Qarun adalah sepupu Musa, anak dari Yashar adik kandung Imran ayah Musa.
Baik Musa maupun Qarun masih keturunan Yaqub, karena keduanya merupakan
cucu dari Quhas putra Lewi, Lewi bersaudara dengan Yusuf anak dari
Yaqub, hanya berbeda ibu. Silsilah lengkapnya adalah Qarun bin Yashar
bin Qahit/ Quhas bin Lewi bin Yaqub bin Ishaq bin Ibrahim.
Qarun adalah bangsa Israil sebagaimana nabi Musa. Sejumlah penafsir al
Qur’an mengatakan ia adalah sepupu nabi Musa. Sebagian yang lain
menyebutnya paman nabi Musa. Tetapi, di dalam al Qur’an memang hanya
disebut sebagai ’kaum Musa’. Tidak begitu jelas apakah ia paman ataukah
sepupu.
Qarun hidup di zaman Firaun Ramses II sebagaimana juga Musa. Meskipun
Qarun mengaku mengikuti agama Musa, ia justru sangat dekat dengan Ramses
II yang memusuhi Rasul Allah itu. Bahkan ia memperoleh penghasilan
besar dari posisinya yang mendua. Ramses memanfaatkan Qarun untuk
menjadi mata-mata dan pengendali Bani Israil agar tidak berbuat
macam-macam yang bisa membahayakan kedudukan Firaun.
Sebagaimana kita ketahui, Bani Israil adalah bangsa pendatang di negeri
Mesir. Mereka datang ke negeri Firaun ini pada zaman nabi Yusuf, di
sekitar abad 17 SM. Mereka memperoleh izin tinggal di Mesir karena
penguasa saat itu adalah bangsa Hyksos yang secara emosional dekat
dengan penduduk Palestina, Bani Israil. Namun, seiring dengan jatuhnya
kekuasaan Hyksos ke tangan Firaun lagi di zaman New Kingdom, bangsa
Israil menjadi bangsa kelas dua yang sering dianiaya oleh Firaun. Mereka
banyak yang dijadikan budak, dan dijadikan sebagai ’pekerja paksa’
untuk membangun proyek-proyek Firaun. Sampai kelak dibebaskan oleh nabi
Musa, dengan cara eksodus ke palestina kembali.
Qarun memainkan peran sebagai orang munafik, yang bekerja untuk
kepentingan Ramses II. Karena itu sebagian besar kaumnya sangat membenci
dia. Tetapi, dia memiliki harta berlimpah ruah karenanya. Dan memiliki
sejumlah pengikut yang sesama penjilat kekuasaan. Kekayaan Qarun
digambarkan sangat fantastis, dan sering melakukan pamer kekayaan kepada
kaumnya yang miskin.
Musa tak bosan-bosannya mengingatkan Qarun, agar ia membagikan sebagian
kekayaannya kepada kaumnya dalam bentuk zakat. Bukan malah pamer
kekayaan seperti itu. Tetapi, kesombongan Qarun semakin menjadi-jadi. Ia
kumpulkan seluruh harta bendanya, dan diaraknya keliling kota Fayoum.
Ia kerahkan puluhan kuda dan unta, serta ratusan laki-laki dan
perempuan, semata-mata untuk pamer kekayaan.
Awal kehidupan Qarun sangatlah miskin dan memiliki banyak anak. Sehingga
pada suatu kesempatan ia meminta Musa untuk mendoakannya kepada Allah,
yang ia pinta adalah kekayaan harta benda dan permintaan tersebut
dikabulkan oleh Allah. Dikisahkan pula dalam Al-Qur'an dia juga sering
mengambil harta dari Bani Israel yang lain dan dia memiliki ribuan
gudang harta melimpah ruah, penuh berisikan emas dan perak.
Setelah menjadi kaya raya, Qarun menjadi orang yang sombong dan suka
pamer. Orang-orang kaya biasanya menyimpan kunci harta mereka dalam
tempat rahasia agar tidak diketahui orang lain. Qarun bisa saja membuat
sebuah tempat besar yang tersembunyi untuk menampung kunci-kuncinya,
tapi dia tidak melakukannya karena dia ingin menunjukkan kekuatan dan
kekuasaannya.
Jadi kebiasaannya adalah membawa sepuluh orang kuat kemanapun dia pergi.
Kesepuluh orang ini adalah pria-pria perkasa yang berotot kekar. Mereka
mengikuti Qarun kemanapun dia pergi hanya untuk membawakan
kunci-kuncinya. Meskipun sudah dibawa sepuluh orang pria perkasa, tetap
saja mereka merasa bahwa kunci-kunci Qarun terasa berat.
Kebiasaan Qarun yang lain adalah dia selalu mengenakan pakaian yang
berbeda setiap kali keluar rumah. Pakaian-pakaiannya merupakan
jubah-jubah mewah yang paling mahal di zaman itu. Dia juga punya banyak
kuda, punya tentara pribadi, punya bodyguard, punya banyak istana, dan
harta benda. Tidak terhitung jumlah kekayaan yang diberikan Allah
kepadanya.
Qarun juga bisa memainkan orang-orang, dia bisa melakukan apapun karena
punya kekuatan. Fir’aun adalah teman baik Qarun. Jika ada seseorang
yang punya masalah dengannya, Qarun tinggal memberitahu Fir’aun maka
habislah orang itu. Dia bisa membuat seseorang menjadi budak jika dia
mau. Jadi tak seorang pun berani dengan Qarun. Dia adalah seorang tiran
yang dijadikan Allah sebagai contoh di dalam Al-Qur’an.
Pada suatu hari, Qarun memilih pakaian terbaiknya. Kemudian dia pergi ke
pekarangan istananya yang luas dan dia berjalan-jalan sambil
memilih-milih kudanya. Akhirnya pandangannya tertuju ke salah satu kuda
miliknya sembari tangannya menunjuk. Dia berkata kepada pelayannya “Kuda
itu yang disana! Kuda yang memiliki bulu paling putih. Aku ingin
menaiki kuda itu sekarang!” Mereka menghias kuda itu dengan berbagai
macam pernak-pernik. Andaikan orang-orang di jalan melihat kuda putih
itu, tentu mereka akan terkagum-kagum melihatnya. Jadi dia menaiki kuda
putih itu dan berkata: “Tentara-tentaraku! Datanglah kemari!” Kemudian
dia menunjuk tentara-tentara terbaiknya. Lalu tentara-tentara itu
berbaris mengikutinya dari belakang. Kemudian dia menunjuk sepuluh orang
pria kekarnya dan berkata “Bawalah SEMUA harta-hartaku! Hari ini aku
ingin menunjukkan harta-hartaku pada orang-orang. Bawa semua emas,
perak, perunggu, barang-barang mewahku, koleksi pribadiku, dan yang
lainnya. Aku ingin kalian membawa semuanya. Bahkan kalian para tentara
juga harus membawanya! Ketika kita lewat, aku ingin semua orang
terkagum-kagum melihat banyaknya hartaku.”
Jadi dia membawa semua harta karunnyaa, ada begitu banyak rubi, permata,
mutiara, emas, dan perhiasan dalam berbagai bentuk. Ketika dia
berparade keliling kota dari istananya, orang-orang di jalan melihatnya.
Dan orang-orang yang menginginkan yang hanya menginginkan dunia ini
berkata “Lihatlah semua ini. Andai saja kita mempunyai apa yang Qarun
miliki.” Mereka sangat menginginkan harta itu. Bayangkanlah, seluruh
kota menyaksikannya. Di antara mereka juga ada ahli agama. Mereka
berkata “Jangan meminta seperti itu! Celakalah kamu! Sesungguhnya apapun
yang Allah berikan kepadamu sudah cukup.”
Jadi ketika Qarun keluar membawa semua hartanya dan orang-orang di jalan
melihatnya dengan terkagum-kagum, Ada orang di sisi kanan dan ada di
sisi kiri, sedangkan parade Qarun berada di tengah-tengahnya. Ketika dia
merasakan keangkuhan yang tertinggi dan berpikir “Wow, inilah diriku!”
Tiba-tiba Allah memerintahkan bumi untuk menelannya! Jadi tiba-tiba bumi
bergemuruh. Kemudian jalanan mulai retak. Kemudian retakan itu semakin
membesar sehingga terciptalah sebuah lubang yang menganga. Lubang yang
besar itu menelan Qarun beserta semua tentaranya, kunci-kuncinya,
hartanya, bahkan Allah memerintahkan bumi untuk menelan istananya! Dan
orang-orang yang sedang mengamati, beberapa dari mereka berlarian, tapi
pada akhirnya mereka sadar bahwa bumi hanya menelan Qarun dan hartanya.
Kemudian bumi kembali seperti semula seakan-akan tidak ada yang terjadi.
Orang-orang sangat terkejut. Allah telah menunjukkan kepada orang-orang
dan Qarun tentang siapa Raja yang sesungguhnya.
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;
إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِنْ قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ وَآتَيْنَاهُ
مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي
الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لَا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لَا
يُحِبُّ الْفَرِحِينَ (76) وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ
الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا
أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأرْضِ إِنَّ
اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ (77)
Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya
terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan
harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang
yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, "Janganlah
kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
terlalu membanggakan diri.” Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain)sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. [QS Al-Qoshosh Ayat
76-77]
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:Sesungguhnya
Qarun adalah termasuk kaum Musa. (Al-Qashash: 76) Qarun adalah anak
paman Musa, yakni saudara sepupunya.
Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i, Abdullah ibnul Haris
ibnu Naufal, Sammak ibnu Harb, Qatadah, Malik ibnu Dinar, Ibnu Juraij,
dan lain-lainnya, bahwa Qarun adalah saudara sepupu Musa a.s.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa dia adalah Qarun ibnu Yas-hub ibnu Qahis, sedangkan Musa adalah Ibnu Imran ibnu Qahis.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar menduga bahwa Qarun adalah pamannya Musa ibnu Imran a.s.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa menurut kebanyakan ahlul 'ilmi, Qarun adalah saudara sepupu Musa a.s.
Qatadah ibnu Di'amah mengatakan, "Kami mengatakan bahwa dia adalah anak
paman Musa a.s. Qarun dijuluki Al-Munawwir karena suaranya yang bagus
saat membaca kitab Taurat, tetapi dia adalah musuh Allah lagi munafik,
sebagaimana sikap munafiknya Samiri. Keserakahan dirinyalah yang
menjerumuskannya ke dalam kebinasaan karena hartanya yang terlalu
banyak."
Menurut Syahr ibnu Hausyab, Qarun menjulurkan kainnya sepanjang satu
jengkal karena kesombongan dan keangkuhan terhadap kaumnya sendiri.
Firman Allah Swt.:
{وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ}
dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang
kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat.
(Al-Qashash: 76)
Maksudnya, terasa berat oleh mereka memikulnya karena banyaknya kunci (yang menunjukkan banyaknya harta).
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Khaisamah, bahwa kunci-kunci
perbendaharaan harta Qarun terbuat dari kulit, setiap kunci besarnya
sama dengan jari telunjuk. Setiap kunci untuk satu gudang tersendiri
secara terpisah. Apabila Qarun berkendaraan, maka semua kunci
perbendaharaannya diangkut dengan enam puluh ekor begal yang kuat;
menurut pendapat yang lain diangkut dengan sarana lain, hanya Allah-lah
Yang Maha Mengetahui.
Firman Allah Swt.:
{إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ}
(Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, "Janganlah kamu terlalu
bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu
membanggakan diri.” (Al-Qashash: 76)
Yakni kaumnya memberinya nasihat dengan hal-hal yang lebih bermanfaat
bagi kaumnya. Mereka mengatakan kepadanya dengan ungkapan memberi
nasihat dan petunjuk, "Janganlah kamu terlalu bangga dengan apa yang
telah kamu peroleh." Dengan kata lain, janganlah kamu
membangga-banggakan hartamu.
{إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ}
"sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.” (Al-Qashash: 76)
Ibnu Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah membangga-banggakan
diri. Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud ialah bersikap jahat dan
sewenang-wenang, sebagaimana sikap orang-orang yang tidak bersyukur
kepada Allah atas apa yang telah Dia berikan kepadanya.
Firman Allah Swt.:
{وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا}
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari(kenikmatan) duniawi. (Al-Qashash: 77)
Maksudnya, gunakanlah harta yang berlimpah dan nikmat yang bergelimang
sebagai karunia Allah kepadamu ini untuk bekal ketaatan kepada Tuhanmu
dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengerjakan berbagai amal
pendekatan diri kepada-Nya, yang dengannya kamu akan memperoleh pahala
di dunia dan akhirat.
{وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا}
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari(kenikmatan) duniawi. (Al-Qashash: 77)
Yakni yang dihalalkan oleh Allah berupa makanan, minuman, pakaian, rumah
dan perkawinan. Karena sesungguhnya engkau mempunyai kewajiban terhadap
Tuhanmu, dan engkau mempunyai kewajiban terhadap dirimu sendiri, dan
engkau mempunyai kewajiban terhadap keluargamu, dan engkau mempunyai
kewajiban terhadap orang-orang yang bertamu kepadamu, maka tunaikanlah
kewajiban itu kepada haknya masing-masing.
{وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ}
dan berbuat baiklah (kepada orang lain)sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.(Al-Qashash: 77)
Artinya, berbuat baiklah kepada sesama makhluk Allah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.
{وَلا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأرْضِ}
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)bumi. (Al-Qashash: 77)
Yaitu janganlah cita-cita yang sedang kamu jalani itu untuk membuat
kerusakan di muka bumi dan berbuat jahat terhadap makhluk Allah.
{إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ}
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al-Qashash: 77)
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ
اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ
مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ
الْمُجْرِمُونَ (78)
Qarun berkata, "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu
yang ada padaku.” Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah
sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat
daripadanya, dan telah banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu
ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
(QS Al-Qoshosh Ayat-78)
Allah Swt. menceritakan tentang jawaban Qarun kepada kaumnya ketika mereka menasihati dan memberinya petunjuk jalan kebaikan.
{قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي}
Qarun berkata, "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” (Al-Qashash: 78)
Yakni aku tidak memerlukan nasihatmu, karena sesungguhnya Allah
memberiku kekayaan ini sebab Dia mengetahui bahwa aku berhak
mendapatkannya dan sebab kecintaan-Nya kepadaku. Dengan kata lain, dapat
disebutkan bahwa sesungguhnya Allah memberiku semuanya ini hanyalah
karena pengetahuan Allah yang mengetahui bahwa diriku berhak
memperolehnya. Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat
lain melalui firman-Nya:
{فَإِذَا مَسَّ الإنْسَانَ ضُرٌّ دَعَانَا ثُمَّ إِذَا خَوَّلْنَاهُ نِعْمَةً مِنَّا قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ}
Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila
Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata, "Sesungguhnya aku
diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku."(Az-Zumar: 49)
Yakni atas sepengetahuan dari Allah yang ada padaku. Dan sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي}
Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia
ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata, "Ini adalah hakku.” (Fussilat:
50)
Artinya, ini adalah sesuatu yang berhak aku terima. Tetapi telah
diriwayatkan dari sebagian ahli tafsir, bahwa makna yang dimaksud dari
firman-Nya: Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang
ada padaku. (Al-Qashash: 78)
Qarun mempunyai profesi sebagai seorang ahli kimia. Pendapat ini lemah.
Sesungguhnya ilmu kimia itu sendiri merupakan ilmu reaksi, bukan ilmu
yang menyangkut mengubah sesuatu menjadi benda lain, karena sesungguhnya
yang dapat melakukan hal itu hanyalah Allah semata Allah Swt. telah
berfirman:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ
تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا
لَهُ}
Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu
perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah
sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun. Walaupun mereka
bersatu untuk menciptakannya. (Al-Hajj: 73)
Di dalam kitab sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: ومَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِي، فَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً، فَلْيَخْلُقُوا شُعَيْرَةً"
Allah Swt. telah berfirman, "Dan siapakah yang lebih aniaya selain dari
orang yang menciptakan ciptaan seperti ciptaan-Ku, maka silakanlah
mereka menciptakan biji jagung dan silakan mereka menciptakan biji
gandum.”
Hadis ini berkaitan dengan ancaman yang ditujukan terhadap orang-orang
yang membuat sesuatu yang mirip dengan ciptaan Allah hanya dalam bentuk
lahiriah atau gambarnya saja. Maka terlebih lagi ancaman yang ditujukan
terhadap orang yang mengakui bahwa dirinya mampu mengubah suatu benda
menjadi benda yang lain; hal ini jelas batil dan mustahil. Sesungguhnya
batas kemampuan mereka hanyalah meniru bentuk lahiriahnya saja atau
imitasinya, tetapi hakikatnya palsu dan tidak benar serta merupakan
kamuflase belaka. Belum pernah terbuktikan ada suatu kebenaran yang
dilakukan oleh seseorang melalui cara yang biasa dilakukan oleh para
pendusta lagi fasik dan bodoh itu suatu kenyataan yang dapat mengubah
suatu benda ke benda yang lain.
Adapun mengenai peristiwa yang bertentangan dengan hukum alam yang
dilakukan oleh para wali (kekasih Allah), misalnya mengubah sesuatu
benda menjadi emas atau perak, atau hal lainnya. Maka hal seperti ini
tiada seorang muslim pun yang mengingkari kebenarannya, karena proses
kejadiannya berdasarkan kehendak Allah dan dengan seizin-Nya, serta pada
hakikatnya Allah-lah yang melakukannya. Dan hal seperti ini sama sekali
bukan termasuk ke dalam ilmu sulap atau ilmu kimia atau ilmu sihir.
Sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Haiwah ibnu Syuraih Al-Masri,
seorang waliyyullah. Pada suatu hari ia kedatangan seorang pengemis yang
meminta-minta kepadanya, sedangkan dia tidak memiliki sesuatu pun yang
akan diberikannya kepada si peminta-minta itu. Maka ia memungut batu
kerikil dari tanah dan mengocoknya dengan telapak tangannya, lalu ia
lemparkan ke tangan si pengemis itu, tiba-tiba batu kerikil tersebut
telah berubah menjadi emas. Hadis-hadis dan asar-asar yang menceritakan
hal tersebut banyak sekali dan memerlukan cerita yang sangat panjang.
Menurut sebagian ulama, Qarun adalah seseorang yang mengetahui Ismul
A'zam, lalu ia berdoa kepada Allah dengan menyebut Ismul A'zam tersebut.
Akhirnya ia menjadi orang yang banyak hartanya.
Tetapi pendapat yang benar adalah pendapat yang pertama. Karena itulah
Allah Swt. menyanggah pengakuannya yang mengatakan bahwa Allah
memperhatikan dirinya, karena itu Allah memberinya banyak harta.
{أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ
الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا}
Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah sungguh telah
membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih
banyak mengumpulkan harta? (Al-Qashash: 78)
Yakni dahulu ada orang yang lebih banyak memiliki harta darinya, tetapi
bukan karena Kami mencintainya. Sesungguhnya sekalipun demikian, Allah
Swt. telah menghancurkan mereka disebabkan mereka kafir dan tidak
bersyukur kepada Allah Swt. Karena itulah disebutkan dalam firman
selanjutnya:
{وَلا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ}
Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. (Al-Qashash: 78)
Yaitu karena banyaknya dosa mereka.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: karena ilmu
yang ada padaku.(Al-Qashash: 78) Maksudnya, karena kebaikan yang ada
padaku.
Menurut As-Saddi, karena aku berhak mendapatkannya.
Sehubungan dengan tafsir ayat ini Imam Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam
mengemukakannya dengan takwil yang baik, ia mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: Qarun berkata, "Sesungguhnya aku hanya diberi
harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” (Al-Qashash: 78) Bahwa
seandainya bukan karena rida Allah kepada diriku dan pengetahuannya
tentang keutamaanku, tentulah Dia tidak akan memberiku semua harta ini.
Lalu Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam membacakan firman-Nya: Dan apakah
ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan
umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak
mengumpulkan harta? (Al-Qashash: 78), hingga akhir ayat.
Memang demikianlah yang biasa dikatakan oleh orang yang dangkal
pengetahuannya. Bila ia mendapat keluasan rezeki dari Allah, ia akan
mengatakan bahwa seandainya dirinya tidak berhak mendapat hal itu,
tentulah ia tidak akan diberi.
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ
الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ
إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (79) وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ
وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلا
يُلَقَّاهَا إِلا الصَّابِرُونَ (80)
Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah
orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia, "Moga-moga kiranya kita
mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” Berkatalah orang-orang
yang dianugerahi ilmu, "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah
adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan
tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar." (QS
Al-Qoshosh Ayat 79-80)
Allah Swt. menceritakan bahwa Qarun pada suatu hari keluar memamerkan
dirinya kepada kaumnya dengan segala kemewahan dan perhiasan yang
dimilikinya, termasuk iringan kendaraannya, juga pakaiannya yang
gemerlapan serta para pelayan dan para pembantu terdekatnya. Tatkala
orang-orang yang menghendaki kehidupan duniawi dan silau dengan
perhiasan dan kemewahannya melihat apa yang ditampilkan oleh Qarun, maka
hati mereka berharap seandainya saja mereka memperoleh seperti apa yang
dimiliki oleh Qarun. Hal ini disitir oleh firman-Nya:
{يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ}
Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada
Qarun, sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.
(Al-Qashash: 79)
Yakni mempunyai keberuntungan dunia yang berlimpah. Ketika orang-orang
yang bermanfaat ilmunya mendengar ucapan ahli dunia itu, maka mereka
menjawabnya:
{وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا}
Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi
orang-orang yang beriman dan beramal saleh. (Al-Qashash: 80)
Maksudnya, balasan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin lagi saleh
di negeri akhirat lebih baik daripada apa yang kamu lihat sekarang.
Sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih yang mengatakan:
يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا لَا
عَيْنٌ رَأَتْ، وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلَا خطر عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ،
وَاقْرَؤُوا إِنْ شِئْتُمْ: {فَلا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ
مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Allah Swt. berfirman, "Aku telah menyediakan bagi hamba-hamba-Ku yang
saleh apa (pahala) yang belum pernah dilihat oleh mata, dan belum pernah
didengar (kisahnya) oleh telinga serta belum pernah terdelik
(keindahannya) di dalam hati seorang manusia pun.” Selanjutnya Nabi Saw.
bersabda, "Bacalah oleh kalian firman Allah Swt. berikut jika kalian
suka," yaitu: Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk
mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata
sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (As-Sajdah: 17)
Adapun firman Allah Swt.:
وَلا يُلَقَّاهَا إِلا الصَّابِرُونَ}
dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar. (Al-Qashash: 80)
As-Saddi mengatakan bahwa tiada seorang pun yang memperoleh surga
kecuali hanyalah orang-orang yang sabar; seakan-akan kalimat ini
merupakan kelanjutan dari apa yang dikatakan oleh orang-orang yang
dianugerahi ilmu. Ibnu Jarir mengatakan bahwa kalimat seperti itu
tidaklah dikatakan kecuali hanyalah oleh orang-orang yang sabar, yaitu
orang-orang yang tidak menginginkan duniawi dan hanya berharap kepada
pahala Allah di negeri akhirat. Takwil ini berarti bahwa seakan-akan
kalimat ini terpisah dari ucapan orang-orang yang dianugerahi ilmu, dan
menjadikannya sebagai Kalamullah serta pemberitaan dari-Nya tentang hal
tersebut.
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;
فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الأرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِنْ فِئَةٍ
يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِينَ (81)
وَأَصْبَحَ الَّذِينَ تَمَنَّوْا مَكَانَهُ بِالأمْسِ يَقُولُونَ
وَيْكَأَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ
وَيَقْدِرُ لَوْلا أَنْ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا لَخَسَفَ بِنَا
وَيْكَأَنَّهُ لا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ (82)
Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak
ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan
tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan
jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu
berkata, 'Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia
kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak
melimpahkan karunia-Nya atas kita, benar-benar Dia telah membenamkan
kita (pula). Aduhai, benarlah tidak beruntung orang-orang yang
mengingkari (nikmat Allah).” (QS Al-Qoshosh Ayat 81-82)
Setelah menceritakan keangkuhan Qarun dengan perhiasan yang dikenakannya
dan bangga dirinya terhadap kaumnya serta sikapnya yang kelewat batas
terhadap mereka, maka Allah menyebutkan bahwa sesudah itu Dia
membenamkan Qarun berikut rumahnya ke dalam bumi. Hal ini diterangkan di
dalam hadis sahih yang ada pada Imam Bukhari melalui riwayat Az-Zuhri,
dari Salim; ayahnya pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda:
"بَيْنَا رَجُلٌ يَجُرُّ إِزَارَهُ إِذْ خُسِفَ بِهِ، فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِي الْأَرْضِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ"
Tatkala seorang lelaki sedang menyeret kainnya(dengan penuh
kesombongan), tiba-tiba ia dibenamkan (ke dalam bumi), maka dia terus
amblas ke dalam bumi sampai hari kiamat.
Kemudian Imam Bukhari meriwayatkannya pula melalui hadis Jarir ibnu
Zaid, dari Salim, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. dengan teks
yang semisal.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا النَّضْرُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ أَبُو
الْمُغِيرَةِ الْقَاصُّ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ عَطِيَّةَ ، عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "بَيْنَا رَجُلٌ فيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، خَرَجَ فِي بُرْدَيْن
أَخْضَرَيْنِ يَخْتَالُ فِيهِمَا، أَمَرَ اللَّهُ الْأَرْضَ فَأَخَذَتْهُ،
فَإِنَّهُ لَيَتَجَلْجَلُ فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu
Ismail Abul Mugirah Al-Qas, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy,
dari Atiyyah, dari Abu Sa'id yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Ketika seorang lelaki dari kalangan orang yang
terdahulu sebelum kalian keluar dengan memakai dua lapis kain burdah
berwarna hijau dengan langkah yang angkuh, maka Allah memerintahkan
kepada bumi(untuk membenamkannya). Lalu bumi menelannya dan ia terus
terbenam ke dalam bumi sampai hari kiamat.
Hadis diriwayatkan secara tunggal oleh Imam Ahmad dengan predikat yang hasan.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى الْمَوْصِلِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو
خَيْثَمَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَلَّى بْنُ مَنْصُورٍ ، أَخْبَرَنِي
مُحَمَّدُ بْنُ مُسْلِمٍ، سَمِعْتُ زِيَادًا النُّمَيْرِيَّ يُحَدِّثُ عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَيْنَا رَجُلٌ فِيمَنْ كَانَ
قَبْلَكُمْ خَرَجَ فِي بُرْدَيْنِ فَاخْتَالَ فِيهِمَا، فَأَمَرَ اللَّهُ
الْأَرْضَ فَأَخَذَتْهُ، فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِيهَا إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ"
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Abu Khaisamah, telah menceritakan kepada kami Ya'la ibnu Mansur, telah
menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Muslim, bahwa ia pernah mendengar
Ziad An-Numairi menceritakan hadis berikut dari sahabat Anas ibnu Malik
r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ketika
seorang lelaki dari kalangan umat sebelum kalian keluar dengan memakai
kain burdah dua lapis dan melangkah dengan penuh keangkuhan, maka Allah
memerintahkan kepada bumi (untuk membenamkannya), lalu bumi menelannya
dan ia terbenam ke dalam bumi sampai hari kiamat.
Al-Hafiz Muhammad ibnul Munzir menyebutkan di dalam kitabnya yang
berjudul Al-Aja'ibul Garibah berikut sanadnya dari Naufal ibnu Masahiq
yang menceritakan bahwa ia pernah melihat seorang pemuda di dalam masjid
Najran. Maka ia memandang pemuda itu dengan pandangan yang kagum karena
tubuh pemuda itu tinggi, perawakannya tegap lagi tampan. Pemuda itu
menanyainya, "Mengapa engkau selalu memandangku." Naufal ibnu Masahiq
menjawab, "Aku kagum dengan ketampanan dan penampilanmu yang menarik."
Lalu pemuda itu berkata, "Sesungguhnya Allah benar-benar kagum
kepadaku." Naufal ibnu Masahiq mengatakan bahwa ia melihat pemuda itu
kian kecil sehingga tingginya tinggal sejengkal. Maka salah seorang
kerabatnya menangkapnya dan memasukkannya ke dalam saku bajunya, lalu
membawanya pergi.
Disebutkan dalam suatu kisah bahwa penyebab kebinasaan Qarun adalah
karena doa Nabi Musa a.s. Akan tetapi, latar belakangnya masih
diperselisihkan.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan As-Saddi, bahwa Qarun mengupah seorang
wanita tuna susila dengan imbalan harta yang banyak agar wanita itu
membuat suatu kedustaan terhadap Musa a.s di hadapan para pemuka kaum
Bani Israil, saat Nabi Musa a.s. sedang berdiri di kalangan mereka
membacakan Kitabullah kepada mereka. Lalu wanita tuna susila itu
berkata, "Hai Musa, sesungguhnya kamu pernah berbuat anu dan anu (mesum)
dengan diriku."
Setelah wanita itu mengucapkan pernyataan tersebut di hadapan para
pemuka Bani Israil, tubuh Musa a.s. bergetar karena takut, lalu ia
mendatangi wanita itu sesudah salat dua rakaat, dan bertanya kepadanya,
"Aku meminta kepadamu dengan nama Allah yang telah membelah laut dan
menyelamatkan kalian dari Fir'aun serta yang telah melakukan banyak
mukjizat, sudilah kiranya engkau menjelaskan kepadaku tentang penyebab
yang mendorongmu berani mengucapkan hal tersebut terhadap diriku."
Wanita itu menjawab, "Karena engkau telah meminta kepadaku dengan
mendesak, maka aku jelaskan bahwa sesungguhnya Qarunlah yang telah
memberi aku upah agar aku mengatakan hal tersebut kepadamu, dan sekarang
aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya."
Saat itu juga Musa menyungkur bersujud kepada Allah Swt. dan memohon
kepada-Nya sehubungan dengan fitnah yang dilancarkan oleh Qarun. Maka
Allah menurunkan wahyu-Nya yang menyatakan, "Aku telah memerintahkan
kepada bumi agar ia tunduk kepada perintahmu." Lalu Musa memerintahkan
kepada bumi untuk menelan Qarun berikut rumah dan harta bendanya, maka
semuanya amblas ke dalam bumi.
Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya ketika Qarun keluar memamerkan
dirinya di mata kaumnya dengan segala perhiasan yang dipakainya seraya
menunggang begal merahnya, sedangkan semua pelayannya memakai pakaian
yang sama dengannya, yaitu pakaian yang mewah di masa itu. Lalu ia dan
iringannya itu melalui majelis Nabi Musa a.s. yang saat itu sedang
memberikan peringatan kepada kaum Bani Israil akan kekuasaan-kekuasaan
Allah.
Tatkala orang-orang Bani Israil melihat Qarun, maka wajah mereka
berpaling ke arahnya dan pandangan mereka tertuju kepada Qarun dan
kemewahannya. Maka Musa memanggil Qarun dan bertanya kepadanya, "Apakah
yang mendorongmu berbuat demikian?" Qarun menjawab, "Hai Musa, ingatlah
jika engkau diberi keutamaan di atasku berkat kenabian, maka
sesungguhnya aku pun mempunyai kelebihan atas dirimu berkat harta yang
kumiliki. Dan sesungguhnya jika kamu suka, marilah kita keluar dan
marilah engkau berdoa untuk kebinasaanku dan aku pun berdoa (pula) untuk
kebinasaanmu."
Maka Musa dan Qarun berangkat keluar dari kalangan kaumnya, lalu Musa
a.s berkata, "Apakah engkau dahulu yang berdoa ataukah aku?" Qarun
menjawab, "Tidak, akulah yang lebih dahulu berdoa." Maka Qarun berdoa
tetapi tidak diperkenankan.
Musa berkata, "Sekarang giliranku." Qarun menjawab, "Ya." Lalu Musa
berdoa, "Ya Allah, perintahkanlah kepada bumi agar taat kepada
perintahku hari ini." Selanjutnya Musa berkata, "Hai bumi, benamkanlah
mereka (Qarun dan para pelayannya)." Maka bumi membenamkannya sampai
sebatas telapak kaki mereka. Musa berkata lagi, "Benamkanlah mereka,"
maka bumi membenamkannya sampai sebatas lutut mereka. Musa berkata,
"Benamkanlah mereka," maka bumi membenamkannya sampai batas pundak
mereka. Kemudian Musa berkata, "Bawakanlah perbendaharaan harta mereka,"
maka bumi membawakan semua harta benda mereka sehingga mereka dapat
melihatnya. Lalu Musa a.s. berisyarat dengan tangannya dan berkata,
"Pergilah kamu semua, hai Bani Levi," maka bumi menelan mereka semuanya.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa bumi menelan mereka sampai hari
kiamat. Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa bumi
membenamkan mereka setiap harinya sedalam tinggi tubuh mereka, maka
mereka terus-menerus tenggelam ke dalam bumi sampai hari kiamat.
Sehubungan dengan kisah ini banyak riwayat yang bersumber dari kisah
israiliyat yang aneh-aneh, tetapi kami tidak menganggapnya.
Firman Allah Swt.:
{فَمَا كَانَ لَهُ مِنْ فِئَةٍ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِينَ}
Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab
Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat)
membela(dirinya). (Al-Qashash: 81)
Artinya, harta benda yang mereka kumpulkan itu —juga pelayan-pelayannya
serta para pembantunya— tidak dapat memberi pertolongan kepadanya, tidak
dapat pula membelanya dari siksa dan azab Allah serta pembalasan-Nya.
Qarun pun tidak dapat membela dirinya sendiri, serta tidak ada seorang
pun yang dapat menolongnya.
Firman Allah Swt.:
{وَأَصْبَحَ الَّذِينَ تَمَنَّوْا مَكَانَهُ بِالأمْسِ}
Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu. (Al-Qashash: 82)
Yakni orang-orang yang menginginkan hal seperti yang diperoleh Qarun
yang bergelimang dengan perhiasannya saat mereka melihatnya.
{يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ}
Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada
Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.
(Al-Qashash: 79)
Tetapi setelah Qarun dibenamkan, mereka mengatakan:
{وَيْكَأَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ}
Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki
dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya. (Al-Qashash: 82)
Maksudnya, harta benda itu bukanlah merupakan pertanda bahwa Allah rida
kepada pemiliknya. Karena sesungguhnya Allah memberi dan mencegah,
menyempitkan dan melapangkan, dan merendahkan serta meninggikan. Apa
yang ditetapkan-Nya hanyalah mengandung hikmah yang sempurna dan hujah
yang kuat, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam sebuah hadis
marfu' yang diriwayatkan melalui Ibnu Mas'ud:
"إِنَّ اللَّهَ قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَخْلَاقَكُمْ، كَمَا قَسَمَ
أَرْزَاقَكُمْ وَإِنَّ اللَّهَ يُعْطِي الْمَالَ مَنْ يُحِبُّ، وَمَنْ لَا
يُحِبُّ، وَلَا يُعْطِي الْإِيمَانَ إِلَّا مَنْ يُحِبُّ"
Sesungguhnya Allah membagi akhlak di antara kalian sebagaimana Dia
membagi rezeki buat kalian. Dan sesungguhnya Allah memberi harta kepada
orang yang Dia cintai, juga orang yang tidak dicintainya; tetapi Dia
tidak memberi iman kecuali hanya kepada orang yang Dia sukai saja.
Firman Allah Swt.:
{لَوْلا أَنْ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا لَخَسَفَ بِنَا}
kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita, benar-benar Dia telah membenamkan kita(pula). (Al-Qashash: 82)
Yakni seandainya tidak ada belas kasihan Allah dan kebaikan-Nya kepada
kita tentulah Dia membenamkan kita ke dalam bumi sebagaimana Qarun
dibenamkan, sebab kami pernah mengharapkan hal yang semisal dengan
Qarun.
{وَيْكَأَنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ}
Aduhai, benarlah tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah). (Al-Qashash: 82)
Mereka bermaksud bahwa Qarun adalah orang kafir, dan orang kafir itu
tidak akan beruntung di hadapan Allah, baik di dunia maupun di akhirat.
Ulama Nahwu berselisih pendapat sehubungan dengan makna lafaz
{وَيْكَأَنَّ} dalam ayat ini. Sebagian di antara mereka mengatakan bahwa
maknanya ialah 'celakalah, ketahuilah olehmu bahwa'; tetapi bentuknya
di- takhfif. Pendapat yang lain mengatakan waika, dan harakat fathah
yang ada pada an menunjukkan ada lafaz i'lam yang tidak disebutkan.
Pendapat ini dinilai lemah oleh Ibnu Jarir.
Tetapi pada lahiriahnya pendapat ini kuat dan tidak mengandung
kemusykilan, melainkan hanya dari segi penulisannya saja di dalam
mus-haf, yaitu berbentuk muttasil. Sedangkan masalah penulisan merupakan
masalah idiom dan rujukannya adalah bersumber kepada bahasa Arab.
Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah sama dengan alam
tara (tidakkah kamu perhatikan), demikianlah menurut Qatadah. Menurut
pendapat yang lainnya lagi, makna yang dimaksud ialah wai dan ka-anna
secara terpisah;wai bermakna ta'ajjub atau tanbih, sedangkan ka-anna
bermakna azunnu atau ahtasibu.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang terkuat dalam masalah ini
adalah pendapat yang dikemukakan oleh Qatadah, yaitu bermakna alam tara
(tidakkah engkau perhatikan).
Pada ayat ini Allah SWT menerangkan empat macam nasihat dan petunjuk
yang ditujukan kepada Qarun oleh kaumnya. Barangsiapa mengamalkan
nasihat dan petunjuk itu akan memperoleh kesejahteraan di dunia dan di
akhirat kelak.
1. Orang yang dianugerahi oleh Allah SWT kekayaan yang berlimpah-limpah,
perbendaharaan harta yang bertumpuk-tumpuk serta nikmat yang banyak,
hendaklah ia memanfaatkan di jalan Allah, patuh dan taat pada
perintah-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya untuk memperoleh pahala
sebanyak-banyaknya di dunia dan di akhirat. Sabda Nabi saw :
اغتنم خمسا قبل خمس شبابك قبل هرمك وصحتك قبل سقمك وغناك قبل فقرك وفراغك قبل شغلك وحياتك قبل موتك.
Manfaatkan yang lima sebelum datang (lawannya) yang lima; mudamu sebelum
tuanmu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu
senggangmu sebelum kesibukanmu dan hidupmu sebelum matimu. (H.R. Baihaki
dari Ibnu Abbas)
2. Janganlah seseorang itu meninggalkan sama sekali kesenangan dunia
baik berupa makanan, minuman dan pakaian serta kesenangan-kesenangan
yang lain sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran yang telah
digariskan oleh Allah SWT, karena baik untuk Tuhan, untuk diri sendiri
maupun keluarga, semuanya itu mempunyai hak atas seseorang yang harus
dilaksanakan. Sabda Nabi Muhammad saw :
اعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا واعمل لآخرتك كأنك تموت غدا
Kerjakanlah (urusan) duniamu seakan-akan kamu akan hidup selama-lamanya.
Don laksanakanlah amalan akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok.
(H.R. Ibnu Asakir)
3. Seseorang harus berbuat baik sebagaimana Allah SWT berbuat baik
kepadanya, membantu orang-orang yang berkeperluan, pembangunan mesjid,
madrasah, pembinaan rumah yatim piatu di panti asuhan dengan harta yang
dianugerahkan Allah kepadanya dan dengan kewibawaan yang ada padanya,
memberikan senyuman yang ramah tamah di dalam perjumpaannya dan lain
sebagainya.
4. Janganlah seseorang itu berbuat kerusakan di atas bumi, berbuat jahat
kepada sesama makhluk Allah, karena Allah SWT tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan. Allah SWT tidak akan menghormati
mereka, bahkan Allah tidak akan memberikan rida dan rahmat-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar