Sebagaimana yang sudah maklum, setiap pekerja haruslah memiliki
kemahiran dan terlatih dalam apa yang ditekuninya. Seorang pedagang
membutuhkan pengetahuan, latihan, dan kebiasaan untuk berjualan sehingga
dia menjadi pedagang yang handal. Seorang petani juga begitu, ia harus
mengetahui dan berpengalaman dalam bidang cocok tanam. Semakin sering
dan lamanya pengalaman mengurus tanaman akan menjadikannya piawai dalam
pekerjaan tersebut. Begitu juga seorang pembuat barang tertentu, untuk
dia bisa menghasilkan barang yang berkualitas tinggi haruslah ia
mengetahui ilmunya dan pengetahuan melalui latihan dan pembiasaan dalam
mengolahnya.
Begitu juga dalam ibadah jihad, tidak akan berjalan dengan sebenarnya
dan berkualitas sehingga dibekali dengan ilmu dan pengetahuan tentang
jihad, khususnya berkaitan dengan senjata dan cara menggunakannya,
mengetahui ilmu peperangan, strategi dan lainnya. Yang semua itu menjadi
tuntutan dalam jihad sehingga harus disiapkan, diadakan latihan, dan
beruji coba agar jihad yang dilakukan menghasilkan sesuai dengan target
dan tujuan. Dan semua itu terangkum dengan istilah I'dad al-Quwwah,
yakni persiapan kekuatan berperang untuk menghadapi musuh.
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;
وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَبَقُوا إِنَّهُمْ لَا يُعْجِزُونَ
(59) وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ
الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ
دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا
مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا
تُظْلَمُونَ (60)
Dan janganlah orang-orang yang kafir itu mengira bahwa mereka akan dapat
lolos (dari kekuasaan Allah). Sesungguhnya mereka tidak dapat
melemahkan (Allah). Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa
saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk
berperang (yang dengan persiapan itu)kalian menggentarkan musuh Allah,
musuh kalian, dan orang-orang selain mereka yang kalian tidak
mengetahuinya; sedangkan Allah mengetahuinya. Apa saja yang kalian
nafkahkan pada jalan Allah, niscaya akan dibalasi dengan cukup kepada
kalian dan kalian tidak akan dianiaya. (QS Al-Anfal: 59-60)
Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya:
{وَلا تَحْسَبَنَّ}
Janganlah kamu mengira. (Al-Anfal: 59)
Artinya, janganlah kamu mengira, hai Muhammad, (dalam hal ini Imam Ibnu
Kasir memakai qiraat yang membaca ayat ini dengan bacaan la tahsabanna
dengan memakai ta harap dimaklumi. Pent)
{الَّذِينَ كَفَرُوا سَبَقُوا}
orang-orang kafir itu dapat lolos. (Al-Anfal: 59)
Yakni luput dari Kami, dan Kami tidak dapat menangkap mereka, bahkan
mereka berada di bawah tekanan kekuasaan Kami dan berada di dalam
genggaman kehendak Kami; mereka sama sekali tidak dapat mengalahkan
Kami. Perihalnya semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt.
dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ أَنْ يَسْبِقُونَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ}
Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka
akan luput (dari azab)Kami? Amatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu.
(Al-Ankabut: 4)
Maksudnya, teramat buruk apa yang mereka duga itu. Sama pula dengan apa yang terdapat di dalam firman-Nya:
{لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مُعْجِزِينَ فِي الأرْضِ وَمَأْوَاهُمُ النَّارُ وَلَبِئْسَ الْمَصِيرُ}
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang kafir itu dapat melemahkan
(Allah dari mengazab mereka) di bumi ini sedangkan tempat kembali
mereka (di akhirat) adalah neraka. Dan sungguh amat jeleklah tempat
kembali itu. (An-Nur: 57)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي الْبِلادِ مَتَاعٌ قَلِيلٌ ثُمَّ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمِهَادُ}
Janganlah sekali-kali kamu teperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir
bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian
tempat tinggal mereka ialah Jahannam, dan Jahannam itu adalah tempat
yang seburuk-buruknya. (Ali Imran:196-197)
Kemudian Allah Swt. memerintahkan untuk mempersiapkan peralatan senjata
untuk berperang dengan orang-orang musyrik, sesuai dengan kemampuan yang
ada. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
{وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ}
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka apa saja yang kalian sanggupi. (Al-Anfal: 60)
Yakni dengan segenap kemampuan yang kalian miliki.
Termasuk dalam perintah i'dad adalah dengan berlatih. Karena tak ada
gunanya senjata, jika yang memilikinya tak mampu menggunakannya. Dan
orang yang tak mau berlatih sehingga tak mampu menggunakan dan
menfungsikan senjata dan alat-alat perang tidaklah disebut orang yang
mempersiapkan kekuatan.
Imam Shan'ani rahimahullah dalam menerangkan hadits Uqbah bin Amir bahwa
yang dimaksud kekuatan adalah memanah, bahwa hadits tersebut
menafsirkan kekuatan dalam ayat (QS. Al-anfal: 60) dengan memanah,
itulah yang berlaku (biasa digunakan) pada masa kenabian. Ia mencakup
melempar dengan senapan (menembak) kepada kaum musyrikin dan
pemberontak. Dan disimpulkan dari hal itu, disyariatkannya latihan
menggunakannya, karena I'dad (mempersiapkan kekuatan alat perang) bisa
berguna dengan latihan, karena siapa yang tak mahir memanah (menembak),
tidaklah dinamakan mempersiapkan kekuatan. (Lihat: Subulus Salam: 4/72)
Karenanya dalam beberapa hadits, NabiShallallahu 'Alaihi Wasallam
mengecam orang yang meninggalkan (pengetahuan/kemampuan) memanah (masuk
di dalamnya menembak) setelah ia mengetahuinya karena membencinya.
مَنْ عَلِمَ الرَّمْيَ ثُمَّ تَرَكَهُ فَلَيْسَ مِنَّا أَوْ قَدْ عَصَى
"Siapa yang mengetahui (menguasai) cara memanah lalu meninggalkannya,
maka ia bukan bagian dari kami atau ia telah berbuat maksiat." (HR.
Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah dalam men-Syarh hadits ini berkata: "Ini
merupakan larangan keras melupakan memanah sesudah menguasainya, dan ia
sangat dibenci bagi siapa yang meninggalkannya tanpa udzur." (Syarh
Nawawi 'Ala Muslim, no. 3543)
Dari Salamah bin al-Akwa' Radhiyallahu 'Anhuberkata: Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallampernah melewati kaum yang sedang berlomba memanah, siapa
di antara mereka yang menang, lalu beliau bersabda: "Panahlah wahai
Bani Ismail, dan Islamil adalah bapaknya bangsa Arab. Sesungguhnya bapak
kalian adalah seorang pemanah. Dan aku bersama (menjagokan) bani
fulan."
Kemudian salah satu dari dua kelompok itu menurunkan tangannya (tidak
melanjutkan), karenanya beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallambertanya,
"kenapa kamu tidak memanah?" Mereka menjawab, "Bagaimana kami memanah
sementara Anda bersama mereka?" Kemudian Nabi shalawatullah wasalamuhu
'alaihi bersabda: "Mulailah memanah dan aku bersama kalian semua." (HR.
al-Bukhari)
Dalam hadits, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
ارْمُوا وَارْكَبُوا وَأَنْ تَرْمُوا أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ تَرْكَبُوا
وَإِنَّ كُلَّ شَيْءٍ يَلْهُو بِهِ الرَّجُلُ بَاطِلٌ إِلَّا رَمْيَةَ
الرَّجُلِ بِقَوْسِهِ وَتَأْدِيبَهُ فَرَسَهُ وَمُلَاعَبَتَهُ امْرَأَتَهُ
فَإِنَّهُنَّ مِنْ الْحَقِّ وَمَنْ نَسِيَ الرَّمْيَ بَعْدَمَا عُلِّمَهُ
فَقَدْ كَفَرَ الَّذِي عُلِّمَهُ
"Memanah dan berkudalah, dan kalian memanah lebih aku sukai dari pada
berkuda. Segala sesuatu permainan yang dikerjakan orang adalah batil
kecuali seseorang yang bermain memanah dengan busurnya, atau melatih
kudanya, atau bergurau dengan istrinya. Sesungguhnya semua itu termasuk
baik, dan siapa yang meninggalkan (pengetahuan) memanah setelah diberi
nikmat mengetahuinya, sungguh ia telah kufur dengan apa yang diajarkan
padanya." (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Hadits ini Dishahihkan
oleh Syaikh Al-Albani)
Memasukkan tadrib (berlatih) dalam bagian dari perintah I'dad sangatlah
masuk akal. Karena senjata apapun tak ada artinya, kecuali jika
digunakan. Tadrib menggunakan senjata dengan baiklah yang akan
menjadikan seseorang mampu untuk menggunakannya. Dan hanya seorang
muqotil (personal perang) yang terlatih menggunakan senjata sajalah yang
mampu menggunakan senjata dengan baik. Adapun seorang muqotil yang
tidak terlatih, ia tidak akan dapat memanfaatkan senjata sebagaimana
mestinya. Dan pada umumnya, orang yang terlatih dapat mengalahkan orang
yang tidak terlatih dengan mudah.
Orang-orang Arab sebelum datang Islam telah terbiasa berlatih
menggunakan senjata, akan tetapi tadrib yang mereka lakukan itu bukanlah
suatu kewajiban. Di antara mereka ada yang tidak berlatih sesuai dengan
kemauannya. Maka ketika Islam datang mereka diperintahkan dan diberikan
motifasi untuk tadrib, karena jihad adalah kewajiban atas setiap muslim
yang mampu memanggul senjata. Karena seluruh kaum muslimin adalah
tentara dalam pasukan yang berjihad Fii Sabiilillaah supaya kalimatullah
tinggi.
Banyak ulama’ besar yang disaksikan tetap membiasakan berlatih memanah
sampai usia tua. Di antara mereka adalah Imam Ahmad Bin Hambal, ‘Uqbah
Ibnu ‘Amir, dan lainnya. Bahkan para ulama itu merasa heran jika ada
orang yang memandang aneh saat mereka berlatih memanah di usia tuanya.
{مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ}
berupa kekuatan dan kuda-kuda yang ditambat untuk berperang. (Al-Anfal: 60)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ،
حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْب، أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ، عَنْ أَبِي
عَلِيٍّ ثُمَامة بْنِ شُفَيّ، أَنَّهُ سَمِعَ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ
يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ
وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ: {وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ
قُوَّةٍ} أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ، أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ
الرَّمْيُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ma'ruf
telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami
Amr ibnul Haris, dari Abu Ali Sumamah ibnu Syafi (saudara lelaki Uqbah
ibnu Amir). Ia pernah mendengar Uqbah ibnu Amir mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda di atas mimbarnya:"Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian
sanggupi.” Ingatlah, sesungguhnya kekuatan itu terletak pada pasukan
pemanah. Ingatlah, sesungguhnya kekuatan itu terletak pada pasukan
pemanah.
Imam Muslim meriwayatkannya dari Harun ibnu Ma'ruf, Imam Abu Daud dari
Sa'id ibnu Mansur, sedangkan Ibnu Majah dari Yunus ibnu Abdul A'la.
Ketiga-tiganya (yakni Harun, Sa'id, dan Yunus) dari Abdullah ibnu Wahb
dengan sanad yang sama.
Hadis ini mempunyai jalur-jalur lain dari Uqbah ibnu Amir, yang antara
lain ialah yang diriwayatkan oleh hakim Tirmidzi melalui hadis Saleh
ibnu Kaisan, dari seorang lelaki yang menerimanya dari Saleh Ibnu
Kaisan.
Imam Ahmad dan para pemilik kitab Sunnah telah meriwayatkan dari Saleh
ibnu Kaisan yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"ارْمُوا وَارْكَبُوا، وَأَنْ تَرْمُوا خَيْرٌ مِنْ أن تركبوا"
Lemparlah panah kalian dan naikilah kendaraan kalian, tetapi melempar
(membidikkan) panah kalian adalah lebih baik daripada kalian menaiki
kendaraan.
وَقَالَ الْإِمَامُ مَالِكٌ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِي
صَالِحٍ السَّمَّانِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْخَيْلُ
لِثَلَاثَةٍ: لِرَجُلٍ أجْر، وَلِرَجُلٍ سِتْرٌ، وَعَلَى رَجُلٍ وِزْرٌ؛
فَأَمَّا الَّذِي لَهُ أَجْرٌ فَرَجُلٌ رَبَطَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ،
فَأَطَالَ لَهَا فِي مَرْجٍ -أَوْ: رَوْضَةٍ -فَمَا أَصَابَتْ فِي
طِيَلِهَا ذَلِكَ مِنَ الْمَرْجِ -أَوْ: الرَّوْضَةِ -كَانَتْ لَهُ
حَسَنَاتٌ، وَلَوْ أَنَّهَا قَطَعَتْ طِيَلَهَا فَاسْتَنَّتْ شَرَفًا أَوْ
شَرَفَيْنِ كَانَتْ آثَارُهَا وَأَرْوَاثُهَا حَسَنَاتٍ لَهُ، وَلَوْ
أَنَّهَا مَرَّتْ بِنَهَرٍ فَشَرِبَتْ مِنْهُ، وَلَمْ يُرِدْ أَنْ يَسْقِيَ
بِهِ، كَانَ ذَلِكَ حَسَنَاتٍ لَهُ؛ فَهِيَ لِذَلِكَ الرَّجُلِ أَجْرٌ.
وَرَجُلٌ رَبَطَهَا تغنِّيًا وَتَعَفُّفًا، وَلَمْ يَنْسَ حَقَّ اللَّهِ
فِي رِقَابِهَا وَلَا ظُهُورِهَا، فَهِيَ لَهُ سِتْرٌ، وَرَجُلٌ رَبَطَهَا
فَخْرًا وَرِيَاءً وَنِوَاءً فَهِيَ عَلَى ذَلِكَ وِزْرٌ". وَسُئِلَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْحُمُرِ
فَقَالَ: "مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيَّ فِيهَا شَيْئًا إِلَّا هَذِهِ
الْآيَةَ الْجَامِعَةَ الْفَاذَّةَ: {فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ
خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Imam Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam. dari Abu Saleh
As-Samman, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw pernah
bersabda: Kuda itu mempunyai tiga fungsi; bagi seseorang berfungsi
mendatangkan pahala, bagi yang lainnya berfungsi menjadi penutup bagi
dirinya, dan bagi yang lainnya lagi berakibat mendatangkan dosa
baginya. Adapun kuda yang dapat mendatangkan pahala bagi pemiliknya
ialah bila pemiliknya menambatkannya untuk persiapan berjuang di jalan
Allah. Jika kuda itu berada lama di kandangnya atau di tempat
penggembalaannya, maka segala sesuatu yang dimakannya dalam kandang dan
tempat penggembalaannya itu selama ia berada di sana merupakan
pahala-pahala kebaikan bagi pemiliknya. Dan seandainya kuda itu terlepas
dari kandangnya, lalu berlari-lari berputar-putar sekali putar atau dua
kali putar, maka semua jejak kakinya dan kotoran yang dikeluarkannya
merupakan pahala-pahala kebaikan bagi pemiliknya. Dan seandainya kuda
itu melewati sebuah sungai, lalu minum airnya, sedangkan pemiliknya
tidak mau memberinya minum, maka hal itu merupakan pahala-pahala
kebaikan bagi pemiliknya. Semuanya itu mendatangkan pahala bagi
pemiliknya. Dan seorang lelaki yang menambatkannya untuk keperluan
mencari kecukupan (nafkah) dan memelihara harga diri (agar tidak
meminta-minta),tanpa melupakan hak Allah yang ada pada leher dan
punggungnya, maka hal itu merupakan penutup bagi (keperluannya). Dan
seorang lelaki yang menambatkannya untuk kebanggaan, pamer, dan
kesombongan, maka kuda itu mendatangkan dosa bagi pemiliknya. Rasulullah
Saw. pernah ditanya mengenai keledai, maka beliau Saw. bersabda: Tidak
ada sesuatu pun yang diturunkan kepadaku mengenainya kecuali ayat yang
bermakna menyeluruh lagi menyendiri ini, yaitu firman-Nya, "Barang siapa
yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah
pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (Az-Zalzalah: 7-8)
Hadis riwayat Imam Bukhari, dan teks hadis ini berdasarkan yang ada
padanya; begitu pula Imam Muslim, ia telah meriwayatkannya; kedua-duanya
melalui hadis Malik.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، أَخْبَرَنَا شَرِيكٌ،
عَنِ الرُّكَيْن بْنِ الرَّبِيعِ عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ حَسَّانَ؛ عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "الْخَيْلُ ثَلَاثَةٌ: فَفَرَسٌ لِلرَّحْمَنِ، وَفَرَسٌ
لِلشَّيْطَانِ، وَفَرَسٌ لِلْإِنْسَانِ، فَأَمَّا فَرَسُ الرَّحْمَنِ
فَالَّذِي يُرْبَطُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، فَعَلَفُهُ وَرَوْثُهُ
وَبَوْلُهُ، وَذَكَرَ مَا شَاءَ اللَّهُ. وَأَمَّا فَرَسُ الشَّيْطَانِ
فَالَّذِي يُقَامَرُ أَوْ يُرَاهَنُ عَلَيْهِ، وَأَمَّا فَرَسُ
الْإِنْسَانِ فَالْفَرَسُ يَرْتَبِطُهَا الْإِنْسَانُ يَلْتَمِسُ
بَطْنَهَا، فَهِيَ سَتْرٌ مِنْ فَقْرٍ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah
menceritakan kepada kami Syarik, dari Ar-Rakin ibnur Rabi', dari
Al-Qasim ibnu Hissan, dari Abdullah ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. yang
telah bersabda: Kuda itu ada tiga macam, yaitu kuda bagi Tuhan Yang Maha
Pemurah, kuda bagi setan, dan kuda bagi manusia. Adapun kuda yang bagi
Tuhan Yang Maha Pemurah ialah kuda yang ditambatkan untuk persiapan
berjihad di jalan Allah, makanannya, kotorannya, dan air seniya dan
disebutkan pula hal lainnya menurut apa yang dikehendaki Allah. Adapun
kuda yang bagi setan adalah kuda yang dipakai oleh pemiliknya untuk
berjudi dan taruhan Dan kuda yang bagi manusia ialah kuda yang oleh
pemiliknya untuk mencari nafkah bagi pemiliknya maka kuda itu merupakan
penutup bagi pemiliknya dari kefakiran.
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa memanah lebih baik daripada berkuda.
Sedangkan menurut Imam Malik, berkuda lebih baik daripada memanah.
Tetapi pendapat jumhur ulama (pendapat pertama) lebih kuat karena ada
hadis yang mendukungnya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajaj dan Hisyam.
Mereka berdua mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Lais,
telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Abu Habib, dari Ibnu Syamamah.
bahwa Mu'awiyah ibnu Khadij bersua dengan Abu Zar yang sedang berdiri di
dekat seekor kuda miliknya. Lalu Mu’awiyah bertanya kepadanya “Apakah
yang diderita oleh kudamu ini?" Abu Zar menjawab.”Sesungguhnya aku
menduga bahwa kuda ini telah diperkenankan doanya." Mu'awiyah bertanya,
"Apakah binatang itu dapat berdoa?" Abu Zar menjawab.”Demi Tuhan yang
jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya. tidak ada seekor kuda
pun melainkan berdoa di setiap waktu sahur," yang bunyinya seperti
berikut:
اللَّهُمَّ، أَنْتَ خَوَّلْتَنِي عَبْدًا مِنْ عِبَادِكَ، وَجَعَلْتَ
رِزْقِي بِيَدِهِ، فَاجْعَلْنِي أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَهْلِهِ وَمَالِهِ
وَوَلَدِهِ
Ya Allah, Engkau telah menyerahkan diriku untuk melayani seseorang di
antara hamba-hamba-Mu, dan Engkau menjadikan rezekiku ada di tangannya,
maka jadikanlah aku sesuatu yang lebih disukai olehnya daripada
keluarganya, harta bendanya, dan anaknya.
Imam Ahmad mengatakan:
وَحَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ جَعْفَرٍ؛
حَدَّثَنِي يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ سُوَيْد بْنِ قَيْسٍ؛ عَنْ
مُعَاوِيَةَ بْنِ حُدَيْجٍ؛ عَنْ أَبِي ذَرٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم: "إنه لَيْسَ مِنْ
فَرَسٍ عَرَبِيٍّ إِلَّا يُؤْذَنُ لَهُ مَعَ كُلِّ فَجْرٍ، يَدْعُو
بِدَعْوَتَيْنِ، يَقُولُ: اللَّهُمَّ، إِنَّكَ خَوَّلْتَنِي مَنْ
خَوَّلْتَنِي مِنْ بَنِي آدَمَ، فَاجْعَلْنِي مِنْ أَحَبِّ أَهْلِهِ
وَمَالِهِ إِلَيْهِ" أَوْ "أَحَبَّ أَهْلِهِ وَمَالِهِ إِلَيْهِ".
Telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Said dari Abdul Hamid ibnu Abu
Ja'far, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Abu Habib, dari Suwaid
ibnu Qais, dari Mu'awiyah ibnu khadij dari Abu Zar r.a. yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya tidak ada seekor
kuda Arab pun melainkan diizinkan baginya di setiap fajar untuk
mengucapkan doa-doa, yaitu: "Ya Allah, sesungguhnya Engkau serahkan
diriku untuk melayani seseorang dari kalangan Bani Adam yang Engkau
kehendaki untuk aku layani, maka jadikanlah diriku sesuatu yang lebih
disukainya daripada keluarganya dan harta bendanya —atau sebagai milik
dan harta benda yang paling disukainya.
Imam Nasai meriwayatkannya melalui Amr ibnu Ali Al-Fallas, dari Yahya Al-Qattar dengan lafaz yang sama.
قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ
إِسْحَاقَ التّسْتُرِيّ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ، حَدَّثَنَا الْمُطْعِمُ بْنُ الْمِقْدَامِ
الصَّنْعَانِيُّ، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ أَبِي الْحَسَنِ أَنَّهُ قَالَ
لِابْنِ الْحَنْظَلِيَّةِ -يَعْنِي: سَهْلًا -: حدَّثنا حَدِيثًا
سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
فَقَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: "الْخَيْلُ مَعْقُودٌ فِي نَوَاصِيهَا الْخَيْرُ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ، وَأَهْلُهَا مُعَانُونَ عَلَيْهَا، وَمَنْ رَبَطَ فَرَسًا
فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَانَتِ النَّفَقَةُ عَلَيْهِ، كَالْمَادِّ يَدَهُ
بِالصَّدَقَةِ لَا يَقْبِضُهَا"
Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Al-Husain ibni Ishaq At-Tusturi, telah menceritakan kepada kami Hisyam
ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Hamzah, telah
menceritakan kepada kami Al-Muf im ibnul Miqdam As-San'ani, dari
Al-Hasan ibnu Abul Hasan, bahwa ia pernah mengatakan kepada Ibnul
Hanzaliyah (yakni Sahlan) bahwa dia telah menceritakan kepada kami
suatu hadis yang ia dengar dari Rasulullah Saw.. bahwa ia pernah
mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Kuda itu diikatkan kebaikan pada
ubun-ubunnya sampai hari kiamat, pemiliknya sangat memperhatikannya.
Barang siapa yang menambatkan seekor kuda untuk berjihad di jalan Allah,
maka nafkah yang diberikan kepada kudanya itu sama halnya dengan
seseorang yang mengulurkan tangannya memberi sedekah tanpa
henti-hentinya.
Hadis-hadis yang menceritakan keutamaan menambatkan kuda untuk berjihad di jalan Allah cukup banyak.
Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui Urwah ibnu Abul Ja'd Al-Bariqi, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"الْخَيْلُ مَعْقُودٌ فِي نَوَاصِيهَا الْخَيْرُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ: الْأَجْرُ وَالْمَغْنَمُ"
Kuda itu terikatkan kebaikan pada ubun-ubunnya sampai hari kiamat, yaitu pahala dan ganimah.
Firman Allah Swt.:
تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ
(yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah dan musuh kalian. (Al-Anfal: 60) .
Yakni untuk membuat gentar orang-orang kafir yang menjadi musuh Allah dan musuh kalian.
{وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ}
dan orang-orang selain mereka. (Al-Anfal: 60)
Menurut Mujahid makna yang dimaksud ialah orang-orang Bani Quraizah,
sedangkan menurut As-Saddi ialah orang-orang Persia. Sufyan As-Sauri
mengatakan, Ibnu Yaman mengatakan bahwa mereka adalah setan-setan yang
berada di dalam rumah-rumah; dan telah disebutkan oleh sebuah hadis hal
yang semakna dengan pendapat ini.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو عُتْبَةَ أَحْمَدُ بْنُ
الْفَرَجِ الحِمْصِي، حَدَّثَنَا أَبُو حَيْوَةَ -يَعْنِي: شُرَيْحَ بْنَ
يَزِيدَ الْمُقْرِئَ -حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ سِنَانٍ، عَنِ ابْنِ عَرِيبٍ
-يَعْنِي: يَزِيدَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَرِيبٍ -عَنْ أَبِيهِ، عَنْ
جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يَقُولُ فِي قَوْلِهِ: {وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ}
قَالَ: "هُمُ الْجِنُّ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Atabah
(yakni Ahmad ibnul Faraj Al-Himsi), telah menceritakan kepada kami Abu
Haiwah (yakni Syuraih ibnu Yazin Al-Muqri), telah menceritakan kepada
kami Sa'id ibnu Sinan, dari Ibnu Garib (yakni Yazid ibnu Abdullah ibnu
Garib), dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: dan orang-orang selain
mereka yang kalian tidak mengetahuinya. (Al-An'am: 60)Bahwa yang
dimaksud dengan mereka adalah makhluk jin.
Imam Tabrani meriwayatkannya dari Ibrahim ibnu Dahim, dari ayahnya
(yaitu Muhammad ibnu Syu'aib), dari Sinan ibnu Sa'id ibnu Sinan, dari
Yazid ibnu Abdullah ibnu Garib dengan lafaz yang sama.
Ditambahkan pula bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
"لا يُخْبَلُ بَيْتٌ فِيهِ عَتِيقٌ مِنَ الْخَيْلِ"
"Tidak akan diganggu setan suatu rumah yang di dalamnya terdapat seekor kuda yang dipelihara."
Hadis ini munkar, sanad dan matannya tidak sahih.
Muqatil ibnu Hayyyan dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan
bahwa mereka adalah orang-orang munafik. Pendapat ini lebih mendekati
kebenaran dan diperkuat dengan adanya firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ مِنَ الأعْرَابِ مُنَافِقُونَ وَمِنْ أَهْلِ
الْمَدِينَةِ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ لَا تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ
نَعْلَمُهُمْ}
Di antara orang-orang Arab Badui yang di sekeliling kalian itu ada
orang-orang munafik, dan(juga) di antara penduduk Madinah. Mereka
keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu(Muhammad) tidak mengetahui
mereka, Kami yang mengetahui mereka. (At-Taubah: 101)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لاتُظْلَمُونَ}
Apa saja yang kalian nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi
dengan cukup kepada kalian, dan kalian tidak akan dianiaya. (Al-Anfal:
60)
Artinya, berapa pun pembelanjaan yang kalian keluarkan dalam jihad, maka
pahalanya akan dibalas secara penuh dan sempurna kepada kalian.
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud disebutkan
bahwa dirham (mata uang) yang dibelanjakan di jalan Allah
dilipatgandakan pahalanya sampai tujuh ratus kali lipat . Hal ini
diterangkan di dalam tafsir firman Allah Swt.:
{مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ
حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ
حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ}
'Perumpamaan (pembelanjaan yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
membelanjakan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 261)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada Kami Ahmad ibnul
Qasim ibnu Atiyyah, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur
Rahman Ad-Dusytuki, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari ayahnya,
telah menceritakan kepada kami Al-Asy'as ibnu Ishaq, dari Ja'far, dari
Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw.
memerintahkan agar sedekah jangan dikeluarkan kecuali hanya kepada
pemeluk Islam, hingga turunlah firman-Nya: Apa saja yang kalian
nafkahkan pada jalan Allah, niscaya akan dibatasi dengan cukup kepada
kalian. (Al-Anfal: 60) Setelah itu beliau Saw. memerintahkan
mengeluarkan sedekah kepada setiap orang yang meminta dari kalangan
semua pemeluk agama.
Hal ini pun dinilai garib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar