Selasa, 21 Juni 2016

Penjelasan Kaum Mukmin Akan Melihat Alloh Di Akhirat

Sebagai seorang mukmin kita meyakini bahwa Allah ta’ala tidak menciptakan kehidupan ini untuk tujuan yang sia-sia. Allah ta’ala akan mengumpulkan dan menghitung amal seluruh manusia kelak di hari kiamat. Dan orang yang beriman akan ada yang masuk surga dan selainnya akan masuk neraka.
Melihat wajah Allah yang mulia
Salah satu kenikmatan yang disediakan Allah ta’ala bagi orang mukmin di dalam surga adalah mereka dapat memandang wajah Allah yang mulia. Allah Ta’ala berfirman,
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Yunus: 26)
Al-Haafidh Ibnu Katsir rahimahullah berkata :
وقد روي تفسير الزيادة بالنظر إلى وجه الله الكريم، عن أبي بكر الصديق، وحذيفة بن اليمان، وعبد الله بن عباس [قال البغوي وأبو موسى وعبادة بن الصامت] وسعيد بن المسيب، وعبد الرحمن بن أبي ليلى، وعبد الرحمن بن سابط، ومجاهد، وعكرمة، وعامر بن سعد، وعطاء، والضحاك، والحسن، وقتادة، والسدي، ومحمد بن إسحاق، وغيرهم من السلف والخلف.
وقد وردت في ذلك أحاديثُ كثيرة، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، فمن ذلك ما رواه الإمام أحمد:
حدثنا عفان، أخبرنا حماد بن سلمة، عن ثابت البُناني، عن عبد الرحمن بن أبي ليلى، عن صهيب؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم تلا هذه الآية: { لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ } وقال: "إذا دخل أهل الجنة الجنة، وأهل النار النار، نادى مناد: يا أهل الجنة، إن لكم عند الله موعدًا يريد أن يُنْجِزَكُمُوه. فيقولون: وما هو؟ ألم يُثقِّل موازيننا، ويبيض وجوهنا، ويدخلنا الجنة، ويزحزحنا من النار؟". قال: "فيكشف لهم الحجاب، فينظرون إليه، فوالله ما أعطاهم الله شيئا أحب إليهم من النظر إليه، ولا أقر لأعينهم".
“Telah diriwayatkan penafsiran kata az-ziyaadah (tambahan) dengan melihat wajah Allah Yang Mulia dari Abu Bakr Ash-Shiddiq, Hudzaifah bin Al-Yamaan, ‘Abdullah bin Al-‘Abbas, [Al-Baghawiy berkata : Abu Musa, ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit], Sa’iid bin Al-Musayyib, ‘Abdurrahman bin Abi Lailaa, ‘Abdurrahman bin Saabith, Mujaahid, ‘Ikrimah, ‘Aamir bin Sa’d, ‘Atha’, Adl-Dlahhaak, Al-Hasan, Qataadah, As-Suddiy, Muhammad bin Ishaaq, dan yang lainnya dari kalangan salaf dan khalaf. Dan telah banyak hadits yang membicarakan hal itu dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya adalah yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad: Telah menceritakan kepada kami ‘Affaan : Telah mengkhabarkan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Tsaabit Al-Bunaaniy, dari ‘Abdurrahman bin Abi Lailaa, dari Shuhaib : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat :‘Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya’, beliau bersabda : “Bila penduduk surga telah memasuki surga dan penduduk neraka telah memasuki neraka, maka ada seorang penyeru yang memanggil : ‘Wahai penduduk surga, sesungguhnya kalian mempunyai apa yang telah dijanjikan di sisi Allah, Allah ingin memenuhinya untuk kalian. Maka mereka berkata : ‘Apakah itu ? bukankah Allah telah memberatkan timbangan (amal baik) kami, memutihkan wajah kami, memasukkan kami ke dalam surga, dan menyelamatkan kami dari neraka ?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan : “Maka dibukalah hijab untuk mereka, lalu mereka melihat kepada wajah-Nya. Maka demi Allah, tidak ada sesuatupun yang Allah berikan kepada mereka yang lebih dicintai oleh mereka dan lebih menyenangkan mereka daripada melihat kepada wajah-Nya”.
Dalam ayat lain Allah Ta’ala juga berfirman,
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
“Muka mereka (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnya mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23)
Ayat ini merupakan dalil yang paling jelas dan kuat yang menetapkan ru’yatullah (dilihatnya Allah pada hari kiamat) oleh orang-orang mukmin menurut ‘aqidah Ahlus-Sunnah.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata :
 
ثم قال تعالى: { وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ } من النضارة، أي حسنة بَهِيَّة مشرقة مسرورة، { إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ } أي: تراه عيانا، كما رواه البخاري، رحمه الله، في صحيحه: "إنكم سترون ربكم عَيَانا".
“Kemudian Allah ta’ala berfirman : ‘Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri’ ; berasal dari kata an-nadlaarahyang berarti bagus, menawan, cemerlang, lagi penuh kebahagiaan. (Firman Allah ta’ala : )‘Kepada Tuhannyalah mereka melihat’ ; yaitu melihat-Nya dengan mata telanjang, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhariy rahimahullah dalam Shahih-nya :‘Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian (di akhirat) dengan mata telanjang”. (HR. Bukhari no. 485).
Dan telah jelas bahwa orang mukmin akan melihat Rabbnya kelak di akhirat dalam hadist shohih yang mutawatir yang tidak mungkin lagi tertolak dari Abu Sa’id radhiallahu’anhu dan Abu Hurairah radhiallahu’anhu, seseorang bertanya, ‘Yaa Rasulullah, apakah kami akan melihat Rabb kami di hari kiamat kelak? Rasulullah menjawab, ‘Apakah membahayakan kalian ketika kalian melihat matahari dan bulan…….? Ia menjawab,’Tidak’. ‘Demikianlah kalian akan melihat Rabb kalian.”
Dari Jarir bin Abdillah al-Bajali radhiallahu’anhu, beliau berkata, “Kami sedang duduk bersama Rasulullah shalallahu’alaihi wa salam saat beliau melihat bulan di malam badar, beliau shalallhu’alaihi wa salam bersabda,

إِنكم سترون ربكم كما ترون هذا القمر لا تضامون في رؤْيتهِ ، فإِن استطعتم أن لا تغلبوا على صلاة قبل طلوع الشمسِ وقبل غروبها فافعلوا
“Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian seperti kalian melihat bulan ini, tidak membahayakan kalian saat melihatnya. Jika kalian mampu untuk tidak meninggalkan sholat sebelum terbit dan terbenamnya matahari maka lakukanlah” (HR. Bukhari no. 554 dan Muslim no. 632).
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa salam membaca ayat,
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا
“Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya.” (QS. Thaha: 130)
Itu Kenikmatan yang Paling Besar Kala di Surga
Dari seorang sahabat yang mulia, Shuhaib bin Sinan radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Jika penghuni surga telah masuk surga, Allah ta’ala berfirman: “Apakah kalian mau tambahan nikmat (dari kenikmatan surga yang telah kalian peroleh)? Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami? Dan Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka? Kemudian Allah singkap hijab (penutup wajahNya yang mulia), dan mereka mengatakan,
فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزٌّ
“Tidak ada satupun kenikmatan yang lebih kami cintai dari memandang wajah Allah Ta’ala.” (HR. Muslim no. 181).
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;
 
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (104) وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جاءَهُمُ الْبَيِّناتُ وَأُولئِكَ لَهُمْ عَذابٌ عَظِيمٌ (105) يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمانِكُمْ فَذُوقُوا الْعَذابَ بِما كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ (106) وَأَمَّا الَّذِينَ ابْيَضَّتْ وُجُوهُهُمْ فَفِي رَحْمَتِ اللَّهِ هُمْ فِيها خالِدُونَ (107) تِلْكَ آياتُ اللَّهِ نَتْلُوها عَلَيْكَ بِالْحَقِّ وَمَا اللَّهُ يُرِيدُ ظُلْماً لِلْعالَمِينَ (108) وَلِلَّهِ مَا فِي السَّماواتِ وَما فِي الْأَرْضِ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الْأُمُورُ (109)
Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang kepada mereka keterangan yang jelas. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat, pada hari yang di waktu itu ada muka yang menjadi putih berseri, dan ada pula muka yang menjadi hitam muram. Adapun orang-orang yang menjadi hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan), "Mengapa kalian kafir sesudah kalian beriman? Karena itu, rasakanlah azab disebabkan kekafiran kalian itu." Adapun orang-orang yang menjadi putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga), mereka kekal di dalamnya. Itulah ayat-ayat Allah, Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar, dan tiadalah Allah berkehendak untuk menganiaya hamba-hamba-Nya. Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan. (QS Ali Imron; 104-109)
Allah Swt. berfirman bahwasanya hendaklah ada dari kalian sejumlah orang yang bertugas untuk menegakkan perintah Allah, yaitu dengan menyeru orang-orang untuk berbuat kebajikan dan melarang perbuatan yang mungkar; mereka adalah golongan orang-orang yang beruntung.
Ad-Dahhak mengatakan, mereka adalah para sahabat yang terpilih, para mujahidin yang terpilih, dan para ulama.
قَالَ أَبُو جَعْفَرٍ الْبَاقِرُ: قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ} ثُمَّ قَالَ: "الْخَيْرُ اتِّبَاعِ القُرآنِ وَسُنَّتِي"
Abu Ja'far Al-Baqir meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan. (Ali Imran: 104) Kemudian beliau bersabda: Yang dimaksud dengan kebajikan ini ialah mengikuti Al-Qur'an dan sunnahku.
Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.
Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah hendaklah ada segolongan orang dari kalangan umat ini yang bertugas untuk mengemban urusan tersebut, sekalipun urusan tersebut memang diwajibkan pula atas setiap individu dari umat ini. Sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَده، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أضْعَفُ الإيمَانِ". وَفِي رِوَايَةٍ: "وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الإيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ"
Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya; dan jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya; dan jika masih tidak mampu juga, maka dengan hatinya, yang demikian iiu adalah selemah-lemahnya iman. Di dalam riwayat lain disebutkan: Dan tiadalah di belakang itu iman barang seberat biji sawi pun.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ الْهَاشِمِيُّ، أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ، أَخْبَرَنِي عَمْرو بْنُ أَبِي عَمْرٍو، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَشْهَلِيِّ، عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِه لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ولَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللهُ أنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْ عِنْدِهِ، ثُمَّ لَتَدْعُنَّهُ فَلا يَسْتَجِيبُ لَكُمْ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Al-Hasyimi, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ja'far, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Abu Amr, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman Al-Asyhal, dari Huzaifah ibnul Yaman, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, kalian benar-benar harus memerintahkan kepada kebajikan dan melarang perbuatan mungkar, atau hampir-hampir Allah akan mengirimkan kepada kalian siksa dari sisi-Nya, kemudian kalian benar-benar berdoa (meminta pertolongan kepada-Nya), tetapi doa kalian tidak diperkenankan.
Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Amr ibnu Abu Amr dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan. Hadis-hadis mengenai masalah ini cukup banyak, demikian pula ayat-ayat yang membahas mengenainya, seperti yang akan disebut nanti dalam tafsirnya masing-masing.
Kemudian Allah Swt. berfirman:‎
 

وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ ما جاءَهُمُ الْبَيِّناتُ
Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. (Ali Imran: 105). hingga akhir ayat.
Melalui ayat ini Allah Swt. melarang umat ini menjadi orang-orang seperti umat-umat terdahulu yang bercerai-berai dan berselisih di antara sesama mereka, serta meninggalkan amar makruf dan nahi munkar, padahal hujah telah jelas menentang mereka.‎
 
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا صَفْوان، حَدَّثَنِي أزْهَر بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْهَوْزَنِي عن أَبِي عَامِرٍ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ لُحَيٍّ قَالَ: حَجَجْنَا مَعَ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ، فَلَمَّا قَدِمْنَا مَكَّةَ قَامَ حِينَ صَلَّى [صَلَاةَ] الظُّهْرِ فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إنَّ أهْلَ الْكَتَابَيْنِ افْتَرَقُوا فِي دِينِهِمْ عَلَى ثنتيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وإنَّ هذِهِ الأمَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً -يَعْنِي الْأَهْوَاءَ-كُلُّهَا فِي النَّار إِلَّا وَاحِدَةٌ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ، وَإِنَّهُ سَيَخْرُجُ فِي أُمَّتِي أَقْوَامٌ تُجَارى بِهِمْ تِلْكَ الأهْواء، كَمَا يَتَجَارى الكَلبُ بصَاحِبِهِ، لَا يَبْقَى مِنْهُ عِرْقٌ وَلا مَفْصِلٌ إِلَّا دَخَلَهُ. واللهِ -يَا مَعْشَر العَربِ-لَئِنْ لَمْ تَقُومُوا بِمَا جَاءَ بِهِ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَغَيْرُكم مِن النَّاسِ أحْرَى أَلَّا يَقُومَ بِهِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepadaku Azhar ibnu Abdullah Al-Harawi, dari Abu Amir (yaitu Abdullah ibnu Yahya) yang menceritakan, "Kami melakukan haji bersama Mu'awiyah ibnu Abu Sufyan. Ketika kami tiba di Mekah, ia berdiri ketika hendak melakukan salat Lohor, lalu berkata bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah bersabda: 'Sesungguhnya orang-orang Ahli Kitab telah bercerai-berai dalam agama mereka menjadi tujuh puluh dua golongan, dan sesungguhnya umat ini kelak akan berpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga keinginan (golongan), semuanya masuk neraka kecuali satu golongan, yaitu Al-Jama'ah. Dan sesungguhnya kelak di dalam umatku terdapat kaum-kaum yang selalu mengikuti kemauan hawa nafsunya sebagaimana seekor anjing mengikuti pemiliknya.Tiada yang tersisa darinya, baik urat maupun persendian, melainkan dimasukinya'." Selanjutnya Mu'awiyah mengatakan, "Demi Allah, hai orang-orang Arab, seandainya kalian tidak menegakkan apa yang didatangkan kepada kalian oleh Nabi kalian, maka orang-orang selain dari kalian benar-benar lebih tidak menegakkannya lagi."
Demikian pula menurut riwayat Abu Daud dari Ahmad ibnu Hambal dan Muhammad ibnu Yahya, keduanya dari Abul Mugirah yang nama aslinya ialah Abdul Quddus ibnul Hajjaj Asy-Syami dengan lafaz yang sama. Hadis ini diriwayatkan melalui berbagai jalur.
Firman Allah Swt.:
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ
pada hari yang di waktu itu ada muka yang menjadi putih berseri, dan ada pula muka yang menjadi hitam muram. (Ali Imran: 106)
Yakni kelak di hari kiamat, di waktu putih berseri wajah ahli sunnah wal jama'ah, dan tampak hitam muram wajah ahli bid'ah dan perpecahan. Demikianlah menurut tafsir Ibnu Abbas r.a.
 
فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمانِكُمْ
Adapun orang-orang yang menjadi hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan), "Mengapa kalian kafir sesudah kalian beriman?" (Ali Imran: 106)‎
Menurut Al-Hasan Al-Basri, mereka adalah orang-orang munafik.
فَذُوقُوا الْعَذابَ بِما كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ
Karena itu, rasakanlah azab disebabkan kekafiran kalian itu. (Ali Imran: 106)
gambaran ini bersifat umum menyangkut semua orang kafir.
وَأَمَّا الَّذِينَ ابْيَضَّتْ وُجُوهُهُمْ فَفِي رَحْمَتِ اللَّهِ هُمْ فِيها خالِدُونَ
Adapun orang-orang yang menjadi putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga), mereka kekal di dalamnya. (Ali Imran: 107)
Maksudnya, mereka tinggal di dalam surga untuk selama-lamanya, dan mereka tidak mau pindah darinya.‎
Abu Isa At-Turmuzi dalam tafsir ayat ini mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada karni Waki', dari Ar-Rabi' ibnu Sabih dan Hammad ibnu Salamah, dari Abu Galib yang menceritakan bahwa Abu Umamah melihat banyak kepala dipancangkan di atas tangga masuk masjid Dimasyq. Maka Abu Umamah mengatakan, "Anjing-anjing neraka adalah seburuk-buruk orang-orang yang terbunuh di kolong langit ini; sebaik-baik orang-orang yang terbunuh adalah orang-orang yang dibunuhnya." Kemudian Abu Umamah membacakan firman-Nya: pada hari yang di waktu itu ada muka yang menjadi putih berseri, dan ada pula muka yang menjadi hitam muram. (Ali Imran: 106), hingga akhir ayat. Kemudian aku bertanya kepada Abu Umamah, "Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah Saw.?" Abu Umamah menjawab, "Seandainya aku bukan mendengarnya melainkan hanya sekali atau dua kali atau tiga kali atau empat kali dan bahkan sampai tujuh kali, niscaya aku tidak akan menceritakannya kepada kalian." Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan.
Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah, dari Abu Galib; dan Imam Ahmad mengetengahkannya di dalam kitab musnadnya, dari Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Abu Galib dengan lafaz yang semisal.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan dalam tafsir ayat ini dari Abu Zar sebuah hadis yang panjang, tetapi isinya sangat aneh dan mengherankan.
Kemudian Allah Swt. berfirman:‎
تِلْكَ آياتُ اللَّهِ نَتْلُوها عَلَيْكَ
Itulah ayat-ayat Allah, Kami bacakan ayat-ayat itu kepada kamu. (Ali Imran: 108)
Yakni itulah ayat-ayat Allah dan hujah-hujah-Nya serta keterangan-keterangan-Nya, Kami bacakan kepadamu, hai Muhammad.
بِالْحَقِّ
dengan sebenarnya. (Ali Imran: 108)
Yaitu Kami membuka perkara yang sesungguhnya di dunia dan akhirat. ‎
وَمَا اللَّهُ يُرِيدُ ظُلْماً لِلْعالَمِينَ
dan   tiadalah  Allah  berkehendak  untuk  menganiaya  hamba-hamba-Nya. (Ali Imran: 108)
Artinya, Allah tidak akan berbuat aniaya terhadap mereka, melainkan Dia adalah Hakim Yang Mahaadil yang tidak akan zalim; karena Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, maka untuk itu Dia tidak perlu berbuat aniaya terhadap seseorang dari makhluk-Nya. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:
وَلِلَّهِ مَا فِي السَّماواتِ وَما فِي الْأَرْضِ
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. (Ali Imran: 109)
Yakni semuanya adalah milik Allah dan sebagai hamba-hamba-Nya.‎
وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الْأُمُورُ
dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan.(Ali Imran: 109)
Maksudnya, Dialah Tuhan Yang Memutuskan lagi Yang Mengatur di dunia dan akhirat.
Dalil dari As-Sunnah
 
عن أبي هريرة : أن ناسا قالوا لرسول الله صلى الله عليه وسلم : يا رسول الله! هل نرى ربنا يوم القيامة؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "هل تضارون في رؤية القمر ليلة البدر؟" قالوا: لا. يا رسول الله! قال: "هل تضارون في الشمس ليس دونها سحاب؟" قالوا: لا. يا رسول الله! قال "فإنكم ترونه كذلك. يجمع الله الناس يوم القيامة. فيقول: من كان يعبد شيئا فليتبعه. فيتبع من كان يعبد الشمس الشمس. ويتبع من كان يعبد القمر القمر. ويتبع من كان يعبد الطواغيت الطواغيت. وتبقى هذه الأمة فيها منافقوها. فيأتيهم الله، تبارك وتعالى، في صورة غير صورته التي يعرفون. فيقول: أنا ربكم. فيقولون: نعوذ بالله منك. هذا مكاننا حتى يأتينا ربنا. فإذا جاء ربنا عرفناه. فيأتيهم الله تعالى في صورته التي يعرفون. فيقول: أنا ربكم. فيقولون: أنت ربنا. فيتبعونه.
Dari Abu Hurairah : Bahwa para shahabat pernah bertanya kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, apakah kita bisa melihat Rabb kita pada hari kiamat ?”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Apakah kalian semua tertutup mata untuk melihat bulan pada malam bulan purnama ?”. Mereka menjawab : “Tidak, ya Rasulullah”. Beliau bertanya lagi : “Apakah kalian semua tertutup mata untuk melihat matahari tanpa dibayangi awan ?”. Mereka menjawab : “Tidak”. Beliau bersabda :“Sesungguhnya kalian semua akan melihat Allah seperti itu. Allah akan mengumpulkan manusia pada hari kiamat, lalu Dia berfirman : ‘Barangsiapa menyembah sesuatu, maka ikutlah dengannya’. Kemudian orang yang menyembah matahari mengikuti matahari, orang yang menyembah bulan mengikuti bulan, orang yang menyembah berhala mengikuti berhala, dan tinggallah umat ini di tempatnya, termasuk di dalamnya kelompok munafik. Maka Allah tabaaraka wa ta’ala mendatangi mereka dalam rupa yang tidak mereka kenal. Kemudian Allah berfirman : ‘Aku adalah Rabb kalian’. Mereka menjawab : ‘Kami berlindung kepada Allah darimu. Kami tetap di tempat kami hingga Rabb kami datang kepada kami. Kalau Rabb kami datang, pasti kami mengenal-Nya’. Kemudian Allah datang kepada mereka dengan rupa yang mereka kenal, lalu berfirman : ‘Aku adalah Rabb kalian’. Mereka menjawab : ‘Engkau Rabb kami’. Maka mereka pun mengikuti-Nya”.[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 7437 dan Muslim no. 182.]
عن جرير قال : كنا عند النبي صلى الله عليه وسلم، فنظر إلى القمر ليلة - يعني البدر - فقال: (إنكم سترون ربكم، كما ترون هذا القمر، لا تضامون في رؤيته، فإن استطعتم أن لا تغلبوا على صلاة قبل طلوع الشمس وقبل غروبها فافعلوا). ثم قرأ: {وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ}.
Dari Jarir radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Suatu hari kami pernah bersama Nabi ‎shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian pada suatu malam beliau melihat bulan purnama dan bersabda : “Kalian kelak akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini. Tidak ada sesuatupun yang menghalangi penglihatan kalian. Karena itu, jangan sampai kalian lewatkan shalat sebelum matahari terbit (shalat Shubuh) dan shalat sebelum matahari terbenam (shalat ‘Ashar)”. Kemudian beliau membaca ayat : ‘…dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam (nya)’ (QS. Qaaf : 39)”.[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 554 dan Muslim no. 211.].
Penyerupaan dalam hadits di atas adalah penyerupaan dalam hal memandang yang tanpa dihalangi sesuatupun, bukan dalam penyerupaan Allah dengan matahari ataupun bulan.
Berkata Al-Imam Abu Isma’il Ash-Shaabuniy rahimahullah :
والتشبيه [في هذا الخبر] وقع للرؤية بالرؤية ، لا للمرئي [بالمرئي[. والأخبار الواردة في الرؤية، مخرجة في كتاب (الانتصار) بطرقها.
“Keserupaan dalam hadits di atas adalah dalam hal cara melihatnya (tanpa ada kesulitan/terhalang), tidak dalam keserupaan bentuk yang dilihat. Hadits-hadits tentang hal itu sudah kami takhrij dalam kitab Al-Intishaar dengan menyebutkan jalur-jalur sanadnya”.‎

عن أبي بكر بن عبد الله بن قيس، عن أبيه: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (جنتان من فضة، آنيتهما وما فيهما، وجنتان من ذهب، آنيتهما وما فيهما، وما بين القوم وبين أن ينظروا إلى ربهم إلا رداء الكبر، على وجهه في جنة عدن).
Dari Abu Bakr bin ‘Abdillah bin Qais, dari ayahnya : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Dua surga dan bejana-bejana yang terdapat di keduanya yang terbuat dari perak, dua surga dan bejana-bejana yang terdapat di keduanya yang terbuat dari emas. Tidaklah ada suatu penghalangpun bagi manusia untuk melihat Rabb mereka kecuali selendang kebesaran di wajah-Nya di surga ‘Adn”.[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 4878 & 4880 & 7444, Muslim no. 180, Ahmad 4/411 & 416, At-Tirmidziy no. 2528, Ibnu Majah no. 168, dan yang lainnya.]
عن ‏ ‏عدي بن حاتم ‏ ‏قال : ‏قال رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم :‏ ‏ما منكم من أحد إلا سيكلمه ربه ليس بينه وبينه ترجمان ولا حجاب يحجبه ))
Dari ‘Adiy bin Haatim ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Tidaklah ada seorangpun di antara kalian kecuali ia akan diajak bicara oleh Rabb-nya. Tidak ada antara keduanya penerjemah dan penghalang yang menghalanginya”. [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 6889.].
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan doa yang masyru’ dibaca setelah tasyahud akhir sebelum salam :Rasulullah mengajarkan doa memohon kenikmatan memandang wajah Allah
اللهم بعلمك الغيب وقدرتك على الخلق أحيني ما علمت الحياة خيرا لي وتوفني إذا علمت الوفاة خيرا لي اللهم وأسألك خشيتك يعني في الغيب والشهادة وأسألك كلمة الحكم في الرضى والغضب وأسألك القصد في الفقر والغنى وأسألك نعيما لا يبيد وأسألك قرة عين لا تنقطع وأسألك الرضى بعد القضاء وأسألك برد العيش بعد الموت وأسألك لذة النظر إلى وجهك والشوق إلى لقائك في غير ضراء مضرة ولا فتنة مضلة اللهم زينا بزينة الإيمان واجعلنا هداة مهتدين
“Ya Allah, dengan pengetahuan-Mu terhadap yang ghaib dan kekuasaan-Mu atas semua makhluk, hidupkanah aku selama Engkau tahu kehidupan itu lebih baik bagi ku, dan matikanlah aku jika Engkau tahu kematian itu lebih baik bagiku. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon rasa takut kepadaMu di saat sendiri maupun dalam keadaan terang-terangan, aku memohon perkataan yang benar dalam keadaan baik maupun marah, aku memohon kesederhanaan, baik dalam keadaan fakir maupun kaya, aku memohon kenikmatan yang tak akan habis, dan aku memohon penyejuk hati yang tak pernah berakhir. Aku memohon keridhoan atas ketetapanMu, aku memohon ketentraman setelah kematian, dan aku memohon kenikmatan memandang wajah-Mu, dan kerinduan bertemu dengan-Mu, bukan dalam kesusahan yang mebinasakan dan cobaan yang menyesatkan. Ya Allah, hiasilah kami dengan hiasan iman dan jadikanlah kami termasuk orang-orang yang memberi dan diberi petunjuk.” (HR. An-Nasai, Ahmad dan lainnya).
Tidak mungkin beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kalimat : “Aku mohon kepada-Mu kenikmatan memandang wajah-Mu (di surga)” jika hal itu tidak akan terwujud (mustahil terjadi) kelak di akhirat.
Dalil Ijma’
Al-Imam Abul-Hasan Al-Asy’ariy rahimahullah berkata :
أجمعوا على أن المؤمنين يرون الله عز وجل يوم القيامة بأعين وجوههم على ما أخبر به تعالى
“Mereka (para ulama) telah bersepakat bahwa orang-orang mukmin akan melihat Allah ‘azza wa jalla kelak di hari kiamat dengan mata kepala mereka berdasarkan apa yang telah dikhabarkan Allah ta’ala”.‎
Al-Haafidh ‘Abdul-Ghaniy Al-Maqdisiy rahimahullah berkata :
وأجمع أهل الحق واتفق أهل التوحيد والصدق أن الله تعالى يرى في الآخرة كما جاء في كتابه وصح عن رسوله.
“Orang-orang yang menetapi kebenaran, kejujuran, dan mentauhidkan Allah telah berijma’/sepakat bahwasannya Allah ta’ala akan dilihat kelak di akhirat sebagaimana terdapat keterangannya dalam Al-Qur’an dan hadits shahih dari Rasul-Nya”.‎
Al-Haafidh Ibnu Mandah rahimahullah berkata :

قال الله عز وجل (وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ * إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ). أجمع أهل التأويل؛ كابن عباس وغيره من الصحابة، ومن التابعين : محمد بن كعب، وعبد الرحمن بن سابط، والحسن بن أبي الحسن، وعكرمة، وأبو صالح، وسعيد بن جبير، وغيرهم : أن معناه : إلى وجه ربها ناظرة.
“Allah ‘azza wa jalla telah berfirman : ‘Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat’ (QS. Al-Qiyaamah : 22-23). Para ulama tafsir telah bersepakat, seperti Ibnu ‘Abbas dan yang lainnya dari kalangan shahabat; dari kalangan tabi’in : Muhammad bin Ka’b, ‘Abdurrahman bin Saabith, Al-Hasan bin Abil-Hasan (Al-Hasan Al-Bashriy), ‘Ikrimah, Abu Shaalih, Sa’id bin Jubair, dan yang lainnya; bahwa makna ayat tersebut adalah : Melihat pada wajah Rabb-Nya”.‎
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
أجمع سلف الأمة وأئمتها على أن المؤمنين يرون الله بأبصارهم في الآخرة
“Salaf umat beserta para imamnya telah bersepakat bahwa kaum mukminin akan ‎melihat Allah dengan penglihatan mereka di akhirat”.‎
Atsar Salaf
عن أبي بكر رضي الله عنه : (لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ) قال : الزيادة : النظر إلى وجه الله تعالى.
Dari Abu Bakr (Ash-Shiddiq) radliyallaahu ‘anhu tentang firman Allah : ‘Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya’ (QS. Yunus : 26); ia berkata : “Tambahannya (az-ziyaadah) adalah melihat wajah Allah ta’ala”.‎
عن عامر بن سعد قال : قرأ أبو بكر الصديق، أو قرأت عنده (لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ)، قالوا : وما الزيادة يا خليفة رسول الله ؟ قال : النظر إلى وجه الله عز وجل.
Dari ‘Aamir bin Sa’d ia berkata : Abu Bakr Ash-Shiddiiq membaca, atau aku membaca di sampingnya ayat : ‘Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya’ (QS. Yunus : 26); orang-orang bertanya : “Apakah maksud tambahan (dalam ayat tersebut) wahai khalifah Rasulullah ?”. Ia menjawab : “Melihat wajah Allah ‘azza wa jalla”‎
عن حذيفة : في قوله عز وجل (لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ)؛ قال : النظر إلى وجه عز وجل.
Dari Hudzaifah (bin Al-Yamaan) tentang firman Allah ‘azza wa jalla : ‘Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya’ (QS. Yunus : 26); ia berkata : “Melihat wajah Allah ‘azza wa jalla”.‎
قال عبد الرزاق في تفسيره (٢/٢٩٦) : عن معمر، عن ثابت البناني، عن عبد الرحمن بن أبي ليلى في قوله : (الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ)، قال : الحسنى : الجنة، والزيادة : النظر إلى وجه الله.
Telah berkata ‘Abdurrazzaaq dalam Tafsir-nya (2/296) : Dari Ma’mar, dari Tsaabit Al-Bunaaniy, dari ‘Abdurrahman bin Abi Lailaa tentang firman-Nya : ‘ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya’ (QS. Yunus : 26); ia berkata : “Al-Husnaa adalah surga, dan Az-Ziyaadah adalah melihat wajah Allah”.‎

قال عبد الرزاق في تفسيره (٢/٢٩٤) : عن معمر، عن قتادة في قوله (لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ)، قال : الحسنى : الجنة، والزيادة - فيما بلغنا - : النظر إلى وجه الله.
Telah berkata ‘Abdurrazzaaq dalam Tafsir-nya (2/294) : Dari Ma’mar, dari Qataadah tentang firman Allah : ‘Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya’ (QS. Yunus : 26); ia berkata : “Al-Husnaa adalah surga, dan Az-Ziyaadah – menurut khabar yang sampai kepada kami – adalah melihat wajah Allah”.‎
قال الدارمي في الرد على الجهمية (٢٠٠) : ثنا محمد بن منصور الذي يقال له : الطوسي من أهل البغداد، ثنا علي بن شقيق، أبنا حسين بن واقد، عن يزيد النحوي، عن عكرمة : (وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ * إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ) قال : ينظرون إلى الله نظرا.
Telah berkata Ad-Daarimiy dalam Ar-Radd ‘alal-Jahmiyyah (hal. 200) : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Manshuur yang sering disebut Ath-Thuusiy, salah seorang penduduk Baghdaad : Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Syaqiiq : Telah memberitakan kepada kami Husain bin Waaqid, dari Yaziid An-Nahwiy, dari ‘Ikrimah tentang firman-Nya : ‘Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat’ (QS. Al-Qiyaamah : 22-23); ia berkata : “Mereka melihat Allah dengan sebenar-benarnya”.‎
عن الوليد بن مسلم، قال : سألتُ الأوزاعي ومالك بن أنس، وسفيان الثوري، الليث ابن سعد، عن هذه الأحاديث التي فيها الرؤية وغير ذلك، فقالوا : امضها بلا كيف.
Dari Al-Waliid bin Muslim, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Al-Auza’iy, Maalik bin Anas, Sufyaan Ats-Tsauriy, dan Al-Laits bin Sa’d tentang hadits-hadits yang di dalamnya ada penyebutan ar-ru’yah dan yang lainnya; maka mereka berkata : “Biarkanlah ia tanpa menanyakan bagaimana”.‎
 
عن عبد الله بن وهب قال : قال مالك بن أنس رحمه الله : الناس ينظرون إلى الله تعالى يوم القيامة بأعينهم
Dari ‘Abdullah bin Wahb ia berkata : Telah berkata Maalik bin Anas rahimahullah : “Manusia akan melihat Allah ta’ala pada hari kiamat dengan mata mereka”‎
عن الربيع بن سليمان يقول : كنت ذات يوم عند الشافعي، رحمه الله، وجاءه كتاب من الصَّعيد - وهو اسم موضع - يسألونه عن قول الله جل ذكره : (كَلَّا إِنَّهُمْ عَن رَّبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوْبُوْنَ) فكتب فيه : لَمَّا حجب الله قوما بالسخط دلّ على أن قوما يرونه بالرضا [قال الربيع]. قلت له : أو تدينُ بهذا يا سيدي ؟ فقال : والله لو لم يوقن محمد بن إدريس أنه يرى ربه في المعاد لما عبده في الدنيا.
Dari Ar-Rabii’ bin Sulaiman ia berkata : Suatu hari aku pernah bersama Asy-Syafi’iy rahimahullah. Tiba-tiba datang kepadanya sepucuk surat dari seseorang dari Ash-Sha’iid – ia adalah nama sebuah tempat – yang bertanya kepadanya tentang firman Allah ‘azza wa jalla : ‘Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka’ (QS. Al-Muthaffifiin : 15). Maka ia menulis jawabannya : “Yaitu ketika Allah menutupi suatu kaum dengan kemurkaan, ini menunjukkan bahwasa ada kaum yang lain melihat-Nya dengan keridlaan”. Aku (Ar-Rabii’) berkata kepadanya (Asy-Syafi’iy) : “Apakah engkau berpegang dengan ini wahai tuanku (guruku) ?”. Asy-Syafi’iy menjawab : “Demi Allah, jika Muhammad bin Idriis tidak meyakini bahwa ia akan melihat Rabb-Nya di akhirat, niscaya tidaklah ia menyembah di dunia”.‎

عن ابن هرم القرشي يقول : سمعت الشافعي يقول في قول الله عز وجل : (كَلَّا إِنَّهُمْ عَن رَّبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوْبُوْنَ)، قال : هذا دليل أن أولياءه يرونه يوم القيامة.
Dari Ibnu Harm Al-Qurasyiy ia berkata : Aku mendengar Asy-Syaafi’iy berkata tentang firman Allah ‘azza wa jalla : ‘Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka’(QS. Al-Muthaffifiin : 15); ia berkata : “Ini adalah dalil bahwa para wali Allah akan melihat-Nya pada hari kiamat”.‎

عن أبي داود السجستاني قال : سمعتُ أحمد بن حنبل وذكر عنده شيء من الرؤية فغضب، وقال : ((من قال : إن الله تعالى لا يُرى، فهو كافر)).
Dari Abu Dawud As-Sijistaaniy ia berkata : Aku pernah mendengar Ahmad bin Hanbal yang ketika itu disebutkan sesuatu tentang ru’yah di sisinya, maka ia pun marah. Lalu ia berkata : “Barangsiapa yang berkata : ‘Sesungguhnya Allah tidak dilihat (di akhirat)’, maka ia kafir”.‎
عن حنبل قال : قلتُ لأبي عبد الله - يعني أحمد - في الرؤية. قال : أحاديث صحاح نؤمن بها ونقر وكلما روي عن النبي صلى الله عليه وسلم بأسانيد جيدة نؤمن به ونقر.
Dari Hanbal ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Abu ‘Abdillah – yaitu Ahmad - tentang ar-ru’yah (melihat Allah pada hari kiamat/akhirat). Maka beliau menjawab : “Hadits-hadits shahih kita imani dan akui. Dan semua yang diriwayatkan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan sanad-sanad jayyid, maka ia imani dan akui”.‎

قال إسحاق بن راهويه : «وقد مضت السنة من رسول الله صلى الله عليه و سلم بأن أهل الجنة يرون ربهم وهو من أعظم نِعم أهل الجنة.»
Telah berkata Ishaq bin Rahawaih : “Sungguh telah berlalu/tetap sunnah dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya penduduk surga akan melihat Rabbnya, dan hal itu merupakan kenikmatan yang paling besar bagi penduduk surga”.
I’tiqad Ahlus-Sunnah yang menyatakan bahwa Allah kelak akan dilihat di akhirat oleh orang-orang Mukmin bukan merupakan ‘aqidah tajsiim sebagaimana disangkakan sebagian orang-orang bodoh dari kaum muslimin. Al-Haafidh Abu Bakr Al-Isma’iliy rahimahullah berkata :
وذلك من غير اعتقاد التجسيم في الله عز وجل، ولا التحديد له، ولكن يرونَه جل وعز بأعيُنِهم على ما يشاءُ هو بلا كيفٍ.
“Hal itu (ru’yatullah) bukan termasuk i’tiqad tajsiim terhadap Allah ‘azza wa jalla, tidak pula ‎tahdiid (memberi batasan) kepada-Nya. Namun mereka (kaum mukminin) melihat-Nyajalla wa ‘azza dengan mata mereka sesuai yang Allah kehendaki, tanpa (ditanyakan) bagaimana”.
Sebagai penutup bahasan, akan kami nukilkan penjelasan Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah :

وقد اتفق أئمة المسلمين على أن أحداً من المؤمنين لا يرى الله بعينه في الدنيا، ولم يتنازعوا إلا في النبي صلى الله عليه وسلم خاصة، مع أن جماهير الأئمة على أنه لم يره بعينه في الدنيا، وعلى هذا دلت الآثار الصحيحة الثابتة عن النبي صلى الله علسه وسلم، والصحابة وأئمة المسلمين‏.‏
ولم يثبت عن ابن عباس، ولا عن الإمام أحمد وأمثالهما، أنهم قالوا‏:‏ إن محمداً رأى ربه بعينه، بل الثابت عنهم إما إطلاق الرؤية وإما تقييدها بالفؤاد، وليس في شيء من أحاديث المعراج الثابتة أنه رآه بعينه، وقوله‏:‏ ‏(‏أتاني البارحة ربي في أحسن صورة‏)‏ الحديث الذي رواه الترمذي وغيره، إنما كان بالمدينة في المنام، هكذا جاء مفسراً‏.‏
وكذلك حديث أم الطفيل وحديث ابن عباس وغيرهما ـ مما فيه رؤية ربه ـ إنما كان بالمدينة كما جاء مفسراً في الأحاديث، والمعراج كان بمكة كما قال تعالى‏:‏‏{‏سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى‏}‏ ‏[‏الإسراء‏:‏1‏]‏، وقد بسط الكلام على هذا في غير هذا الموضع‏.‏
وقد ثبت بنص القرآن أن موسى قيل له‏:‏ ‏{‏لن رآني‏}‏ ‏[‏الأعراف‏:‏143‏]‏، وأن رؤية الله أعظم من إنزال كتاب من السماء، كما قال تعالى‏:‏ ‏{‏يَسْأَلُكَ أَهْلُ الْكِتَابِ أَن تُنَزِّلَ عَلَيْهِمْ كِتَابًا مِّنَ السَّمَاء فَقَدْ سَأَلُواْ مُوسَى أَكْبَرَ مِن ذَلِكَ فَقَالُواْ أَرِنَا اللّهِ جَهْرَةً‏}‏ ‏[‏النساء‏:‏153‏]‏، فمن قال‏:‏ إن أحدًا من الناس يراه، فقد زعم أنه أعظم من موسى بن عمران،ودعواه أعظم من دعوى من ادعى أن الله أنزل عليه كتاباً من السماء‏
“Kaum muslimin telah bersepakat bahwa tidak ada seorang mukmin pun yang dapat melihat Allah dengan kedua matanya di dunia. Mereka tidak berselisih pendapat kecuali pada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam secara khusus; dimana menurut jumhur ulama, beliau pun tidak melihat dengan (kedua) matanya di dunia. Hal ini didasarkan oleh beberapa atsar yang shahih lagi tsabit (tetap) dari Nabi ‎shallallaahu ‘alaihi wa sallam, para shahabat, dan imam kaum muslimin.
Tidak tsabit (tetap) dari Ibnu ‘Abas maupun dari Al-Imam Ahmad, atau selain keduanya yang mengatakan : ‘Sesungguhnya Muhammad telah melihat Rabbnya dengan (kedua) matanya’. Namun yang tsabit dari mereka penyebutan ru’yah secara mutlak atau mentaqyidnya dengan (penglihatan) hati. Tidak ada satupun hadits-hadits shahih yang berkaitan dengan peristiwa mi’raj yang menjelaskan bahwa beliau melihat dengan (kedua) matanya. Adapun sabda beliau ‎shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Rabbku mendatangiku dalam bentuk yang paling bagus’ yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan yang lainnya; maka itu hanyalah terjadi di Madinah dalam tidur beliau.
Begitu pula hadits Ummu Thufail dan hadits Ibnu ‘Abbas dan yang lainnya – yang di dalamnya menyebutkan ru’yah - , maka ia juga terjadi di Madinah sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hadits. Adapun peristiwami’raj, ia terjadi di Makkah sebagaimana firman Allah ta’ala : ‘Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidilharam ke Al Masjidil-Aqsha’ (QS. Al-Isra’ : 1). Telah disebutkan penjelasannya di beberapa tempat selain di bagian ini.
Al-Qur’an telah menyebutkan bahwa dikatakan kepada Musa : ‘Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku’ (QS. Al-A’raf : 143). Bahwasannya ru’yatullah (melihat Allah) adalah perkara yang lebih besar daripada diturunkan Al-Qur’an dari langit, sebagaimana firman Allah ta’ala : ‘Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata" (QS. An-Nisaa’ : 153). Maka barangsiapa yang mengatakan ada orang yang melihat Allah (di dunia), maka ia telah menganggap dirinya lebih agung/hebat daripada Musa bin ‘Imraan. Dan juga berarti menganggap dirinya lebih besar daripada orang yang diturunkan atasnya kitab dari langit”. [Majmuu’ Al-Fataawaa, 2/335.].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar