkata, “Mau wahai Rasûlullâh!”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dzikir kepada Allâh Yang
Maha Tinggi.”
Diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لاَ يَذْكُرُ رَبَّهُ ، مَثَلُ الْـحَيِّ وَ الْـمَيِّتِ
Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabbnya dan orang yang tidak
berdzikir kepada Rabbnya adalah seperti perbedaan antara orang yang
hidup dengan orang yang mati.
Dzikir berbalas ini juga dilakukan oleh Allah Swt terhadap khalifah
Allah dan orang-orang mukmin sebagaimana tertera dalam hadits qudsi :
Dalam beberapa kitab yang memuat kompilasi hadits shahih, Nabi Saw bersabda :
قَالَ الله ُتَعَالَى: اَناَ عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى وَاَنَا مَعَهُ
اِذَا ذَكَرَنِى فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى
وَاِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلاَءٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلاَءٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ
Allah Swt berfirman, Aku ini (bertindak) sesuai dengan prasangka
hamba-Ku padaku. Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku. Apabila ia
mengingat-Ku di dalam hatinya, maka Aku pun menyebutnya sendiri. Jika
dia mengingat-Ku di tengah-tengah orang banyak, maka aku akan
menyebutnya di tengah-tengah orang banyak yang lebih mulia dari pada
orang banyak saat ia mengingat-Ku. (HR. al Bukhari dan ahli hadits
lainnya).
Orang-orang yang telah mencapai pangkat “didzikirkan Allah” adalah
orang-orang yang dikasihi atau orang-orang yang menjadi kekasih Allah
Swt seperti firman Allah dalam hadits qudsi berikut ini :
اِنَّ اَوْلِيَائِ مِنْ عِبَادِ وَاَحِبَّائِ مِنْ خَلْقِ الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ بِذِكْرِ وأُذْكَرُ بِذِكْرِهِمْ
Sesungguhnya para Wali-Ku dari golongan hamba-Ku dan para Kekasih-Ku
dari golongan makhluk-Ku adalah orang-orang yang diingat apabila Aku
diingat. Dan Aku diingat apabila mereka diingat. (HR. at Tabrani, al
Hakim dan Abu Na’im)
Hadits al Baihaqi dari Aisyah ra. :
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ الله عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْضُلُ الذِّكْرُ (اى الخفى) عَلَى
الذِّكْرِ (اى الجهر) بِسَبْعِيْنَ ضِعْفًا اِذَا كَانَ يَوْمُ
الْقِيَامَةِ رَجَّعَ الله ُالْخَلاَئِقَ اِلَى حِسَابِهِ وَجَائَتِ
الْحَفَضَةُ بِمَا حَفَظُوْهُ وَكَتَبُوْا: قاَلَ تَعَالَى اُنْظُرُوْا
هَلْ بَقِيَ لِعَبْدِى مِنْ شَيْئٍ؟ فَيَقُوْلُوْنَ مَا تَرَكْنَا شَيْئًا
مِمَّا عَلِمْنَاهُ وَحَفِظْنَاهُ اِلاَّ وَقَدْ اَحْصَيْنَاهُ
وَكَتَبْنَاهُ فَيَقُوْلُ الله تَعاَلَى: اِنَّ لَكَ عِنْدِى حَسَناً
وَاِناَّ اَجْزِيْكَ بِهِ وَهُوَ الذِّكْرُ الْخَفِى
Dari Aisyah ra. beliau berkata bahwa Nabi Saw pernah bersabda, “Dzikir
(dengan tidak bersuara) lebih unggul dari pada dzikir (dengan suara)
selisih tujuh puluh kali lipat. Jika tiba saatnya hari kiamat, maka
Allah akan mengembalikan semua perhitungan amal semua makhluk-makhluknya
sesuai amalnya. Para malaikat pencatat amal datang dengan membawa
tulisan-tulisan mereka. Allah berkata pada mereka Lihatlah apakah ada
amalan yang tersisa pada hamba-Ku ini? Para malaikat itu menjawab, kami
tidak meninggalkan sedikit pun amalan yang kami ketahui kecuali kami
mencatat dan menulisnya. Allah lalu berkata lagi (pada hamba-Nya itu),
kamu mempunyai amal kebaikan yang hanya Aku yang mengetahuinya. Aku akan
membalas amal kebaikanmu itu. Kebaikanmu itu berupa dzikir dengan
sembunyi (tak bersuara).” (HR. al Baihaqi)
Abu Awanah dan Ibnu Hibban meriwayatkan dalam masing-masing kitab
kumpulan hadits shahih mereka, juga al Baihaqi di sebuah hadits berikut
:
خَيْرُ الذِّكْرِ الْخَفِى وَخَيْرُ الرِّزْقِ مَا يَكْفِي وَقَالَ صَلَّى
الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الذِّكْرُ لاَ تَسْمَعُهُ الْحَفْظَةُ يَزِيْدُ
عَلَى الذِّكْرِ تَسْمَعُهُ الْحَفَظَةُ بِسَبْعِيْنَ ضِعْفًا
Sebaik-baik dzikir adalah dzikir dengan samar (khafi) dan sebaik-baiknya
rezeki adalah rezeki yang mencukupi, Nabi juga bersabda : “Dzikir yang
tidak terdengar oleh malaikat pencatat amal (maksudnya dzikir khafi)
mengungguli atas dzikir yang dapat didengar oleh mereka (dzikir jahri)
sebanyak tujuh puluh kali lipat.” (HR. al Baihaqi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar