Islam mempunyai pandangan mengenai pengertian atau arti dari kebahagiaan
sejati berdasarkan dalil dari firman Allah swt dalam Kitabullah
Al-Qur’an dan juga dalil dari Hadits Nabi Muhammad saw.
Kebahagiaan sejati seseorang tidak bisa diukur dengan banyaknya harta
atau kekayaan, status atau pangkat sosial dalam kemasyarakatan dan atau
semua kemewahan yang dimiliki oleh seseorang. Kebahagiaan yang
sesungguhnya atau kebahagiaan yang sejati atau hakiki itu terletak pada
ketenangan hati seseorang.
Sudah banyak orang yang kaya raya dengan harta kekayaan mereka, namun
kekayaan yang mereka miliki tidak bisa menjadikan hati mereka menjadi
tenang, akan tetapi sebaliknya, justru harta kekayaan yang mereka
kumpulkan membuat mereka lalai, lupa dan sibuk untuk senantiasa mengejar
kekurangan, hal ini karena berapapun harta benda dan kekayaan yang
mereka miliki masih saja mereka anggap masih kurang kurang.
Hal ini sudah dijelaskan oleh Allah dalam firmannya yang berbunyi :
أَلۡهَىٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ . حَتَّىٰ زُرۡتُمُ ٱلۡمَقَابِرَ
"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. sampai kamu masuk ke dalam kubur. (QS.at-Takatsur:1-2)
Sumber kebahagiaan sejati adalah Ketenangan hati atau ketenangan jiwa
merupakan suatu anugrah dari Allah swt. yang sangat berharga. Setiap
orang pasti menginginkannya, namun hanya sedikit sekali orang yang
mendapatkannya. Hal ini dikarenakan banyak manusia yang melupakan
penciptanya, melupakan Dzat pemberi kebahagiaan, dan melupakan tentang
Dzat sang pencipta ketenangan di dalam jiwa atau hati yang sebenarnya.
Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya:
هُوَ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ ٱلسَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
لِيَزۡدَادُوٓاْ إِيمَٰنٗا مَّعَ إِيمَٰنِهِمۡۗ وَلِلَّهِ جُنُودُ
ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمٗا
"Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang
mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang
telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". QS. Al-Fath : 4
Yang dimaksud dengan tentara langit dan bumi adalah penolong yang
dijadikan Allah bagi orang-orang mukmin seperti malaikat-malaikat,
binatang-binatang, angin taufan dan lain sebagainya,
Dari penjelasan firman Allah swt. Tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa: seseorang yang menginginkan kebahagiaan, ingin mempunyai hati dan
jiwa yang tenang, tetapi lupa kepada sang Penciptanya, maka semua
keinginannya tersebut hanyalah sia-sia belaka.
Oleh sebab itu, untuk mencari dan kemudian mendapatkan kebahagiaan sejati adalah dengan cara :
Selalu mengingat Allah swt. sebagaimana penjelasan dalam firman Allah
swt. di atas, bahwa Allah lah Dzat yang memberi, menciptakan dan
menentukan kebahagiaan pada hamba-Nya.
Berusahalah selalu untuk memperoleh ketenangan dalam jiwa dan hati denganbertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa.
Allah swt. adalah Dzat pemberi ketenangan kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Sebagaimana firman Allah swt. yang lain :
وَيَقُولُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَوۡلَآ أُنزِلَ عَلَيۡهِ ءَايَةٞ مِّن
رَّبِّهِۦۚ قُلۡ إِنَّ ٱللَّهَ يُضِلُّ مَن يَشَآءُ وَيَهۡدِيٓ إِلَيۡهِ
مَنۡ أَنَابَ
"Orang-orang kafir berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya
(Muhammad) tanda (mukjizat) dari Tuhannya?" Katakanlah: "Sesungguhnya
Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang
yang bertaubat kepada-Nya". QS. Ar-Ra’d : 27
Dan Allah juga berfirman:
وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُوْلَٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمَ
ٱللَّهُ عَلَيۡهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّۧنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ
وَٱلصَّٰلِحِينَۚ وَحَسُنَ أُوْلَٰٓئِكَ رَفِيقٗا . ذَٰلِكَ ٱلۡفَضۡلُ مِنَ
ٱللَّهِۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ عَلِيمٗا
"Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah,
yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan
orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang
demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.
An-Nisa : 69 -70
Itulah janji-janji Allah kepada hamba-hamba-Nya yang terpilih, maka
mereka akan mendapatkan anugerah dan kebahagiaan sejati bagi orang-orang
yang taat kepada Allah dan Rasulnya. Janji-janji tersebut bukanlah
diperuntukkan bagi orang-orang yang durhaka kepada Allah swt. perlu
diingatkan kembali bahwasanya kemewahan,kedudukan, jabatan dan segala
kemegahan yangada di dunia ini hanyalah semu belaka dan tidak akan ada
yang abadi dan pasti akan musnah dan rusak.
Hidup di dunia ini hanyalah tempat lintasan belaka yang merupakan sarana
dalam mencari bekal untuk menempuh perjalanan menuju akhirat. Dan
sebaik-baik bekal adalah bekal taqwa
Allah swt. berfirman:
يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ
"Hai kaumku, Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah kesenangan
(sementara) dan Sesungguhnya akhirat Itulah negeri yang kekal". QS.
AL-Mukmin : 39
Dalil Hadits Nabi Muhammad Rasulullah saw. bersabda:
ما لى وللدنىا,ما انا فى ا لدنىا الا كراكب استظل تحت شجرة ثم راح وتركها
"Untuk apakah dunia bagiku. Tidaklah aku di dunia ini melainkan seperti
orang yang pergi berkendaraan yang bernaung sebentar di bawah pohon,
kemudian pergi lagi dan meninggalkannya.” (H.R Tirmidzi)
Bahagia yang hakiki adalah bahagia yang diberikan Allah, Allah
memberikan kebahagaaan berupa keimanan, untuk itu sebagai orang iman
kita wajib untuk bahagia dan mensyukuri apa yang telah Allah berikan
kepada hamabanya. Perhatikan dalil berikut :
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
"Katakan lah muhammad, sebab keutamaan dan rahamatnya Allah maka supaya
merek berbahagia, karena itu lebih baik dari pada apa apa yang mereka
kumpulkan". (Q.S. Yunus 58).
Itulah kebahagiaan yang hakiki, karena Allah telah memberikan keutamaan
dan rahmatnya kepada hambanya yang dipilih serta bisa menjadi orang
iman, supaya mereka berbahagia. Bahagia karena bisa menjadi calon ahli
surga, hidup didunia menyaudara dan mati masuk surga, dan ini lebih jauh
bernilai dari pada apa yang selama ini kita kumpulkan.
Dalam menjalankan imannya, terkadang banyak cobaan silih berganti
datang, itu semua semata mata Allah mencoba pada hambanya untuk tetap
tegar dalam keimanan, dan Allah tidak akan mencoba diluar kemapuan
hamabanya, jika sudah bahagia menjadi orang iman maka selanjutnya akan
menjumpai manisnya keimanan. Perhatikan dalil berikut :
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ الإِيْمَانِ: مَنْ
كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ
يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ
يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ كَمَا
يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
(رواه البخاري)
"Dari Anas Rosululloh SAW Bersabda. Ada 3 hal, barangsiapa yang
menjumpai 3 hal ini maka dia akan menjumpai manisnya keimanan, yaitu
orang yang mencintai Allah dan Rasulnya mengalahkan kecintaan dia kepada
selain Allah dan rasul. Kedua, mencintai seseorang karena Allah,
ketiga, bahwa dia benci apabila dikembalikan dalam kekafiran
sebagaimana dia benci apabila dimasukkan kedalam api". (H.R. Bukhari).
Kebahagiaan mereka salah satunya adalah saling mencintai kepada sesama,
mereka menjadi menyaudara walaupun tidak ada hubungan kekerabatan, Allah
menjadikan mereka menyaudara sebeb rahmatnya Allah, mereka bisa hidup
bahagia saling mengingatkan dan saling menjaga.
Kebahagiaan yang lain adalah sebuah kemenagan, seperti yang tercantum dalam dalil berikut :
وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
"Dan yang lain, yang mereka senangi adalah berupa pertolongan dari Allah
dan kemenangan yang dekat, maka berikan kabar gembira bagi orang orang
beriman". (Q.S. Ashof 13).
Jika hati sudah bahagia akan timbul ketengan dalam hati, tidak ada rasa
was was dari dalam diri dan takut melainkan hanya kepada Allah. Dengan
mengingat kepada Allah hati orang iman akan selalu tenang. Perhatikan
dalil berikut :
الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"Orang orang yang beriman dan hati mereka tenang dengan zikir kepada
Allah, ingatlah dengan zikir kepada Allah menenagkan hati. ( Q.S.
Arra’du 28).
Itulah seputar kebahagiaan yang diberikan oleh Allah kepada hambanya
berupa rahmat, hidayah, kemengaan, manisnya keimanan, dan hati yang
tenang agar hambanya bersyukur dijadikan sebagai calon ahli surga,
janganlah takut dan janganlah susah sesungguhnya Allah bersama kita.
Maka berbahagialah apapun yang terjadi.
Bagi kita menyadari bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah semu dan hanya
sementara saja dankehidupan akhirat kelak adalah kehidupan yang kekal
dan abadi. Untuk itu, sudah seharusnya kita berusaha dengan keras untuk
mencari bekal untuk persiapan menuju perjalanan menuju akhirat yang
kekal dan abadi. Dan janganlah sekali-kali kehidupan dunia ini dengan
segala kemewahan, dan kemegahannya ini menggelincirkan dan menipu kita
semua sehingga kita menjadi lupakepada akhirat yang kekal. Mari kita
berusaha meraih kebahagiaan sejati yang hakiki yaitu ketenangan hati.
Setiap kita ingin bahagia. Tak ada yang ingin sengsara, baik di dunia
maupun di akhirat. Namun, kenyataannya tidak semua dari kita bisa
bahagia dalam hidupnya. Apa kunci dan resep supaya kita benar-benar
menjadi orang yang bahagia? Inilah yang ingin kami hadiahkan kepada
pembaca agar bisa sama-sama merasakan kebahagiaan dalam hidup ini.
Sesungguhnya kebahagiaan hidup dalam pandangan Islam tidak berkutat pada
sisi materi saja. Walaupun Islam mengakui kalau materi menjadi bagian
dari unsur kebahagiaan itu sendiri. Di mana dalam pandangan Islam,
masalah materi hanya sebagai sarana saja, bukan tujuan. Oleh karenanya,
Islam memberikan perhatian sangat besar pada unsur ma'nawi seperti
memiliki iman dan budi pekerti yang luhur sebagai cara mendapatkan
kebahagiaan hidup. Hal telah ditunjukkan oleh beberapa nash syar'i,
seperti firman Allah:
وَالْأَنْعَامَ خَلَقَهَا لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا
تَأْكُلُونَ وَلَكُمْ فِيهَا جَمَالٌ حِينَ تُرِيحُونَ وَحِينَ
تَسْرَحُونَ
"Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada
(bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebagiannya
kamu makan. Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika
kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke
tempat penggembalaan." (QS. An-Nakhl: 5-6)
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
"Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezeki yang baik?" (QS. Al-A'raf: 32)
Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Di antara unsur kebahagiaan
anak Adam adalah istri shalihah, tempat tinggal luas, dan tunggangan
yang nyaman." (HR. Ahmad)
Kebahagiaan dunia
Islam telah menetapkan beberapa hukum dan beberapa kriteria yang
mengarahkan manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia. Hanya
saja Islam menekankan bahwa kehidupan dunia, tidak lain, hanyalah jalan
menuju akhirat. Sedangkan kehidupan sebenarnya yang harus dia upayakan
adalah kehidupan akhirat. Allah Ta'ala berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ
بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan." (QS. An-Nahl: 97)
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi." (QS. Al-Qashshash: 77)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini, {Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat} maksudnya, gunakan apa yang sudah allah berikan kepadamu dari
harta yang banyak ini dan nikmat yang berlimpah dalam ketaatan kepada
Tuhanmu dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai amal ibadah yang
dengannya engkau mendapatkan pahala di negeri akhirat. {dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi} maksudnya, dari
kenikmatan di dalamnya yang telah Dia halalkan untukmu berupa makanan,
minuman, pakaian, tempat tinggal, dan menikah. Karena Rabbmu memiliki
hak atasmu, begitu juga dirimu, keluargamu, tetanggamu memiliki hak
atasmu. Maka berikan hak untuk setiap pemiliknya."
Bahkan dibeberapa tempat Allah menyatakan membeli kehidupan dunia
seseorang yang akan dibayar dengan kebahagiaan akhirat berupa surga.
Contohnya dalam firman Allah,
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ
بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ
وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ
وَالْقُرْآَنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا
بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan
harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada
jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi)
janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan
siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka
bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah
kemenangan yang besar." (QS. Al-Taubah: 111)
Kebahagiaan akhirat
Kebahagiaan akhirat merupakan kebahagiaan abadi yang kekal. Menjadi
balasan atas keshalihan hamba selama hidup di dunia. Allah berfirman,
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
"(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para
malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun`alaikum, masuklah
kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan"." (QS.
Al Nahl: 32)
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ
"Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang
baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah
sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa." (QS. Al Nahl: 30)
Islam telah menetapkan tugas manusia di bumi sebagai khalifah di
dalamnya. Bertugas memakmurkan bumi dan merealisasikan kebutuhan manusia
yang ada di sana. Hanya saja dalam pelaksanaannya senantiasa ada
kesulitan, sehingga menuntutnya bersungguh-sungguh dan bersabar. Hidup
tidak hanya kemudahan sebagaimana yang diinginkan dan diangankan orang.
Bahkan dia selalu berganti dari mudah ke sulit, dari sehat ke sakit,
dari miskin ke kaya, atau sebaliknya.
Ujian-ujian ini akan selalu mengisi hidup manusia yang menuntunnya
untuk bersabar, berkeinginan kuat, bertekad tinggi, bertawakkal, berani,
berkorban, dan berakhlak mulia serta lainnya. Semua ini akan
mendatangkan ketenangan, kebahagiaan, kelapangan, dan ridla.
Allah Ta'ala berfirman,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ
الأَمْوَالِ وَالأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا
إِلَيْهِ رَاجِعُونَ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ
وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa
lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" Mereka itulah yang mendapat
keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al Baqarah: 155-157)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ
ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ
فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا
لَهُ
"Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Seluruh urusannya bernilai
baik. Jika mendapat kebaikan dia bersyukur, dan itu baik untuknya. Dan
jika tertimpa keburukan dia bersabar, dan itu baik untuknya." (HR.
Muslim)
Cara meraih kebahagiaan
Berikut ini poin-poin penting untuk mencapai kebahagiaan hakiki, dunia
dan akhirat, yang senantiasa didambakan oleh setiap insan:
1. Beriman dan beramal shalih
Meraih kebahagiaan melalui iman ditinjau dari beberapa segi: Pertama,
Orang yang beriman kepada Allah Yang Esa, Yang tiada sekutu bagi-Nya,
-dengan iman yang sempurna, bersih dari kotoran dosa,- maka dia akan
merasakan ketenangan hati dan ketentraman jiwa. Dia tidak akan galau dan
penat dalam menghadapi ujian hidup, sebaliknya dia ridha terhadap
takdir Allah pada dirinya. Sehingga dia akan bersyukur terhadap kebaikan
dan bersabar atas bala'.
Ketundukan seorang mukmin kepada Allah membimbing ruhaninya untuk lebih
giat bekerja karena merasa hidupnya memiliki makna dan tujuan yang
berusaha diwujudkannya. Allah berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan
kedzaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan
dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al
An'aam: 82)
Kedua, Iman menjadikan seseorang memiliki pijakan hidup yang
mendorongnya untuk diwujudkan. Maka hidupnya akan memiliki nilai yang
tinggi dan berharga yang mendorongnya untuk beramal dan berjihad di
jalan-Nya. Dengan itu, dia akan meninggalkan gaya hidup egoistis yang
sempit sehingga hidupnya bermanfaat untuk masyarakat di mana dia
tinggal.
Ketika seseorang bersifat egois maka hari-harinya terasa sempit dan
tujuan hidupnya terbatas. Namun ketika hidupnya dengan memikirkan
fungsinya, maka hidup nampak panjang dan indah, dia akan merasakan
hari-harinya penuh nilai.
Ketiga, Peran iman bukan saja untuk mendapatkan kebahagiaan, namun juga
sebagai sarana untuk menghilangkan kesengsaraan. Hal itu karena seorang
mukmin tahu dia akan senantiasa diuji dalam hidupnya sebagai konsekuensi
keimanan, maka akan tumbuh dalam dirinya kekuatan sabar, semangat,
percaya kepada Allah, bertawakkal kepada-Nya, memohon perlindungan
kepada-Nya, dan takut kepada-Nya. Potensi-potensi ini termasuk sarana
utama untuk merealisasikan tujuan hidup yang mulia dan siap menghadapi
ujian hidup. Allah Ta'ala berfirman:
إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ
"Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita
kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap
dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. Al Nisaa': 104)
2. Memiliki akhlak mulia yang mendorong untuk berbuat baik kepada sesama
Manusia adalah makhluk sosial yang harus melakukan interaksi dengan
makhluk sebangsanya. Dia tidak mungkin hidup sendiri tanpa memerlukan
orang lain dalam memenuhi seluruh kebutuhannya. Jika bersosialisasi
dengan mereka merupakan satu keharusan, sedangkan manusia memiliki
tabiat dan pemikiran yang bermacam-macam, maka mungkin sekali akan
terjadi kesalahpahaman dan kekhilafan yang membuatnya sedih. Jika tidak
disikapi dengan bijak maka interaksinya dengan manusia akan menjadi
sebab kesengsaraan dan membawa kesedihan dan kesusahan. Karena itulah,
Islam memberikan perhatian besar terhadap akhlak dan pembinaannya. Hal
ini dapat kita saksikan dalam beberapa ayat dan hadits berikut ini:
- Firman Allah dalam menyifati Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam,
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. Al Qalam: 4)
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ
الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ
لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu." (QS. Ali Imran: 159)
- Perintah Allah kepada kaum mukminin agar tolong menolong dalam kebaikan,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al
Maidah: 2)
- Perintah Allah agar membalas keburukan orang dengan kebaikan,
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ
حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا
إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu)
dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan
antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat
setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar." (QSl Fushshilat:
34-35)
- Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia."
- Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Perumpamaan
orang-orang yang beriman dalam hal kasih sayang, kecintaan dan
kelemah-lembutan diantara mereka adalah bagaikan satu tubuh, apabila ada
satu anggotanya yang sakit maka seluruh tubuh juga merasakan sakit dan
tidak bisa tidur." (Muttafaqun ‘Alaihi)
3. Memperbanyak dzikir dan merasa selalu disertai Allah
Sesungguhnya keridhaan hamba tergantung pada tempat bergantungnya. Dan
Allah adalah Dzat yang paling membuat hati hamba tentram dan dada
menjadi lapang dengan mengingat-Nya. Karena kepada-Nya seorang mukmin
meminta bantuan untuk mendapatkan kebutuhan dan menghindarkan dari mara
bahaya. Karena itulah, syariat mengajarkan beberapa dzikir yang mengikat
antara seorang mukmin dengan Allah Ta'ala sesuai tempat dan waktu,
yaitu ketika ada sesuatu yang diharapkan atau ada sesuatu yang
menghawatirkannya. Dzikir-dzikir tadi mengikat seorang hamba dengan
penciptanya sehingga dia akan mengembalikan semua akibat kepada yang
mentakdirkannya.
Berikut ini beberapa nash yang menunjukkan hubungan dzikir dengan kebahagiaan seorang hamba.
- Firman Allah Ta'ala:
الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati
menjadi tenteram." (QS. Al Ra'du: 28)
- Perintah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada seorang muslim ketika menikah.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
"Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan kebaikan tabi'at yang dia bawa,
dan aku berlindung dari keburukannya dan keburukan tabi'at yang dia
bawa." (HR. Abu Daud no 2160, Ibnu Majah no1918 dan al Hakim).
- Doa ketika terjadi angin ribut:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيْهَا وَخَيْرَ
مَا أُرْسِلْتَ بِهِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيْهَا
وَشَرِّ مَا أُرْسِلْتَ بِهِ
"Ya Allah! Sesungguhnya aku mohon kepadaMu kebaikan angin (ribut ini),
kebaikan apa yang di dalamnya dan kebaikan tujuan angin dihembuskan. Aku
berlindung kepadaMu dari kejahatan angin ini, kejahatan apa yang di
dalamnya dan kejahatan tujuan angin dihembuskan." (Muttafaq 'Alaih)
- Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan untuk melakukan
sebab (usaha), minta tolong kepada Allah, dan tidak sedih jika hasil
yang diharapkan tidak terwujud. "Bersemangatlah mencari yang bermanfaat
bagimu, minta pertolongan kepada Allah, dan jangan lemah. Jika engkau
tertimpa musibah janganlah berkata: ‘Seandainya saya berbuat begini maka
tentu tidak terjadi begitu.’ Namun katakanlah: ‘Allah telah menakdirkan
musibah ini. Apa yang Allah kehendaki pasti terjadi’. Karena perkataan
‘Seandainya’ dapat membuka perbuatan syetan." (HR. Muslim)
4. Menjaga kesehatan
Kesehatan di sini mencakup semua sisi; badan, jiwa, akal, dan ruhani.
Menjaga kesehatan badan merupakan fitrah manusia, karena berkaitan
dengan kelangsungan hidup dan juga menjadi sarana untuk memenuhi
kebutuhan materi seperti makan, minum, pakaian, dan kendaraan.
- Kesehatan fisik: Islam sangat menghargai kehidupan fisik manusia.
Karenanya Islam melarang membunuh tanpa ada sebab yang dibenarkan
syari'at sebagaimana Islam melarang setiap yang bisa membahayakan badan
dan kesehatannya. Allah Ta'ala berfirman, "dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu
(sebab) yang benar." (QS. Al An'am: 151 dan al Isra': 33)
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
". . dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk . . " (QS. Al A'raaf: 157)
Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Tidak (boleh
melakukan/menggunakan sesuatu yang) berbahaya atau membahayakan (orang
lain)." (HR. Ahmad dalam Musnadnya, Malik dan Ibnu Majah)
- Kesehatan jiwa: banyak orang yang tidak memperhatikan kesehatan jiwa
dan tidak memperdulikan cara untuk menjaganya, padahal dia pilar pokok
untuk meraih kebahagiaan. Karena itu, Islam sangat memperhatikan
pendidikan jiwa dan menyucikannya dengan sifat-sifat mulia.
Kesehatan jiwa tegak dengan iman lalu dihiasi dengan akhlak terpuji dan
disterilkan dari akhlak buruk seperti marah, sombong, berbangga diri,
bakhil, tamak, iri, dengki, dan akhlak buruk lainnya.
Allah Ta'ala berfirman,
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا
مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ
رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى
"Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami
berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan
dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah
lebih baik dan lebih kekal." (QS. Thaahaa: 131)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "jika kalian bertiga,
janganlah yang dua orang berbisik-bisik tanpa mengikutkan yang satunya
sehingg mereka berkumpul dengan orang banyak supaya tidak membuatnya
sedih." (Muttafaq 'Alaih)
Allah Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ
يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ
خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلا تَنَابَزُوا
بِالألْقَابِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ وَمَنْ لَمْ
يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
"Hai orang-orang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang
lain, boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olok). Jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita
lain, boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari
wanita (yang mengolok-olok). Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri
dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman.
Barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang
dzalim." (QS. Al Hujuraat: 11)
Allah Swt. melarang menghina orang lain, yakni meremehkan dan
mengolok-olok mereka. Seperti yang disebutkan juga dalam hadis sahih
dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"الكِبْر بَطَرُ الْحَقِّ وغَمْص النَّاسِ" وَيُرْوَى: "وَغَمْطُ النَّاسِ"
Takabur itu ialah menentang perkara hak dan meremehkan orang lain; menurut riwayat yang lain, dan menghina orang lain.
Makna yang dimaksud ialah menghina dan meremehkan mereka. Hal ini
diharamkan karena barangkali orang yang diremehkan lebih tinggi
kedudukannya di sisi Allah dan lebih disukai oleh-Nya daripada orang
yang meremehkannya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ
بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا
فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu
menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima tobat lagi Maha Penyayang." (QS. Al Hujuraat: 12)
Telah diriwayatkan kepada kami dari Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab
r.a., bahwa ia pernah berkata, "Jangan sekali-kali kamu mempunyai
prasangka terhadap suatu kalimat yang keluar dari lisan saudaramu yang
mukmin melainkan hanya kebaikan belaka, sedangkan kamu masih mempunyai
jalan untuk memahaminya dengan pemahaman yang baik."
قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ بْنُ مَاجَهْ: حَدَّثَنَا أَبُو الْقَاسِمِ
بْنُ أَبِي ضَمْرَةَ نَصْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ سُلَيْمَانَ الحِمْصي،
حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي قَيْسٍ النَّضري،
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَطُوفُ بِالْكَعْبَةِ وَيَقُولُ: "مَا
أَطْيَبَكِ وَأَطْيَبَ رِيحَكِ، مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ.
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَحُرْمَةُ الْمُؤْمِنِ أَعْظَمُ
عِنْدَ اللَّهِ حُرْمَةً مِنْكِ، مَالُهُ وَدَمُهُ، وَأَنْ يُظَنَّ بِهِ
إِلَّا خَيْرٌ
Abdullah ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul
Qasim ibnu Abu Damrah Nasr ibnu Muhammad ibnu Sulaiman Al-Himsi, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah
ibnu Abu Qais An-Nadri, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu
Amr r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Nabi Saw. sedang tawaf
di ka'bah seraya mengucapkan:Alangkah harumnya namamu, dan alangkah
harumnya baumu, dan alangkah besarnya namamu, dan alangkah besarnya
kesucianmu. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman
kekuasaan-Nya, sesungguhnya kesucian orang mukmin itu lebih besar di
sisi Allah Swt. daripada kesucianmu; harta dan darahnya jangan sampai
dituduh yang bukan-bukan melainkan hanya baik belaka.
Ibnu Majah meriwayatkannya melalui jalur ini secara munfarid {tunggal).
قَالَ مَالِكٌ، عَنْ أَبِي الزِّناد، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ،
وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَسَّسُوا، وَلَا تَنَافَسُوا، وَلَا
تَحَاسَدُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ
اللَّهِ إِخْوَانًا".
Malik r.a. telah meriwayatkan dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu
Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Janganlah kamu mempunyai prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka
yang buruk itu adalah berita yang paling dusta; janganlah kamu saling
memata-matai, janganlah kamu saling mencari-cari kesalahan, janganlah
kamu saling menjatuhkan, janganlah kamu saling mendengki, janganlah kamu
saling membenci dan janganlah kamu saling berbuat makar, tetapi jadilah
kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.
Imam Bukhari meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Yusuf, sedangkan Imam
Muslim meriwayatkannya dari Yahya ibnu Yahya. Imam Abu Daud
meriwayatkannya dari Al-Atabi, dari Malik dengan sanad yang sama.
قَالَ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَنَسٍ [رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "لَا تَقَاطَعُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا
تَحَاسَدُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا، وَلَا يَحِلُّ
لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ".
Sufyan ibnu Uyaynah telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Anas r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kalian
saling memutuskan persaudaraan, janganlah kamu saling menjatuhkan,
janganlah kamu saling membenci, dan janganlah kamu saling mendengki,
tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak
dihalalkan bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga
hari.
Imam Muslim dan Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya
masing-masing, dan Imam Turmuzi menilainya sahih, melalui riwayat Sufyan
ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama.
وَقَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
القِرْمِطي الْعَدَوِيُّ، حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ
الْمَدَنِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ قَيْسٍ الْأَنْصَارِيُّ،
حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مُحَمَّدٍ بْنِ أَبِي الرِّجَالِ، عَنْ
أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ حَارِثَةَ بْنِ النُّعْمَانِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "ثلاث لازمات لِأُمَّتِي:
الطِّيَرَةُ، وَالْحَسَدُ وَسُوءُ الظَّنِّ". فَقَالَ رَجُلٌ: مَا
يُذْهِبُهُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِمَّنْ هُنَّ فِيهِ؟ قَالَ: "إِذَا
حَسَدْتَ فَاسْتَغْفِرِ اللَّهَ، وَإِذَا ظَنَنْتَ فَلَا تُحَقِّقْ،
وَإِذَا تَطَيَّرْتَ فَأمض "
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Abdullah Al-Qurmuti Al-Adawi, telah menceritakan kepada kami Bakr ibnu
Abdul Wahhab Al-Madani, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Qais
Al-Ansari, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu
Abur Rijal, dari ayahnya, dari kakeknya Harisah ibnun Nu'man r.a. yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ada tiga perkara yang
ketiganya memastikan bagi umatku, yaitu tiyarah, dengki, dan buruk
prasangka.Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah cara
melenyapkannya bagi seseorang yang ketiga-tiganya ada pada dirinya?"
Rasulullah Saw. menjawab: Apabila kamu dengki, mohonlah ampunan kepada
Allah; dan apabila kamu buruk prasangka, maka janganlah kamu nyatakan;
dan apabila kamu mempunyai tiyarah (pertanda kemalangan), maka
teruskanlah niatmu.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu
Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy,
dari Zaid r.a. yang menceritakan bahwa sahabat Ibnu Mas'ud r.a. pernah
menerima seorang lelaki yang ditangkap, lalu dihadapkan kepadanya,
kemudian dikatakan kepada Ibnu Mas'ud, "Ini adalah si Fulan yang
jenggotnya meneteskan khamr (yakni dia baru saja minum khamr)." Maka
Ibnu Mas'ud r.a. menjawab, "Sesungguhnya kami dilarang memata-matai
orang lain. Tetapi jika ada bukti yang kelihatan oleh kita, maka kita
harus menghukumnya." Ibnu Abu Hatim menjelaskan nama lelaki tersebut di
dalam riwayatnya, dia adalah Al-Walid ibnu Uqbah ibnu Abu Mu'it.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah
menceritakan kepada kami Lais, dari Ibrahim ibnu Nasyit Al-Khaulani,
dari Ka'b ibnu Alqamah, dari Abul Haisam, dari Dajin (juru tulis Uqbah)
yang menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Uqbah, "Sesungguhnya
kami mempunyai banyak tetangga yang gemar minum khamr, dan aku akan
memanggil polisi untuk menangkap mereka." Uqbah menjawab, "Jangan kamu
lakukan itu, tetapi nasihatilah mereka dan ancamlah mereka." Dajin
melakukan saran Uqbah, tetapi mereka tidak mau juga berhenti dari
minumnya. Akhirnya Dajin datang kepada Uqbah dan berkata kepadanya,
"Sesungguhnya telah kularang mereka mengulangi perbuatannya, tetapi
mereka tidak juga mau berhenti. Dan sekarang aku akan memanggil polisi
susila untuk menangkap mereka." Maka Uqbah berkata kepada Dajin,
"Janganlah kamu lakukan hal itu. Celakalah kamu, karena sesungguhnya aku
pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"مَنْ سَتَرَ عَوْرَةَ مُؤْمِنٍ فَكَأَنَّمَا اسْتَحْيَا مَوْءُودَةً مِنْ قَبْرِهَا".
'Barang siapa yang menutupi aurat orang mukmin, maka seakan-akan
(pahalanya)sama dengan orang yang menghidupkan bayi yang dikubur
hidup-hidup dari kuburnya'.”
Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Al-Lais ibnu
Sa'd dengan sanad dan lafaz yang semisal. Sufyan As-Sauri telah
meriwayatkan dari Rasyid ibnu Sa'd, dari Mu'awiyah r.a. yang mengatakan
bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda:
"إِنَّكَ إِنِ اتَّبَعْتَ عَوْرَاتِ النَّاسِ أَفْسَدْتَهُمْ" أَوْ: "كِدْتَ أَنْ تُفْسِدَهُمْ"
Sesungguhnya bila kamu menelusuri aurat orang lain, berarti kamu rusak mereka atau kamu hampir buat mereka menjadi rusak.
Abu Darda mengatakan suatu kalimat yang ia dengar dari Mu'awiyah r.a
dari Rasulullah Saw.; semoga Allah Swt. menjadikannya bermanfaat. Imam
Abu Daud meriwayatkannya secara munfarid, melalui hadis As-Sauri dengan
sanad yang sama.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ أَيْضًا: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو
الْحَضْرَمِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ، حَدَّثَنَا
ضَمْضَم بْنُ زُرَعَة، عَنْ شُرَيْح بْنِ عبيد، عن جُبَيْر بْنِ نُفَيْر،
وَكَثِيرِ بْنِ مُرَّة، وَعَمْرِو بن الأسود، والمقدام بن معد يكرب ،
وَأَبِي أُمَامَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: "إِنَّ الْأَمِيرَ إِذَا ابْتَغَى الرِّيبَةَ في الناس،
أَفْسَدَهُمْ"
Abu Daud mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Amr
Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Iyasy telah
menceritakan kepada kami Damdam ibnu Zur'ah, dan Syura.h ibnu Ubaid,
dari Jubair ibnu Nafir, Kasir ibnu Murrah, Amr ibnul Aswad, Al-Miqdam
ibnu Ma'di Kariba dan Abu Umamah r.a., dan Nabi Saw. yang telah
bersabda:Sesungguhnya seorang amir itu apabila mencari-cari kesalahan
rakyatnya, berarti dia membuat mereka rusak.
- Kesehatan akal: Akal adalah sebab utama manusia mendapat taklif (beban
syari'at). Karenanya Allah memerintahkan untuk menjaganya dan
mengharamkan sesuatu yang membahayakan dan merusaknya. Sebab utama yang
menghilangkan kesadaran akal adalah hal-hal yang memabukkan dan yang
diharamkan. Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ
وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ
أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ
وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ
أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan
keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud
hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran
(meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat
Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan
itu)." (QS. Al Maaidah: 90-91)
Allah Swt. berfirman melarang hamba-hamba-Nya yang beriman meminum khamr
dan berjudi. Telah disebutkan dalam sebuah riwayat dari Amirul Mu’minin
Ali ibnu Abu Talib r.a., bahwa ia pernah mengatakan catur itu termasuk
judi. Begitu pula menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim,
dari ayahnya, dari Isa ibnu Marhum, dari Hatim, dari Ja'far ibnu
Muhammad, dari ayahnya, dari Ali r.a.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Ismail Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Sufyan,
dari Lais, dari Ata, Mujahid, dan Tawus, menurut Sufyan atau dua orang
dari mereka; mereka telah mengatakan bahwa segala sesuatu yang memakai
taruhan dinamakan judi, hingga permainan anak-anak yang memakai
kelereng.
Telah diriwayatkan pula dari Rasyid ibnu Sa'd serta Damrah ibnu Habib
hal yang semisal. Mereka mengatakan, "Hingga dadu, kelereng, dan biji
juz yang biasa dipakai permainan oleh anak-anak."
Musa ibnu Uqbah telah meriwayatkan dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa maisir adalah judi.
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa
maisiradalah judi yang biasa dipakai untuk taruhan di masa Jahiliah
hingga kedatangan Islam. Maka Allah melarang mereka melakukan
perbuatan-perbuatan yang buruk itu.
Malik telah meriwayatkan dari Daud ibnul Husain, bahwa ia pernah
mendengar Sa'id ibnul Musayyab berkata, "Dahulu maisir yang dilakukan
oleh orang-orang Jahiliah ialah menukar daging dengan seekor kambing
atau dua ekor kambing."
Az-Zuhri telah meriwayatkan dari Al-A'raj yang mengatakan bahwa maisir
ialah mengundi dengan anak panah yang taruhannya berupa harta dan
buah-buahan.
Al-Qasim ibnu Muhammad mengatakan bahwa semua sarana yang melalaikan orang dari mengingati Allah dan salat dinamakan maisir.
Semua riwayat yang telah disebutkan di atas diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورٍ
الرَّمَادِيُّ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا صَدَقَةُ،
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي الْعَاتِكَةِ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ،
عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، عَنْ أَبِي مُوسَى
الْأَشْعَرِيِّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"اجْتَنِبُوا هَذِهِ الكِعَاب الْمَوْسُومَةَ الَّتِي يُزْجَرُ بِهَا
زَجْرًا فَإِنَّهَا مِنَ الْمَيْسِرِ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu
Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar,
telah menceritakan kepada kami Sadaqah, telah menceritakan kepada kami
Usman ibnu Abul Atikah, dari Ali Ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu
Umamah, dari Abu Musa Al-Asy'ari, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Jauhilah oleh kalian dadu-dadu yang bertanda ini, yang dikocok-kocok,
karena sesungguhnya ia termasuk maisir.
Hadis ini berpredikat garib. Seakan-akan yang dimaksud dengan dadu
tersebut adalah permainan nard (kerambol) yang disebutkan dalam sahih
Muslim melalui Buraidah ibnu Hasib Al-Aslami yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ لَعِبَ بالنَّرْدَشير فَكَأَنَّمَا صَبَغ يَدَهُ فِي لَحْمِ خِنْزِيرٍ ودَمه"
Barang siapa yang bermain nardsyir (karambol), maka seakan-akan mencelupkan tangannya ke dalam daging dan darah babi.
Di dalam kitab Muwatta' Imam Malik dan Musnad Imam Ahmad serta Sunan Abu
Daud dan Sunan Ibnu Majah disebutkan sebuah hadis melalui Abu Musa
Al-Asy'ari yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
"مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدِ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ".
Barang siapa yang bermain nard, maka ia telah durhaka terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Telah diriwayatkan pula secara mauquf dari Abu Musa, bahwa hal tersebut merupakan perkataan Abu Musa sendiri.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ
حَدَّثَنَا الجُعَيْد، عَنْ مُوسَى بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْخَطْمِيِّ،
أَنَّهُ سَمِعَ مُحَمَّدَ بْنَ كَعْبٍ وَهُوَ يَسْأَلُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ
يَقُولُ: أَخْبِرْنِي، مَا سَمِعْتَ أَبَاكَ يَقُولُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فقال عَبْدُ الرَّحْمَنِ: سَمِعْتُ
أَبِي يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَثَلُ الَّذِي يَلْعَبُ بِالنَّرْدِ، ثُمَّ يَقُومُ
فَيُصَلِّي، مَثَلُ الَّذِي يَتَوَضَّأُ بالقَيْح وَدَمِ الْخِنْزِيرِ
ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّي".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Maki ibnu Ibrahim,
telah menceritakan kepada kami Al-Ju'aid, dari Musa ibnu Abdur Rahman
Al-Khatmi, bahwa ia pernah mendengar perkataan Muhammad ibnu Ka'b ketika
bertanya kepada Abdur Rahman, "Ceritakanlah kepadaku apa yang telah
kamu dengar dari ayahmu dari Rasulullah Saw." Maka Abdur Rahman menjawab
bahwa ia pernah mendengar ayahnya mengatakan bahwa ia telah mendengar
Rasulullah Saw. bersabda: Perumpamaan orang yang bermain nard, kemudian
ia bangkit dan melakukan salat, sama halnya dengan orang yang berwudu
dengan memakai nanah dan darah babi, lalu ia bangkit dan melakukan
salatnya.
Adapun mengenai syatranj (catur), Abdullah ibnu Umar r.a. mengatakan
bahwa permainan catur adalah perbuatan yang buruk dan termasuk permainan
nard.
Dalam keterangan yang lalu telah disebutkan dari Ali r.a. bahwa
permainan catur termasuk maisir. Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam
Ahmad telah menaskan keharamannya, tetapi Imam Syafii menghukuminya
makruh.
Mengenai ansab, maka Ibnu Abbas, Mujahid, Ata, Sa'id ibnu Jubair, dan
Al-Hasan serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa
ansab merupakan tugu-tugu terbuat dari batu yang dijadikan sebagai
tempat mereka melakukan kurban di dekatnya (untuk tugu-tugu tersebut).
Adapun azlam menurut mereka ialah anak-anak panah (yang tidak diberi
bulu keseimbangan dan tidak diberi ujung), alat ini biasa mereka pakai
untuk mengundi nasib. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh
Ibnu Abu Hatim.
- Kesehatan ruhani: Syari'at sangat memperhatikan sarana-sarana yang
bisa menjaga kesehatan ruhani. Makanya seorang mukmin diperintahkan
untuk dzikrullah setiap saat sebagaimana mewajibkan, dalam batas
minimal, untuk memenuhi nutrisi ruhani seperti perintah shalat wajib,
puasa, zakat, haji dan medan yang lebih luas lagi dalam bentuk amal
sunnah dan segala amal untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Ibadah-ibadah ini mengikat seorang hamba dengan Rabb-Nya dan
mengembalikannya kepada Sang Pencipta ketika tersibukkan oleh dunia.
Karenanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "dan
dijadikan kebahagiaan hatiku dalam shalat." Beliau bersabda kepada
Bilal, "wahai bilal, hibur kami dengan shalat."
Syari'at juga melarang segala tindakan yang bisa merusak ruhani dan
melemahkannya. Syari'at melarang mengikuti hawa nafsu, mengerjakan hal
syubuhat, dan memanjkan diri dalam kenikmatan karena biasa menyebabkan
hati menjadi mati. Karena itulah Allah menyifati orang-orang kafir
laksana binatang,
"Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)." (QS. Al Furqaan: 44)
وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَهُمْ
"Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka
makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat
tinggal mereka." (QS. Muhammad: 12)
5. Berusaha meraih materi yang mendatangkan kebahagiaan
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Islam tidak mengingkari urgensi
meteri untuk merealisasikan kebahagiaan. Hanya saja, semua materi ini
bukan sebagai syarat mutlak untuk mendapatkan kebahagiaan, namun hanya
sebagai sarana saja. Banyak nash menguatkan kenyataan ini, di antaranya
firman Allah Ta'ala,
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
"Katakanlah: 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezeki yang baik?" (QS. Al A'raaf: 32)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "sebaik-baik harta adalah
yang dimiliki hamba shalih." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"di antara unsur kebahagiaan anak Adam: istri shalihah, tempat tinggal
luas, dan kendaraan nyaman."
6. Memanajemen waktu, karena waktu adalah modal utama manusia selama
hidup di dunia. Oleh sebab itu, Islam sangat memperhatikan waktu dan
akan meminta pertanggungjawaban seorang mukmin tentang waktunya. Dan
kelak di hari kiamat, dia akan ditanya tentang waktunya. Perintah dalam
Islam sangat membantu manusia untuk mengatur waktunya dan
memanfaatkannya dengan baik antara memenuhi kebutuhan hidup dan
materinya di satu sisi, dan untuk memenuhi kebutuhan ruhani dan ibadah
pada sisi lainnya. Islam telah memerintahkan orang beriman agar
memanfaatkan waktu untuk kebaikan dan amal shalih.
Allah Ta'ala berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا
أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ
هُمُ الْخَاسِرُونَ . وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ
أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي
إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian
maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan belanjakanlah sebagian
dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada
salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: 'Ya Tuhanku, mengapa
Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang
menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang
shaleh?'." (QS. Al Munaafiquun: 9-10)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidak tergelincir dua kaki
seorang hamba pada hari kiamat sehingga Allah menanyakan empat hal:
Umurnya, untuk apa selama hidupnya dihabiskan; Waktu mudanya, digunakan
untuk apa saja; Hartanya, darimana dia mendapatkan dan untuk apa saja
dihabiskannya; Ilmunya, apakah diamalkan atau tidak." (HR. Tirmidzi )
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda dalam hadits lain,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
"Ada dua nikmat yang mayoritas orang merugi pada keduanya, yaitu
(nikmat) sehat dan waktu luang." (HR. Al Bukhari dari Ibnu Abbas)
Sesungguhnya Allah amat sangat baik kepada para hamba-Nya. Dia
menghendaki agar mereka bahagia, dunia dan akhirat. Sehingga
diperintahkan apa saja yang bisa menghantarkan kepada kebahagiaan itu.
Juga dilarang setiap yang bisa merusaknya. Oleh sebab itu, dikatakan
kepada para mujrimin saat mereka disiksa dalam neraka, "Dan tidaklah
Kami menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka
sendiri." (QS. Al-Zukhruf: 76)
Kebahagiaan yang paling ditekankan Islam adalah kebahagiaan akhirat,
namun bukan berarti kebahagiaan dunia ditelantarkan. Tidak, bahkan
kebahagiaan di dunia ini berusaha diwujudkan dalam bentuk yang
sebenarnya. Yakni dengan mengabdikan diri kepada Allah semata sebagai
panggilan dari fitrah diri manusia yang ia diciptakan di atasnya.
Sehingga dengan itu akan mendapat ketenangan dan ketentraman. Dan ini
menjadi kunci utama tercapainya kebahagiaan, sampaipun dalam musibah dan
bencana. Ia jadikan musibah tersebut menjadi ladang untuk mendapatkan
keutamaan dan pahala besar yang menjaminnya masuk dalam surga, yakni
dengan sabar. Dan tidaklah seseorang mendapatkan surga akhirat sebelum
ia mendapatkan surga dunia dalam ibadahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar