Nabi Khidir AS merupakan Hamba Allah SWT yang sangat khusus, karena
beliau adalah salah satu hamba Allah yang ditunda kematiannya dan masih
diberi rezeki. Selain itu beliau diutus untuk memberi pelajaran
Makrifat kepada Para Wali, para Sufi, maupun kepada orang yang dengan
tekun mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman:
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ
الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا (60) فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ
بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ
سَرَبًا (61) فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ
لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا (62) قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ
أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ
إِلا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ
عَجَبًا (63) قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى
آثَارِهِمَا قَصَصًا (64) فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ
رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا (65)
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya, "Aku tidak akan
berhenti (berjalan)sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan, atau aku
akan berjalan sampai bertahun-tahun." Maka tatkala mereka sampai ke
pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu
melompat mengambil jalannya ke laut itu. Maka tatkala mereka berjalan
lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya, "Bawalah kemari makanan
kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini."
Muridnya menjawab, "Tahukah tatkala kita mencari tempat berlindung di
batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu
dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan
dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali."
Musa berkata, "Itulah (tempat) yang kita cari.” Lalu keduanya kembali
mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba
di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat
dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi
Kami. (QS Al-Kahfi Ayat 60-65)
Murid Nabi Musa ini adalah Yusya' ibnu Nun. Latar belakang kisah ini
bermula ketika diceritakan kepada Musa bahwa ada seorang hamba Allah
yang tinggal di tempat bertemunya dua laut, dia memiliki ilmu yang tidak
dimiliki oleh Musa. Maka Musa berkeinginan untuk berangkat menemuinya.
Untuk itulah Musa berkata kepada muridnya:
لَا أَبْرَحُ
Aku tidak akan berhenti. (Al-Kahfi: 60)
Maksudnya, aku akan terus berjalan.
حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ
sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan.(Al-Kahfi: 60)
Yakni di tempat tersebut yang padanya bertemu dua laut.
Qatadah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa kedua
laut tersebut adalah Laut Persia yang berada di sebelah timurnya, dan
Laut Romawi yang berada di sebelah baratnya.
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan, yang dimaksud dengan tempat
bertemunya dua lautan ini ialah yang berada di Tanjah, terletak di
bagian paling ujung dari negeri Magrib (Maroko). Hanya Allah yang lebih
mengetahui tempat yang sebenarnya.
Firman Allah Swt:
{أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا}
atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.(Al-Kahfi: 60)
Yakni sekalipun saya harus berjalan bertahun-tahun.
Ibnu Jarir mengatakan, sebagian dari kalangan ulama bahasa Arab
mengatakan bahwa al-huqub menurut dialek Bani Qais artinya satu tahun.
Dan Ibnu Jarir telah meriwayatkan pula dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa al-huqub artinya delapan puluh tahun.
Mujahid mengatakan bahwa al-huqub artinya tujuh puluh musim gugur (tahun).
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
firman-Nya: atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun. (Al-Kahfl:
60) Bahwa yang dimaksud dengan al-huqub ialah satu tahun.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan Ibnu Zaid.
Firman Allah Swt.:
{فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا}
Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya. (Al-Kahfi: 61)
Demikian itu karena si murid tersebut di perintahkan oleh Musa untuk
membawa ikan asin; dan dikatakan kepadanya bahwa manakala kamu
kehilangan ikan itu, maka dia ada di tempat tersebut.
Keduanya berangkat hingga sampailah di tempat bertemunya dua laut, di
tempat itu terdapat sebuah mata air yang disebut 'Ainul Hayat' (mata air
kehidupan). Di tempat itu keduanya (Musa dan muridnya) tertidur lelap
dalam istirahatnya. Ikan yang mereka bawa terkena oleh percikan mata air
itu, maka ikan bergerak hidup kembali dalam kantong Yusya' ibnu Nun
(murid Nabi Musa a.s.). Lalu ikan melompat dari kantong itu dan
menceburkan dirinya ke dalam laut. Yusya' terbangun, sedangkan ikan itu
telah terjatuh ke dalam laut (tanpa sepengetahuannya); dan ikan menempuh
jalannya di dalam laut, sedangkan air yang dilaluinya tidak bersatu
lagi melainkan membentuk terowongan. Karena itulah disebutkan oleh
firman-Nya:
{فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا}
lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut(membentuk lubang). (Al-Kahfi: 61)
Yakni membentuk jalan yang dilaluinya seperti terowongan dalam tanah.
Ibnu Juraij mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa jalan yang telah dilalui
oleh ikan itu seakan-akan membatu (keras dan tidak menutup sebagaimana
lazimnya benda cair).
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa tidak sekali-kali
tubuh ikan itu menyentuh laut melainkan airnya menjadi kering hingga
seperti batu bentuknya (bukan benda cair lagi).
قال محمد -[هو] بْنُ إِسْحَاقَ-عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُبيد اللَّهِ بْنِ
عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ ابْنِ عَبَاسٍ، عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ ذَكَرَ
حَدِيثَ ذَلِكَ: "مَا انْجَابَ مَاءٌ مُنْذُ كَانَ النَّاسُ غَيْرُهُ
ثَبَتَ مَكَانَ الْحُوتِ الَّذِي فِيهِ، فَانْجَابَ كالكُوّة حَتَّى رَجَعَ
إِلَيْهِ مُوسَى فَرَأَى مَسْلَكَهُ"، فَقَالَ: {ذَلِكَ مَا كُنَّا
نَبْغِ}
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Ubai-dillah
ibnu Abdullah, dari Ibnu Abbas, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. ketika menceritakan kisah ini bersabda, "Air laut
(yang telah dilalui ikan) itu sejak manusia ada tidak terbuka selain
dari bekas yang dilalui oleh ikan itu. Air laut itu terbuka seperti
celah, hingga Musa kembali ke tempat itu dan melihat bekas jalan yang
dilalui oleh ikan tersebut." Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
Itulah(tempat) yang cari. (Al-Kahfi: 64)
Qatadah mengatakan bahwa ikan itu melompat ke laut, lalu mengambil
jalannya ke dalam laut. Maka tiadalah bekas air laut yang dilaluinya
melainkan menjadi beku dan membentuk terowongan.
Firman Allah Swt.:
{فَلَمَّا جَاوَزَا}
Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh. (Al-Kahfi: 62)
Yaitu setelah keduanya melanjutkan perjalanannya cukup Jauh dari tempat
mereka lalai akan ikannya. Dalam ayat ini disebutkan bahwa kelalaian ini
dinisbatkan kepada keduanya, sekalipun pelakunya hanyalah Yusya' ibnu
Nun (muridnya).
Pengertiannya sama dengan apa yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:
{يَخْرُجُ مِنْهُمَا اللُّؤْلُؤُ وَالْمَرْجَانُ}
Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. (Ar-Rahman: 22)
yang menurut salah satu di antara dua pendapat mengenai takwilnya
mengatakan, "Sesungguhnya mutiara dan marjan itu hanyalah keluar dari
salah satu di antara dua lautan, yaitu yang airnya asin."
Setelah berjalan cukup jauh dari tempat mereka lalai akan ikannya:
{قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا
Musa berkata kepada muridnya.”Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya
kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Al-Kahfi: 62)
Nasaban, artinya letih. Musa mengatakan demikian setelah berjalan cukup
jauh dari tempat keduanya melalaikan ikan perbekalannya.
{أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ}
Muridnya menjawab, "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung
di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang)ikan
itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali
setan.” (Al-Kahfi: 63)
Qatadah mengatakan bahwa bacaan an-azkurahuadalah menurut qiraat Ibnu Mas'ud.
Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ}
dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.
Musa berkata, "Itulah(tempat) yang kita cari.” (Al-Kahfi: 63-64)
Setelah mendengar cerita dari muridnya itu, Musa berkata, "Itulah tempat yang kita cari-cari."
{فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا}
Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka sendiri. (Al-Kahfi: 64)
Yakni keduanya kembali menelusuri jejak semula menuju tempat tersebut.
{فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا}
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami,
yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah
Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (Al-Kahfi: 65)
Dia adalah Khidir a.s. menurut apa yang ditunjukkan oleh hadis-hadis sahih dari Rasulullah Saw.
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ
قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ عُبَيْدَ
اللَّهِ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ أَخْبَرَهُ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ
تَمَارَى هُوَ وَالْحُرُّ بْنُ قَيْسٍ الْفَزَارِيُّ فِي صَاحِبِ مُوسَى
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ هُوَ خَضِرٌ فَمَرَّ بِهِمَا أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ
فَدَعَاهُ ابْنُ عَبَّاسٍ فَقَالَ إِنِّي تَمَارَيْتُ أَنَا وَصَاحِبِي
هَذَا فِي صَاحِبِ مُوسَى الَّذِي سَأَلَ السَّبِيلَ إِلَى لُقِيِّهِ هَلْ
سَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ
شَأْنَهُ قَالَ نَعَمْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ بَيْنَمَا مُوسَى فِي مَلَإٍ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ
جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ هَلْ تَعْلَمُ أَحَدًا أَعْلَمَ مِنْكَ قَالَ لَا
فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَى مُوسَى بَلَى عَبْدُنَا خَضِرٌ فَسَأَلَ مُوسَى
السَّبِيلَ إِلَيْهِ فَجُعِلَ لَهُ الْحُوتُ آيَةً وَقِيلَ لَهُ إِذَا
فَقَدْتَ الْحُوتَ فَارْجِعْ فَإِنَّكَ سَتَلْقَاهُ فَكَانَ يَتْبَعُ
أَثَرَ الْحُوتِ فِي الْبَحْرِ فَقَالَ لِمُوسَى فَتَاهُ { أَرَأَيْتَ إِذْ
أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا
أَنْسَانِيهِ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ } فَقَالَ مُوسَى {
ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا }
فَوَجَدَا خَضِرًا فَكَانَ مِنْ شَأْنِهِمَا الَّذِي قَصَّ اللَّهُ فِي
كِتَابِهِ
Telah bercerita kepada kami ['Amru bin Muhammad] telah bercerita kepada
kami [Ya'qub bin Ibrahim] berkata telah bercerita kepadaku [bapakku]
dari [Shalih] dari [Ibnu Syihab] bahwa ['Ubaidullah bin 'Abdullah]
mengabarkan kepadanya dari [Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma] bahwa dia
(Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma) dan Al Hurru bin Qais Al Fazariy
beselisih pendapat tentang teman Nabi Musa 'Alaihissalam. Ibnu 'Abbas
radliallahu 'anhuma berkata: "Dia adalah Khadlir". Di tengah
perselisihan itu, [Ubbay bin Ka'ab] lewat di hadapan keduanya maka Ibnu
'Abbas memanggilnya seraya berkata; "Aku sedang berbeda pendapat dengan
temanku ini tentang teman Nabi Musa 'Alaihissalam yang beliau menanyakan
jalan agar bisa bertemu dengannya. Apakah anda pernah mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan hal ini?". Ubay
berkata; "Ya. Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Ketika Musa 'Alaihissalam berada di tengah-tengah pembesar
Bani Isra'il tiba-tiba ada seorang laki-laki yg datang lalu berkata;
Apakah kamu mengetahui ada orang yg lebih pandai darimu?. Nabi Musa
menjawab; Tidak. Kemudian Allah Ta'ala mewahyukan kepada Musa
'Alaihissalam: Bahkan ada, yaitu Hamba Kami yg bernama Khadlir. Lalu
Musa menanyakan jalan untuk dapat bertemu dengannya. Maka dijadikanlah
ikan sebagai tanda & dikatakan kepadanya: Jika kamu kehilangan ikan
itu, kembalilah karena dgn begitu kamu bertemu dengannya. Maka Musa
menyusuri jejak ikan itu dari tepi laut. Kemudian muridnya berkata
kepada Musa; Tahukah kamu tatkala kita berlkindung di balik batu itu,
sebenarnya aku lupa menceritakan tentang ikan itu & tak ada yg
melupakan aku untuk menceritakannya melainkan setan. Maka Musa
'Alaihissalam berkata; Itulah tempat yg kita cari. Lalu keduanya kembali
mengikuti jejak mereka semula. Akhirnya Musa bertemu dgn Khadlir.
Itulah kejadian yg dialami keduanya sebagaimana Allah Ta'ala
menceritakannya dalam Kitab-Nya. [HR. Bukhari No.3148].
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا
عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ قَالَ
قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ إِنَّ نَوْفًا الْبَكَالِيَّ يَزْعُمُ أَنَّ
مُوسَى صَاحِبَ الْخَضِرِ لَيْسَ هُوَ مُوسَى بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنَّمَا
هُوَ مُوسَى آخَرُ فَقَالَ كَذَبَ عَدُوُّ اللَّهِ حَدَّثَنَا أُبَيُّ بْنُ
كَعْبٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ مُوسَى
قَامَ خَطِيبًا فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ فَسُئِلَ أَيُّ النَّاسِ أَعْلَمُ
فَقَالَ أَنَا فَعَتَبَ اللَّهُ عَلَيْهِ إِذْ لَمْ يَرُدَّ الْعِلْمَ
إِلَيْهِ فَقَالَ لَهُ بَلَى لِي عَبْدٌ بِمَجْمَعِ الْبَحْرَيْنِ هُوَ
أَعْلَمُ مِنْكَ قَالَ أَيْ رَبِّ وَمَنْ لِي بِهِ وَرُبَّمَا قَالَ
سُفْيَانُ أَيْ رَبِّ وَكَيْفَ لِي بِهِ قَالَ تَأْخُذُ حُوتًا
فَتَجْعَلُهُ فِي مِكْتَلٍ حَيْثُمَا فَقَدْتَ الْحُوتَ فَهُوَ ثَمَّ
وَرُبَّمَا قَالَ فَهُوَ ثَمَّهْ وَأَخَذَ حُوتًا فَجَعَلَهُ فِي مِكْتَلٍ
ثُمَّ انْطَلَقَ هُوَ وَفَتَاهُ يُوشَعُ بْنُ نُونٍ حَتَّى إِذَا أَتَيَا
الصَّخْرَةَ وَضَعَا رُءُوسَهُمَا فَرَقَدَ مُوسَى وَاضْطَرَبَ الْحُوتُ
فَخَرَجَ فَسَقَطَ فِي الْبَحْرِ { فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ
سَرَبًا } فَأَمْسَكَ اللَّهُ عَنْ الْحُوتِ جِرْيَةَ الْمَاءِ فَصَارَ
مِثْلَ الطَّاقِ فَقَالَ هَكَذَا مِثْلُ الطَّاقِ فَانْطَلَقَا يَمْشِيَانِ
بَقِيَّةَ لَيْلَتِهِمَا وَيَوْمَهُمَا حَتَّى إِذَا كَانَ مِنْ الْغَدِ {
قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا
نَصَبًا } وَلَمْ يَجِدْ مُوسَى النَّصَبَ حَتَّى جَاوَزَ حَيْثُ أَمَرَهُ
اللَّهُ قَالَ لَهُ فَتَاهُ { أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ
فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهِ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ
أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا } فَكَانَ
لِلْحُوتِ سَرَبًا وَلَهُمَا عَجَبًا قَالَ لَهُ مُوسَى { ذَلِكَ مَا
كُنَّا نَبْغِي فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا } رَجَعَا
يَقُصَّانِ آثَارَهُمَا حَتَّى انْتَهَيَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِذَا
رَجُلٌ مُسَجًّى بِثَوْبٍ فَسَلَّمَ مُوسَى فَرَدَّ عَلَيْهِ فَقَالَ
وَأَنَّى بِأَرْضِكَ السَّلَامُ قَالَ أَنَا مُوسَى قَالَ مُوسَى بَنِي
إِسْرَائِيلَ قَالَ نَعَمْ أَتَيْتُكَ لِتُعَلِّمَنِي { مِمَّا عُلِّمْتَ
رُشْدًا } قَالَ يَا مُوسَى إِنِّي عَلَى عِلْمٍ مِنْ عِلْمِ اللَّهِ
عَلَّمَنِيهِ اللَّهُ لَا تَعْلَمُهُ وَأَنْتَ عَلَى عِلْمٍ مِنْ عِلْمِ
اللَّهِ عَلَّمَكَهُ اللَّهُ لَا أَعْلَمُهُ قَالَ هَلْ أَتَّبِعُكَ {
قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى
مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا إِلَى قَوْلِهِ إِمْرًا } فَانْطَلَقَا
يَمْشِيَانِ عَلَى سَاحِلِ الْبَحْرِ فَمَرَّتْ بِهِمَا سَفِينَةٌ
كَلَّمُوهُمْ أَنْ يَحْمِلُوهُمْ فَعَرَفُوا الْخَضِرَ فَحَمَلُوهُ
بِغَيْرِ نَوْلٍ فَلَمَّا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ جَاءَ عُصْفُورٌ
فَوَقَعَ عَلَى حَرْفِ السَّفِينَةِ فَنَقَرَ فِي الْبَحْرِ نَقْرَةً أَوْ
نَقْرَتَيْنِ قَالَ لَهُ الْخَضِرُ يَا مُوسَى مَا نَقَصَ عِلْمِي
وَعِلْمُكَ مِنْ عِلْمِ اللَّهِ إِلَّا مِثْلَ مَا نَقَصَ هَذَا
الْعُصْفُورُ بِمِنْقَارِهِ مِنْ الْبَحْرِ إِذْ أَخَذَ الْفَأْسَ فَنَزَعَ
لَوْحًا قَالَ فَلَمْ يَفْجَأْ مُوسَى إِلَّا وَقَدْ قَلَعَ لَوْحًا
بِالْقَدُّومِ فَقَالَ لَهُ مُوسَى مَا صَنَعْتَ قَوْمٌ حَمَلُونَا
بِغَيْرِ نَوْلٍ عَمَدْتَ إِلَى سَفِينَتِهِمْ فَخَرَقْتَهَا { لِتُغْرِقَ
أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ
تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلَا
تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا } فَكَانَتْ الْأُولَى مِنْ مُوسَى
نِسْيَانًا فَلَمَّا خَرَجَا مِنْ الْبَحْرِ مَرُّوا بِغُلَامٍ يَلْعَبُ
مَعَ الصِّبْيَانِ فَأَخَذَ الْخَضِرُ بِرَأْسِهِ فَقَلَعَهُ بِيَدِهِ
هَكَذَا وَأَوْمَأَ سُفْيَانُ بِأَطْرَافِ أَصَابِعِهِ كَأَنَّهُ يَقْطِفُ
شَيْئًا فَقَالَ لَهُ مُوسَى { أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ
نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ
لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ
بَعْدَهَا فَلَا تُصَاحِبْنِي قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا
فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا
فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ
يَنْقَضَّ } مَائِلًا أَوْمَأَ بِيَدِهِ هَكَذَا وَأَشَارَ سُفْيَانُ
كَأَنَّهُ يَمْسَحُ شَيْئًا إِلَى فَوْقُ فَلَمْ أَسْمَعْ سُفْيَانَ
يَذْكُرُ مَائِلًا إِلَّا مَرَّةً قَالَ قَوْمٌ أَتَيْنَاهُمْ فَلَمْ
يُطْعِمُونَا وَلَمْ يُضَيِّفُونَا عَمَدْتَ إِلَى حَائِطِهِمْ { لَوْ
شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا قَالَ هَذَا فِرَاقُ بَيْنِي
وَبَيْنِكَ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ
صَبْرًا } قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدِدْنَا
أَنَّ مُوسَى كَانَ صَبَرَ فَقَصَّ اللَّهُ عَلَيْنَا مِنْ خَبَرِهِمَا
قَالَ سُفْيَانُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَرْحَمُ اللَّهُ مُوسَى لَوْ كَانَ صَبَرَ لَقُصَّ عَلَيْنَا مِنْ
أَمْرِهِمَا وَقَرَأَ ابْنُ عَبَّاسٍ أَمَامَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ
سَفِينَةٍ صَالِحَةٍ غَصْبًا وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ كَافِرًا وَكَانَ
أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ ثُمَّ قَالَ لِي سُفْيَانُ سَمِعْتُهُ مِنْهُ
مَرَّتَيْنِ وَحَفِظْتُهُ مِنْهُ قِيلَ لِسُفْيَانَ حَفِظْتَهُ قَبْلَ أَنْ
تَسْمَعَهُ مِنْ عَمْرٍو أَوْ تَحَفَّظْتَهُ مِنْ إِنْسَانٍ فَقَالَ
مِمَّنْ أَتَحَفَّظُهُ وَرَوَاهُ أَحَدٌ عَنْ عَمْرٍو غَيْرِي سَمِعْتُهُ
مِنْهُ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا وَحَفِظْتُهُ مِنْهُ
Telah bercerita kepada kami ['Ali bin 'Abdullah] telah bercerita kepada
kami [Sufyan] telah bercerita kepada kami ['Amru bin DInar] berkata,
telah mengabarkan kepadaku [Sa'id bin Jubair] berkata; aku mengatakan
kepada [Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma]; "Nauf Al Bakaly menganggap
bahwa Musa teman Khadlir bukanlah Musa Bani Israa'il, tapi Musa yang
lain. Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhu berkata: "Musuh Allah itu berdusta,
sungguh telah bercerita kepada kami [Ubay bin Ka'ab] dari Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam: "Bahwa Musa tengah berdiri di hadapan Bani
Isra'il memberikan khuthbah lalu dia ditanya: Siapakah orang yg paling
'alim. Beliau 'Alaihissalam menjawab: Aku. Seketika itu pula Allah
Ta'ala mencelanya karena dia tak diberi pengetahuan tentang itu. Lalu
Allah Ta'ala memahyukan kepadanya: Ada seorang hamba diantara
hamba-hamba-Ku yg tinggal di pertemuan antara dua lautan yg dia lebih
'alim (pandai) darimu. Lalu Musa berkata:
Wahai Rabb, siapa yg bisa kujadikan teman untuk bertemu?
' Sufyan meriwayatkan dgn kalimat yg lain; Wahai Rabb, bagaimana caraku
(agar bisa bertemu)?. Allah berfirman: Ambillah seekor ikan &
tempatkan dalam suatu keranjang & kapan saja kamu kehilangan ikan
tersebut itulah tanda petunjuknya. Sufyan juga meriwayatkan dgn kalimat
lain; Itulah tempat orang itu. Maka Musa ambil ikan & diaruhnya
dalam keranjang, lalu berangkat bersama muridnya bernama Yusya' bin Nun
hingga ketika tiba pada batu besar, keduanya membaringkan kepalanya di
batu itu hingga Musa tertidur. Kemudian ikan itu keluar dari keranjang
diam-diam lalu melompat & mengambil jalannya di laut (QS al-Kahfi
ayat 61). Allah pun menahan aliran air yg dilewati ikan tersebut
sehingga terbentuk seperti atap suatu bangunan atau membentuk suatu
tanda. Maka Musa berkata; Itulah tandanya yg bentuknya seperti atap.
Maka keduanya melanjutkan sisa malam & hari perjalannannya. Hingga
pada siang harinya, Musa berkata kepada muridnya; Bawalah kemari makanan
kita, sungguh kita sudah sangat lelah dalam perjalanan ini'. ((QS
al-Kahfi ayat 62). Tidaklah Musa merasakan kelelahan kecuali setelah
sampai pada tempat yg dituju sebagaimana diperintahkan Allah Ta'ala.
Maka muridnya berkata kepadanya: Tahukah kamu ketika kita mencari tempat
berlindung di batu tadi?, sesungguhnya aku lupa menceritakan ikan itu.
Dan tidaklah yg melupakan aku ini kecuali syetan). Berkata Musa: (Itulah
tempat yg kita cari. Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka
semula. (QS al-Kahfi ayat 63). Saat itu, ikan tersebut mengambil
jalannya sendiri di laut & bagi keduanya ini suatu hal yg aneh. Musa
berkata: Itulah tempat yg kita cari. Lalu keduanya kembali &
mengikuti jejak mereka semula. (QS al-Kahfi ayat 64). Keduanya berbalik
lalu menyusuri jejak sebelumnya hingga sampai kembali di batu &
ternyata di sana sudah ada seorang dgn pakaiannya yg lebar lalu Musa
memberi salam. Orang tua itu membalas salamnya Musa lau berkata;
Bagaimana cara salam di tempatmu?
Musa menjawab: Aku adl Musa. Orang tua itu balik bertanya: Musa Bani
Isra'il?. Jawab Musa: Ya, benar. Kata Musa selanjutnya: Aku datang
menemuimu agar kamu mengajariku ilmu yg benar dari ilmu-ilmu yg benar yg
telah diajarkan kepadamu. (QS al-Kahfi ayat 66). Orang tua itu berkata;
Wahai Musa, aku punya ilmu dari ilmu Allah yg telah Allah ajarkan
kepadaku yg kamu tak mengetahuinya & begitu juga kamu punya ilmu
dari ilmu Allah yg telah Allah ajarkan kepadamu yg aku tak
mengetahuinya. Musa berkata; Bolehkah aku mengikutimu? '. Dia menjawab:
Kamu sekali-kali tak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu
dapat sabar atas sesuatu yg kamu belum memiliki pengetahuan yg cukup
tentang hal itu. Seterusnya hingga firman Allah … kesalahan yg besar.
(QS al-Kahfi ayat 67 - 71). Kemudian keduanya berjalan kaki di tepi
pantai hingga tiba-tiba ada perahu yg lewat, lalu mereka meminta untuk
menumpangkan mereka, rupanya mereka kenal Khadlir Lalu mereka (pemilik
perahu) membawanya tanpa meminta upah. Ketika keduanya berlayar dgn
perahu tersebut, datang seekor burung kecil & hinggap di sisi perahu
lalu mematuk-matuk di air laut untuk minum satu atau dua kali patukan.
Maka Khadlir berkata kepadanya: Wahai Musa, ilmuku & ilmumu bila
dibandingkan dgn ilmu Allah tidaklah seberapa kecuali seperti (air yg
bisa terambil) dari patukan burung ini dgn paruhnya terhadap air lautan.
Tiba-tiba Khadlir mengambil kapak lalu merusak papan perahu. Keheranan
Musa belum hilang, hingga papan perahu itu sudah dicabutnya.. Musa
berkata kepadanya: Apa yg kamu lakukan?. Orang-orang ini telah
menumpangkan kita ke dalam perahunya tanpa upah lalu kamu malah
melubangi perahu mereka Sehingga kamu menenggelamkan penumpangnya.
Sungguh kamu telah berbuat kesalahan yg besar. Khadlir berkata:
Bukankah aku telah katakana; Sesungguhnya kamu sekali-kali tak akan
sabar bersama dgn aku. Musa berkata: Janganlah kamu menghukum aku
karena kelupaanku & janganlah kamu membebani aku dgn sesuatu
kesulitan dalam urusanku (QS al-Kahfi ayat 71 - 73). Pertanyaan yg
pertama ini karena Musa terlupa. Setelah keduanya meninggalkan laut,
mereka melewati seorang anak kecil yg sedang bermain dgn dua temannya.
Lalu Khadlir memegang kepala anak itu & mematahkannya dgn tangannya.
Sufyan, perawi memberi isyarat dgn jarinya seolah dia memelintir
sesuatu. Maka Musa bertanya kepadanya: Mengapa kamu membunuh jiwa yg
bersih, bukan karena dia telah membunuh orang lain?. Sungguh kamu telah
melakukan suatu kemungkaran. Khadlir berkata:
Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tak akan dapat sabar bersamaku?
Musa berkata: Jika aku bertanya lagi tentang sesuatu kepadamu setelah
ini maka silakan kamu tak memperbolehkan aku untuk menyertaimu. Sungguh
kamu telah cukup memberikan udzur kepadaku. (QS al-Kahfi ayat 74). Lalu
keduanya berjalan. Hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu
negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk
negeri itu tak mau menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan dinding
rumah yg hampir roboh di negeri itu. (Perawi. 'Ali bin 'Abdullah)
berkata: Tembok itu miring. Sufyan memberi isyarat dgn tangannya seakan
dia mengusap sesuatu ke atas & aku tak mendengar Sufyan menyebutkan
miring kecuali sekali saja. Musa berkata; Mereka adl suatu kaum yg kita
sudah mendatangi mereka namun tak mereka memberi makan kita & tak
juga menjamu kita, lalu mengapa kamu sengaja memperbaiki tembok
mereka?.Jikalau kamu mau, minta saja upah untuk itu. Khadlir menjawab:
Inilah saat perpisahan antara aku & kamu. Aku akan memberitahukan
kepadamu tujuan dari perbuatan-perbuatanku yg kamu tak dapat sabar
terhadapnya. (QS al-Kahfi ayat 77 - 78). Nabi Shallallahu 'alaihi wa
salam bersabda: Kita sangat berharap seandainya Musa bisa lebih sabar
lagi sehingga Allah akan mengisahkan lebih banyak cerita tentang
keduanya. Sufyan berkata; Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam: Semoga
Allah merahmati Musa. Seandainya dia bersabar tentu akan diceritakan
lebih banyak lagi tentang kisah keduanya. Ibnu 'Abbas
Radhiyallahu'anhuma membaca (menjelaskan) ayat ini dengan; Di hadapan
mereka ada raja yg akan merampas setiap perahu yg baik secara curang.
Sedangkan anak kecil yg dibunuh tadi adl anak yg kafir sedang kedua
orang tuanya adl orang beriman. Sufyan berkata kepadaku; Aku mendengar
darinya dua kali & aku menghafalnya. Ditanyakan kepada Sufyan;
Apakah kamu menghafalnya sebelum kamu mendengar dari 'Amru atau kamu
menghafalkannya dari orang lain?. Sufyan berkata; Dari siapa lagi aku
menghafalnya? Seseorang meriwayatkannya dari 'Amru & aku
mendengarnya darinya dua kali atau tiga kali lalu aku menghafalnya. [HR.
Bukhari No.3149].
Kemudian Imam Bukhari meriwayatkan pula melalui Qutaibah, dari Sufyan ibnu Uyaynah, lalu disebutkan hal yang semisal.
Hanya di dalamnya disebutkan bahwa Musa berangkat dengan ditemani oleh
seorang muridnya, yaitu Yusya' ibnu Nun; keduanya membawa ikan. Ketika
keduanya sampai di sebuah batu besar, keduanya beristirahat di tempat
itu. Musa meletakkan kepalanya di batu itu dan tertidurlah ia.
Sufyan mengatakan di dalam hadis Amr, bahwa di bagian bawah batu besar
itu terdapat suatu mata air yang disebut 'mata air Kehidupan'; tiada
sesuatu pun yang terkena airnya melainkan dapat hidup kembali. Maka ikan
yang mereka bawa itu terkena percikan air tersebut, sehingga ikan
bergerak hidup kembali, lalu meloncat dari wadahnya dan menceburkan
diri ke dalam laut. Ketika Musa terbangun, berkatalah ia kepada
muridnya: Bawalah kemari makanan kita. (Al-Kahfi: 62)
Kemudian disebutkan pula dalam riwayat ini bahwa hinggaplah seekor
burung pipit di lambung perahu itu, lalu memasukkan paruhnya ke dalam
laut, dan Khidir berkata kepada Musa, "Tiadalah ilmuku, ilmumu, dan ilmu
semua makhluk dibanding dengan ilmu Allah, melainkan hanyalah sekadar
air yang diambil oleh burung pipit ini dengan paruhnya dari laut ini."
Selanjutnya disebutkan hadis yang semisal pada kelanjutannya hingga
akhir hadis.
Imam Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ibrahim
ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yusuf, bahwa Ibnu
Juraij telah menceritakan kepada mereka; telah menceritakan kepadaku
Ya'la ibnu Muslim dan Amr ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Jubair; salah
seorang dari keduanya menambahkan atas yang lainnya, sedangkan selain
keduanya mengatakan bahwa ia pernah mendengarnya menceritakan hadis
berikut dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan: Ketika kami sedang
berada di rumah Ibnu Abbas, tiba-tiba Ibnu Abbas berkata kepada kami,
"Bertanyalah kalian kepadaku." Maka saya berkata, "Hai Ibnu Abbas,
semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu, di Kuffah terdapat
seorang lelaki yang dikenal dengan sebutan Nauf. Dia menduga bahwa Musa
itu bukanlah Musanya Bani Israil, tetapi Musa yang lain. Adapun Amr, ia
berkata kepadaku, 'Dustalah si musuh Allah itu (maksudnya Nauf tadi)'."
Lain halnya dengan Ya'la. Ia mengatakan kepadaku, Ibnu Abbas telah
bercerita kepadanya bahwa Ubay ibnu Ka'b pernah bercerita kepadanya
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, "Musa utusan Allah pada suatu hari
memberikan peringatan kepada kaumnya, hingga air mata mereka mengalir
dan hati mereka menjadi lunak karenanya. Setelah itu Musa pergi, tetapi
ia disusul oleh seorang lelaki yang bertanya kepadanya, 'Hai utusan
Allah, apakah di bumi ini ada seseorang yang lebih alim daripadamu?'
Musa menjawab, 'Tidak ada.' Maka Allah menegur Musa karena dia tidak
menisbatkan ilmu kepada Allah. Musa mengakui kekeliruannya ini, dan ia
berkata, 'Wahai Tuhanku, di manakah dia (lelaki yang Engkau maksudkan
itu)?' Allah menjawab, 'Di tempat bertemunya dua lautan.' Musa berkata,
'Wahai Tuhanku, jadikanlah sebuah tanda untukku agar aku dapat
mengetahui tempatnya'." Amr berkata kepadaku bahwa Allah telah
berfirman, "Di saat ikan itu pergi meninggalkanmu." Ya'la berkata
kepadaku, menceritakan firman Allah, "Ambillah seekor ikan mati. Maka
manakala ikan itu hidup, di situlah tempat orang tersebut." Maka Musa
mengambil seekor ikan mati, lalu ia letakkan di dalam sebuah kembu
(wadah ikan), dan Musa berkata kepada muridnya, "Saya tidak menugaskan
kepadamu kecuali kamu harus memberitahukan kepadaku di mana kamu merasa
kehilangan ikan ini." Musa berkata lagi, "Saya tidak menugaskan hal
yang berat kepadamu." Yang demikian itulah yang disebutkan oleh Allah
Swt. dalam firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada
muridnya. (Al-Kahfi: 60) Si murid itu adalah Yusya' ibnu Nun, tidak
disebutkan di dalam riwayat Sa'id ibnu Jubair.
Ketika mereka sedang beristirahat di bawah naungan batu besar itu di
suatu tempat yang teduh dan nyaman, tiba-tiba ikan itu bergerak-gerak,
sedangkan Musa masih lelap dalam tidurnya. Maka muridnya berkata, "Saya
tidak berani membangunkannya." Hanya ketika Musa telah bangun si murid
lupa memberitahukan kejadian itu. Ikan itu bergerak-gerak hingga masuk
ke dalam laut, maka Allah memegang arus air dari ikan itu hingga bekas
yang dilalui ikan seakan-akan seperti liang. Ibnu Juraij mengatakan
bahwa Amr mengatakan demikian kepadanya, bahwa seakan-akan bekas jalan
yang dilalui ikan itu membentuk seperti liang. Amr mengatakan demikian
seraya memperaga-kannya dengan kedua jari telunjuknya dan kedua jari
lainnya membentuk lingkaran. Musa berkata: sesungguhnya kita telah
merasa letih karena perjalanan kita ini. (Al-Kahfi: 62) Lalu muridnya
berkata keheranan, "Bukankah Allah telah menghapuskan rasa letih
darimu?" Kalimat ini tidak terdapat di dalam riwayat Sa'id ibnu Jubair.
Si murid menceritakan perihal kehilangan ikannya, maka keduanya
kembali menelusuri jejak semula dan mereka berdua menjumpai Khidir di
tempat itu.
Menurut riwayat Usman ibnu Abu Sulaiman, Khidir berada di atas sajadah
hijau di atas laut. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa Khidir memakai
pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya; ujung pakaian bagian bawahnya
menutupi kedua kakinya, sedangkan ujung bagian atasnya sampai pada
bagian di bawah kepalanya. Musa mengucapkan salam kepadanya, maka Khidir
menyingkap penutup wajahnya dan menjawab, "Apakah di negeri ini
terdapat salam (kesejahteraan)? Siapakah kamu?" Musa menjawab, "Musa."
Khidir bertanya, "Musa dari Bani Israil?" Musa menjawab, "Ya." Khidir
bertanya, "Apakah keperluanmu?" Musa menjawab, "Saya datang kepadamu
untuk belajar tentang ilmu hakikat yang telah diajarkan oleh Allah
kepadamu." Khidir berkata, "Tidakkah kamu merasa cukup bahwa kitab
Taurat telah berada di tanganmu dan wahyu selalu datang kepadamu, hai
Musa? Sesungguhnya aku mempunyai ilmu yang tidak layak bagimu
mengetahuinya. Dan sesungguhnya engkau memiliki suatu ilmu yang tidak
layak bagiku mengetahuinya." Maka ada seekor burung minum dari air laut
dengan paruhnya, lalu Khidir berkata, "Demi Allah, tiadalah ilmuku dan
ilmumu dibandingkan dengan ilmu Allah, melainkan seperti apa yang
diambil oleh burung itu dengan paruhnya dari air laut ini." Maka tatkala
keduanya hendak menaiki perahu, keduanya menjumpai perahu-perahu kecil
yang biasa mengangkut penghuni suatu pantai ke pantai seberangnya.
Mereka telah mengenal Khidir, maka mereka berkata, "Hamba Allah yang
saleh telah datang." Perawi mengatakan, "Maka kami mengatakan kepada
Sa'id ibnu Jubair, 'Apakah dia Khidir?' Sa'id menjawab, 'Ya.' Para
penduduk pantai itu mengatakan, "Kita bawa beliau tanpa upah." Maka dia
melubangi perahu itu dan menambatkannya di pantai tersebut pada suatu
pasak. Musa berkata:Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akhirnya kamu
menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu
kesalahan yang besar. (Al-Kahfi: 71) Menurut Mujahid, jawaban Musa
adalah jawaban yang mengandung nada protes, yakni mengingkarinya.Dia
(Khidir) berkata, "Bukankah aku telah berkata, 'Sesungguhnya kamu
sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku'?” (Al-Kahfi: 72) Protes
yang pertama karena lupa, yang kedua pengajuan syarat, dan protes yang
ketiga dilakukan dengan sengaja. Musa berkata, "Janganlah kamu menghukum
aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu
kesulitan dalam urusanku.” Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala
keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya.
(Al-Kahfi: 73-74)
Ya'la mengatakan, "Sa'id telah mengatakan bahwa Khidir menjumpai
sekumpulan anak-anak sedang bermain-main, maka ia menangkap salah
seorang dari mereka yang kafir, tetapi penampilan anak itu tampan. Lalu
Khidir membaringkannya dan menyembelihnya dengan pisau. Musa berkata,
'Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih lagi belum pernah mengerjakan
dosa?'."
Ibnu Abbas membaca ayat ini dengan bacaan nafsan zakiyyatan muslimatan
(mengikuti kepada bentuk mu'annats maushuf-nya), sama halnya disebutkan
gulaman zakiyyan (dengan bentuk muzakkar).
Keduanya melanjutkan perjalanan, dan di suatu tempat keduanya menjumpai
sebuah dinding yang hendak runtuh. Maka Khidir menegakkan dinding itu
hanya dengan tangannya. Didorongnya dinding itu hingga tegak kembali.
Musa berkata, "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu."
Ya'la mengatakan bahwa ia menduga Sa’id mengatakan bahwa Khidir hanya
mengusapkan tangannya ke tembok (dinding) itu, maka dengan serta merta
dinding itu tegak kembali. Lalu Musa berkata, "Jikalau kamu mau, niscaya
kamu mengambil upah untuk itu." Menurut Sa’id, upah untuk makan mereka
berdua.
Lafaz wara-ahum menurut Ibnu Abbas dibaca amamahum malikun, yang
artinya ialah karena di hadapan mereka ada seorang raja. Mereka (para
perawi) mendapat berita selain dari Sa'id, bahwa nama raja tersebut
adalah Hadad ibnu Badad, sedangkan nama anak muda yang dibunuh itu ialah
Haisur. Di hadapan mereka ada seorang raja yang suka merampas
tiap-tiap bahtera. Khidir mengatakan, "Saya sengaja melubanginya agar
manakala si raja itu datang, ia membiarkan perahu ini di tempat
penambatannya. Apabila raja beserta para pembantunya telah pergi, maka
para pemilik perahu ini dapat memperbaikinya dan menggunakannya lagi."
Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa lubang itu disumbat dengan
botol, dan sebagian lagi mengatakan bahwa lubang itu ditambal dengan ter
(aspal) atau dempul. Sedangkan anak muda itu kedua orang tuanya adalah
orang-orang mukmin, tetapi si anak muda itu sendiri kafir." Maka saya
(Khidir) merasa khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu
kepada kesesatan dan kekafiran karena kecintaan keduanya kepada
anaknya itu. Dan saya menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi
mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya daripada anak itu."
Zakatan dalam ayat ini sama dengan yang disebutkan oleh firman-Nya:
Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih (suci dari dosa). (Al-Kahfi: 74)
Adapun firman Allah Swt.:dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu
bapaknya). (Al-Kahfi: 81) Begitu pula keduanya, lebih sayang kepada anak
barunya itu daripada anak yang telah dibunuh oleh Khidir. Selain Sa’id
menduga bahwa Allah memberinya ganti anak perempuan. Menurut Daud ibnu
Abu Asim, dari sejumlah orang, penggantinya itu adalah anak perempuan.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Abu
Ishaq, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa
Musa a.s. berkhotbah di kalangan kaum Bani Israil. Dalam khotbahnya Musa
mengatakan, "Tidak ada seorang pun yang lebih mengetahui Allah dan
urusan-Nya selain dari aku." Kemudian Allah memerintahkan kepada Musa
agar menemui lelaki ini (Khidir). Kisah selanjutnya sama dengan yang
telah disebutkan di atas, hanya ada kelebihan dan kekurangannya; hanya
Allah yang lebih mengetahui kebenarannya.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Al-Hasan ibnu Imarah, dari
Al-Hakam ibnu Utaibah, dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa
dia berada di majelis Ibnu Abbas yang saat itu di majelis tersebut
terdapat beberapa orang dari kalangan kaum ahli kitab. Sebagian dari
mereka mengatakan, "Hai Ibnul Abbas, sesungguhnya si Nauf (anak tiri
Ka'b) menduga Ka'b pernah mengatakan bahwa Musa yang menuntut ilmu (dari
Khidir) itu adalah Musa ibnu Misya, bukan Musa Nabi kaum Bani Israil."
Sa'id mengatakan dalam kisah selanjutnya, bahwa kemudian Ibnu Abbas
bertanya, "Hai Sa’id, apakah benar Nauf telah mengatakan demikian?"
Sa'id menjawab, "Ya." Saya mendengar Nauf mengatakan itu." Ibnu Abbas
bertanya lagi, "Apakah engkau mendengarnya langsung dari dia, hai
Sa'id?" Saya menjawab, "Ya." Ibnu Abbas berkata, "Nauf dusta".
Kemudian Ibnu Abbas berkata, ia telah mendengar kisah dari Ubay ibnu
Ka'b, dari Rasulullah Saw., bahwa Musa Bani Israil bertanya kepada
Tuhannya, "Wahai Tuhanku, jika ada di kalangan hamba-hamba-Mu seseorang
yang lebih alim daripada aku, maka tunjukkanlah aku kepadanya." Maka
Allah menjawabnya melalui firman-Nya, "Ya, benar di kalangan
hamba-hamba-Ku terdapat seseorang yang lebih alim daripada kamu."
Kemudian Allah menyebutkan kepada Musa tentang fempat tinggalnya dan
memberi izin untuk menjumpainya.
Musa berangkat bersama seorang muridnya dengan membawa ikan yang telah
diasinkan, karena Tuhannya telah berpesan kepadanya, "Apabila ikan yang
dibawamu ini hidup kembali di suatu tempat, maka temanmu itu berada di
tempat tersebut, dan kamu dapat memenuhi apa yang kamu perlukan."
Musa berangkat dengan ditemani seorang muridnya dengan membawa ikan
yang telah diasinkan itu. Keduanya terus-menerus berjalan hingga letih
dan sampai di sebuah batu besar,, yaitu di dekat sebuah mata air yang
disebut dengan 'mata air kehidupan'. Barang siapa yang minum darinya,
hidupnya kekal; dan tiada suatu bangkai pun yang terkena airnya
melainkan dapat hidup kembali. Ketika keduanya istirahat, dan ikan itu
terkena percikan air tersebut, ikan menjadi hidup kembali dan mengambil
jalannya ke laut membentuk liang.
Kemudian keduanya melanjutkan perjalanan. Dan setelah keduanya berjalan
cukup jauh, Musa berkata kepada muridnya, "Kemarikanlah makanan kita
itu, sesungguhnya perjalanan ini sangat meletihkan kita." Si murid
menjawab dan mengingatkan, "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat
berlindung di batu besar tadi, sesungguhnya aku lupa menceritakan
tentang ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk
menceritakannya kecuali setan, dan ikan itu mengambil jalannya ke laut
dengan cara yang aneh sekali."
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Musa kembali ke tempat batu besar
itu. Ketika keduanya sampai di tempat itu, tiba-tiba mereka bersua
dengan seorang lelaki memakai jubah. Lalu Musa mengucapkan salam
kepadanya, dan ia menjawab salam Musa. Kemudian laki-laki itu bertanya,
"Apakah yang mendorongmu datang kemari, padahal kamu mempunyai kesibukan
di kalangan kaummu?" Musa menjawab, "Aku datang kepadamu supaya kamu
mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah
diajarkan kepadamu."
Laki-laki itu menjawab, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan
sanggup sabar bersamaku." Laki-laki itu adalah seseorang yang
mengetahui perkara yang gaib, seperti yang telah diceritakan
sebelumnya. Musa berkata, "Tidak, saya akan bersabar." Laki-laki itu
berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Dan bagaimana kamu dapat
sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang hal itu? (Al-Kahfi: 68) Dengan kata lain, sesungguhnya kamu (hai
Musa) hanya mengenal perkara lahiriah dari apa yang kamu lihat
menyangkut keadilannya, sedangkan kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentang ilmu gaib yang telah kuketahui. Musa berkata, "Insya Allah kamu
akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan
menentangmu dalam sesuatu apa pun.” (Al-Kahfi: 69) Yakni sekalipun aku
melihat hal yang bertentangan dengan pendapatku. Jika kamu mengikutiku,
maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai
aku sendiri menerangkannya kepadamu. (Al-Kahfi: 70) Artinya, janganlah
kamu menanyakan sesuatu pun kepadaku, sekalipun hal itu bertentangan
denganmu. Keduanya (Musa dan laki-laki itu) berangkat dengan berjalan
kaki menelusuri pantai dan bertanya-tanya kepada orang-orang yang ada di
situ seraya mencari tumpangan yang dapat membawa mereka berdua.
Akhirnya lewatlah sebuah perahu baru yang kokoh, tiada suatu perahu pun
yang dijumpai keduanya lebih baik, lebih indah, dan lebih kokoh daripada
perahu ini. Laki-laki itu meminta kepada pemilik perahu untuk ikut
menumpang, maka pemilik perahu membawa mereka berdua.
Setelah keduanya berada di dalam perahu, dan perahu itu meneruskan
perjalanannya membelah laut dengan membawa para penumpang yang
dimuatnya, tiba-tiba lelaki itu mengeluarkan sebuah pahat dan palu
miliknya. Lalu ia menuju ke salah satu bagian dari perahu itu dan
memahatnya hingga melubanginya. Sesudah itu ia mengambil sebuah papan
dan menutupi bagian yang berlubang itu, lalu ia duduk di atasnya untuk
menutupinya (agar jangan kemasukan air). Musa berkata kepadanya setelah
melihatnya melakukan suatu perbuatan yang membahayakan itu:"Mengapa kamu
melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?
Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.”
Dia(Khidir) berkata, "Bukankah aku telah berkata bahwa sesungguhnya kamu
sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku?” Musa berkata,
"Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu
membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku." (Al-Kahfi:
71-73)
Maksudnya, janganlah kamu menghukum aku karena kealpaanku terhadap apa
yang telah aku janjikan kepadamu. Kemudian keduanya melanjutkan
perjalanan setelah keluar dari perahu itu, hingga sampailah keduanya di
suatu kampung; mereka melihat sejumlah anak-anak sedang bermain-main di
bagian belakang kampung itu. Dia antara anak-anak terdapat seorang anak
yang penampilannya sangat tampan lagi mewah dibandingkan dengan
teman-temannya, dan anak itu kelihatan cerah sekali. Maka laki-laki itu
menangkap anak tersebut dan mengambil sebuah batu, lalu batu itu
dipukulkan ke kepala si anak hingga pecah. Ternyata laki-laki itu
membunuh anak tersebut. Melihat pemandangan yang kejam itu Musa tidak
sabar lagi, karena seorang anak yang masih kecil lagi tidak berdosa
dibunuh dengan darah dingin. Musa bertanya: Mengapa kami bunuh jiwa yang
bersih. (Al-Kahfi: 74) Yakni anak yang masih kecil. "bukan karena dia
membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang
mungkar.” Khidir berkata, "Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa
sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?” Musa berkata, "Jika
aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka
janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah
cukup memberikan uzur kepadaku.” (Al-Kahfi: 74-76) Yaitu keadaanku kalau
bertanya lagi tidak dapat dimaafkan. Maka keduanya berjalan; hingga
tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta
dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau
menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding
rumah yang hampir roboh. (Al-Kahfi: 77)
Lalu Khidir merobohkan dinding itu dan membangunnya kembali, sedangkan
Musa gelisah melihat apa yang dilakukan oleh temannya ini yang
memaksakan diri untuk kerja bakti. Musa tidak sabar lagi, lalu
memprotesnya: Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.
(Al-Kahfi: 77)
Dengan kata lain, Musa mengatakan, "Kita telah meminta mereka supaya
memberi makan, tetapi mereka tidak memberi; dan kita telah meminta
kepada mereka supaya menjamu kita sebagai tamu, tetapi mereka menolak.
Kemudian kamu bekerja tanpa imbalan jasa. Jikalau kamu mau, niscaya
mendapat upah dari kerjamu ini dengan memintanya." Khidir berkata:
Inilah perpisahan antara aku dengan kamu. Aku akan memberitahukan
kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang
bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu karena di
hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.
(Al-Kahfi: 78-79)
Menurut Qiraat Ubay ibnu Ka'b disebutkan safinatin salihatin (dengan
memakai sifat, yang artinya perahu yang baik). Dan sesungguhnya aku
(Khidir) melubanginya agar si raja itu tidak mau mengambil perahu ini.
Dan ternyata perahu itu selamat dari rampasan si raja, saat si raja
melihat bahwa perahu itu telah cacat.
Dan adapun anak itu, maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin,
dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada
kesesalan dan kekafiran. Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka
mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya
daripada anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu
bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak
yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka
berdua, sedangkan ayahnya adalah seorang yang saleh; maka Tuhanmu
menghendaki agar mereka sampai pada kedewasaannya dan mengeluarkan
simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku
melakukannya itu menuruti kemauanku sendiri. (Al-Kahfi: 80-82) Artinya,
semuanya itu kulakukan bukan atas kehendak diriku sendiri."Demikian itu
adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya.” (Al-Kahfi: 82) Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang disimpan
itu tiada lain dalam bentuk ilmu.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setelah Musa dan
kaumnya berhasil menguasai negeri Mesir, maka Musa menempatkan kaumnya
di negeri Mesir. Dan setelah mereka menetap di Mesir, Allah menurunkan
wahyu (kepada Musa), "Ingatkanlah mereka pada hari-hari Allah." Maka
Musa berkhotbah kepada kaumnya dan menyebutkan kepada mereka kebaikan
dan nikmat yang telah dilimpahkan oleh Allah kepada mereka. Musa juga
mengingatkan mereka akan hari yang pada hari itu Allah menyelamatkan
mereka dari Fir'aun dan para pembantunya. Musa mengingatkan pula akan
kebinasaan musuh mereka dan Allah menjadikan mereka sebagai penguasa di
bumi.
Musa berkata, "Allah telah berbicara secara langsung dengan Nabi kalian,
dan memilihku sebagai kekasih-Nya dan dijadikan-Nya diriku
me-cintai-Nya, serta Dia menurunkan kepada kalian dari semua apa yang
diminta oleh kalian. Nabi kalian adalah orang yang paling utama di bumi
ini. Dan kalian dapat membaca kitab Taurat, maka tiada suatu nikmat pun
yang telah diberikan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya melainkan kitab
Taurat menyebutkannya kepada kalian."
Seseorang lelaki dari kalangan Bani Israil berkata, "Hai Nabi Allah,
memang kami telah mengetahui apa yang kamu katakan itu, tetapi apakah di
muka bumi ini ada seseorang yang lebih alim daripada engkau?" Musa
menjawab, "Tidak ada."
Allah mengutus Malaikat Jibril kepada Musa a.s. untuk menyampaikan
bahwa sesungguhnya Allah telah berfirman, "Tahukah kamu, di manakah Aku
meletakkan ilmu-Ku? Tidaklah seperti yang kamu duga, sesungguhnya Aku
mempunyai seorang hamba yang tinggal di pantai laut, dia lebih alim
daripada kamu."
Ibnu Abbas mengatakan bahwa hamba yang dimaksud adalah Khidir. Lalu Musa
meminta kepada Tuhannya agar sudilah Dia mengenalkan lelaki itu
kepadanya. Allah menurunkan wahyu kepadanya (seraya berfirman),
"Datanglah ke laut, karena sesungguhnya kamu akan menjumpai di tepi
pantai seekor ikan. Ambillah ikan itu dan serahkanlah kepada muridmu
(untuk membawanya), kemudian tetaplah kamu berjalan di pantai itu.
Apabila kamu lupa akan ikan itu dan ikan itu lenyap darimu, maka hamba
saleh yang kamu cari itu ada di tempat tersebut."
Setelah Musa berjalan cukup lama hingga ia merasa letih, maka ia meminta
kepada muridnya bekal makanan yang dibawanya, yakni ikan itu. Maka
muridnya berkata kepadanya: Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat
berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa(menceritakan
tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk
menceritakannya kecuali setan. (Al-Kahfi: 63) . Yakni untuk
menceritakannya kepadamu. Ia berkata, "Sesungguhnya aku melihat ikan itu
pada saat ia mengambil jalannya di laut membentuk liang. Sungguh sangat
menakjubkan."
Musa kembali ke tempat batu besar itu dan menjumpai ikan itu sedang
melompat-lompat di laut. Maka Musa mengikutinya dan menjadikan
tongkatnya berada di depannya untuk menguakkan air laut guna mengikuti
ikan. Sedangkan ikan itu tidak sekali-kali menyentuh air laut melainkan
airnya menjadi kering dan keras seperti batu. Musa a.s. merasa kagum
melihat pemandangan itu, hingga ikan itu sampai ke sebuah pulau di laut,
sedangkan Musa mengikutinya.
Di pulau itu Musa bersua dengan Khidir dan mengucapkan salam kepadanya.
Khidir menjawab,"Wa'alaikas salam, dimanakah ada kesejahteraan di bumi
ini, dan siapakah kamu?" Musa menjawab, "Saya Musa." Khidir bertanya,
"MusaNabi Bani Israil?" Musa menjawab, "Ya." Khidir menyambutnya dengan
sambutan yang hangat, lalu bertanya, "Apakah yang mendorongmu datang
kemari?" Musa menjawab: "Supaya kamu mengajarkan kepadaku Umu yang benar
di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu.” Dia menjawab,
"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku."
(Al-Kahfi: 66-67)
Khidir menjawab, "Kamu tidak akan kuat menguasai ilmu itu." Insya Allah
kamu akan mendapati aku sefbagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan
menentangmu dalam sesuatu urusan pun. (Al-Kahfi: 69)
Maka Khidir membawa Musa pergi, lalu berkata kepadanya, "Janganlah kamu
bertanya kepadaku tentang sesuatu pun yang aku lakukan sebelum aku
jelaskan kepadamu duduk perkara yang sebenarnya." Yang demikian itu
adalah firman Allah Swt.: sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.
(Al-Kahfi: 70)
Az-Zuhri telah meriwayatkan dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Utbah
ibnu Mas'ud, dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah berdebat dengan Al-Hurr
ibnu Qais ibnu Hisn Al-Fazzari tentang teman Musa ini. Ibnu Abbas
mengatakan bahwa ia adalah Khidir. Saat itu lewatlah Ubay ibnu Ka'b.
Maka Ibnu Abbas memanggilnya dan menceritakan kepadanya, "Sesungguhnya
aku dan temanku ini berdebat tentang teman Musa yang mendorong Musa
meminta kepada Tuhan agar dipertemukan dengannya. Apakah kamu pernah
mendengar Rasulullah Saw. menceritakan tentangnya?"
Ubay ibnu Ka'b menjawab, sesungguhnya ia pernah mendengar Rasulullah
Saw. bersabda bahwa ketika Musa sedang berada di tengah-tengah para
pemuka kaum Bani Israil, tiba-tiba datanglah kepadanya seorang lelaki
yang bertanya, "Tahukah kamu tempat seorang lelaki yang lebih alim
daripada kamu?" Musa menjawab, "Tidak tahu."
Allah mewahyukan kepada Musa, "Memang benar, dia adalah ham-ba-Ku
bernama Khidir." Maka Musa meminta kepada Tuhannya agar menunjukkan
jalan untuk bersua dengannya. Allah menjadikan seekor ikan sebagai
pertanda, seraya berfirman kepada Musa, "Jika kamu merasa kehilangan
ikan ini, kembalilah ke tempatnya, maka sesungguhnya kamu akan
menjumpainya di tempat itu."
Musa mengikuti jalan ikan itu di laut. Murid Musa berkata kepada Musa,
"Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka
sesungguhnya aku lupa ikan itu di tempat tersebut." Musa berkata seperti
yang disitir oleh firman-Nya: Itulah (tempat) yang kita cari. Lalu
keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula.(Al-Kahfi: 64) Keduanya
menjumpai hamba Allah, yaitu Khidir. Mengenai perihal keduanya adalah
seperti apa yang dikisahkan oleh Allah Swt. di dalam kitab
(Al-Qur'an)-Nya.
Firman-Nya
قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا
عُلِّمْتَ رُشْدًا (66) قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
(67) وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا (68) قَالَ
سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا (69)
قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ
لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا (70)
Musa berkata kepada Khidir, "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu
mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah
diajarkan kepadamu?” Dia menjawab, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak
akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas
sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal
itu?” Musa berkata, "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang
yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.”
Dia berkata, "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan
kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya
kepadamu.” (QS Al-Kahfi Ayat 66-70)
Allah Swt. menceritakan tentang perkataan Musa a.s. kepada lelaki yang
alim itu yakni Khidir yang telah diberikan kekhususan oleh Allah dengan
suatu ilmu yang tidak diketahui oleh Musa. Sebagaimana Allah telah
memberi kepada Musa suatu ilmu yang tidak diberikan-Nya kepada Khidir.
{قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ}
Musa berkata kepadanya, "Bolehkah aku mengikutimu?" (Al-Kahfi: 66)
Pertanyaan Musa mengandung nada meminta dengan cara halus, bukan
membebani atau memaksa. Memang harus demikianlah etika seorang murid
kepada gurunya dalam berbicara.
Firman Allah Swt.:
{أَتَّبِعُكَ}
Bolehkah aku mengikutimu? (Al-Kahfi: 66)
Maksudnya, bolehkah aku menemanimu dan mendampingimu.
{عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا}
supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu. (Al-Kahfi: 66)
Yakni suatu ilmu yang pernah diajarkan oleh Allah kepadamu,-agar aku
dapat menjadikannya sebagai pelitaku dalam mengerjakan urusanku, yaitu
ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh. Maka pada saat itu juga Khidir
berkata kepada Musa:
{إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا}
Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. (Al-Kahfi: 67)
Artinya; kamu tidak akan kuat menemaniku karena kamu akan melihat dariku
berbagai macam perbuatan yang bertentangan dengan syariatmu.
Sesungguhnya aku mempunyai suatu ilmu dari ilmu Allah yang tidak
di-ajarkan-Nya kepadamu. Sedangkan kamu pun mempunyai suatu ilmu dari
ilmu Allah yang tidak diajarkan-Nya kepadaku. Masing-masing dari kita
mendapat tugas menangani perintah-perintah dari Allah secara tersendiri
yang berbeda satu sama lainnya. Dan kamu tidak akan kuat mengikutiku.
{وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا}
Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?(Al-Kahfi: 68)
Aku mengetahui bahwa kamu akan mengingkari hal-hal yang kamu dimaafkan
tidak mengikutinya, tetapi aku tidak akan menceritakan hikmah dan
maslahat hakiki yang telah diperlihatkan kepadaku mengenainya, sedangkan
kamu tidak mengetahuinya.
{سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا}
Musa berkata, "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar.” (Al-Kahfi: 69)
terhadap apa yang aku lihat dari urusan-urusanmu itu.
{وَلا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا}
dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun. (Al-Kahfi: 69)
Maksudnya, aku tidak akan memprotesmu dalam sesuatu urusan pun; dan pada
saat itu Khidir memberikan syarat kepada Musa, seperti yang disebutkan
oleh firman-Nya:
{قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ}
Dia berkata, "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun." (Al-Kahfi: 70)
Yakni memulai menanyakannya.
{حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا}
sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.(Al-Kahfi: 70)
Yaitu aku sendirilah yang akan menjelaskannya kepadamu, sebelum itu kamu tidak boleh mengajukan suatu pertanyaan pun kepadaku.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu
Jubair, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, dari Harun, dari Ubaidah,
dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Musa a.s. bertanya
kepada Tuhannya, "Wahai Tuhanku, hamba-hamba-Mu yang manakah yang paling
disukai olehmu?" Allah Swt. menjawab, "Orang yang selalu ingat
kepada-Ku dan tidak pernah melupakan Aku." Musa bertanya, "Siapakah di
antara hamba-hamba-Mu yang paling adil?" Allah menjawab, "Orang yang
memutuskan (perkara) dengan hak dan tidak pernah memperturutkan hawa
nafsunya." Musa bertanya, "Wahai Tuhanku, siapakah di antara
hamba-hamba-Mu yang paling alim?" Allah berfirman, "Orang yang rajin
menimba ilmu dari orang lain dengan tujuan untuk mencari suatu kalimah
yang dapat memberikan petunjuk ke jalan hidayah untuk dirinya, atau
menyelamatkan dirinya dari kebinasaan." Musa bertanya, "Wahai Tuhanku,
apakah di bumi-Mu ini ada seseorang yang lebih alim daripada aku?"
Allah berfirman, "Ya, ada." Musa bertanya, "Siapakah dia?" Allah
berfirman, "Dialah Khidir." Musa bertanya, "Di manakah saya harus
mencarinya?" Allah berfirman, "Di pantai di dekat sebuah batu besar
tempat kamu akan kehilangan ikan padanya." Ibnu Abbas melanjutkan
kisahnya, bahwa lalu Musa berangkat mencarinya; dan kisah selanjutnya
adalah seperti apa yang telah disebutkan oleh Allah Swt. di dalam
kitab-Nya, hingga akhirnya sampailah Musa di dekat batu besar itu. Ia
bersua dengan Khidir, masing-masing dari keduanya mengucapkan salam
kepada yang lainnya. Musa berkata kepadanya, "Sesungguhnya saya suka
menemanimu." Khidir menjawab, "Sesungguhnya kamu tidak akan sanggup
sabar bersamaku." Musa berkata, "Tidak, saya sanggup." Khidir berkata,
"Jika kamu menemaniku: maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang
sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (Al-Kahfi:
70) Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Khidir membawa Musa
berangkat menempuh jalan laut, hingga sampailah ke tempat bertemunya
dua buah lautan; tiada suatu tempat pun yang airnya lebih banyak
daripada tempat itu. Kemudian Allah mengirimkan seekor burung pipit,
lalu burung pipit itu menyambar seteguk air dengan paruhnya. Khidir
berkata kepada Musa, Berapa banyakkah air yang disambar oleh burung
pipit ini menurutmu?" Musa menjawab, "Sangat sedikit." Khidir berkata,
"Hai Musa, sesungguhnya ilmuku dan ilmumu dibandingkan dengan ilmu
Allah, sama dengan apa yang diambil oleh burung pipit itu dari lautan
ini." Sebelum peristiwa ini pernah terdetik di dalam hati Musa bahwa
tiada seorang pun yang lebih alim daripada dia. Atau Musa pernah
mengatakan demikian. Karena itulah maka Allah memerintahkan kepadanya
untuk mendatangi Khidir. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya ini menyangkut
pelubangan perahu, pembunuhan terhadap seorang anak muda, dan
pembetulan dinding yang akan runtuh, serta takwil dari semua perbuatan
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar