Allah menyebut di dalam firman-Nya bahwa harta dan anak-anak (keluarga)
merupakan perhiasan dunia. Dan orang-orang beriman jangan sampai karena
cintanya, perhatiannya dan kesibukannya terhadap hartanya dan
keluarganya, lalu menomorduakan hingga melupakan ibadah kepadaa Allah.
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ
الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلاً
Artinya : “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi
amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi
Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS Al-Kahfi [18]: 46).
Fitnah syahwat yang paling berat di alam ini adalah fitnah wanita,
karena itu fitnah ini disebutkan pertama kali mengawali fitnah-fitnah
syahwat lainnya sebagaimana firman Allah swt ;
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء وَالْبَنِينَ
وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ
الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak
dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi
Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Al imron : 14)
Ayat di atas menjelaskan bahwa mencintai wanita dan dunia adalah fitrah
manusia. Seorang laki-laki tidak dilarang mencintai wanita selama
aplikasi cintanya tidak melanggar syariat. Seorang manusia tidak
dilarang mencintai dunia selama kecintaannya tidak mennjerumuskan kepada
maksiat. Namun sadarkah, sejatinya di balik keindahan itu semua adalah
fitnah (ujian) untuk manusia?
Para ulama menjelaskan, tatkala Allah menjadikan dunia terlihat indah di
mata manusia, ditambah dengan berbagai aksesorisnya yang memikat,
mulailah jiwa dan hati condong kepadanya. Dari sini manusia terbagi
menjadi dua kubu sesuai dengan pilihannya. Sebagian orang menjadikan
seluruh anugerah tesebut sebagai tujuan hidupnya. Seluruh pikiran dan
tenaga dikerahkan demi meraihnya, hal itu sampai memalingkan mereka dari
ibadah. Akhirnya mereka tidak peduli bagaimana cara mendapatkannya dan
untuk apa kegunaannya. Ini adalah golongan orang-orang yang kelak
menerima azab yang pedih. Sedangkan golongan yang kedua adalah
orang-orang yang sadar bahwa tujuan penciptaan dunia ini adalah untuk
menguji manusia, sehingga mereka menjadikannya sarana untuk mencari
bekal akhirat. Inilah golongan yang selamat dari fitnah, merekalah yang
mendapat rahmat Allah.
Allah Swt. memberitakan tentang semua yang dijadikan perhiasan bagi
manusia dalam kehidupan di dunia ini, berupa berbagai kesenangan yang
antara lain ialah wanita dan anak-anak. Dalam ayat ini dimulai dengan
sebutan wanita, karena fitnah yang ditimbulkan oleh mereka sangat kuat.
Seperti apa yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih, bahwa Nabi Saw.
pernah bersabda:
«مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ»
Tiada suatu fitnah pun sesudahku yang lebih berbahaya bagi kaum
laki-laki selain dari wanita.(HR. Bukhari: 5096 dan Muslim: 2740)
Hadis ini tidak berlebihan. Karena fakta memang telah membuktikan.
Meskipun wanita diciptakan dengan kondisi akal yang lemah, namun betapa
banyak lelaki yang cerdas, kuat gagah perkasa, dibuat lemah tunduk di
bawahnya. Meskipun para wanita diciptakan dengan keterbatasannya, namun
betapa banyak para penguasa jatuh tersungkur dalam jeratnya. Meskipun
wanita dicipta dengan keterbatasan agama, namun betapa banyak ahli
ibadah yang dibuat lalai dari Tuhannya.
Tidak sedikit seorang miliader kaya raya nekad berbuat korupsi demi
istri tercinta. Tidak jarang darah tertumpah, pedang terhunus, karena
wanita. Betapa banyak orang waras dengan akal yang sempurna menjadi gila
gara-gara wanita. Bahkan sering kita jumpai seorang laki-laki rela
bunuh diri demi wanita. Atau yang lebih parah dari itu semua entah
berapa orang mukmin yang mendadak berubah menjadi kafir gara-gara
wanita. Pantaslah jika rasulullah mengatakan fitnah wanita adalah fitnah
yang luar biasa.
Bahkan betapa umat terdahulu hancur binasa juga gara-gara wanita.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan dalam sabdanya,
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خضرة، وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا،
فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّــقُوا الدُّنْــيَا وَاتَقُوا
النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِـي إِسْرَائِـيلَ كَانَتْ فِي
النِسَاءِ
“Sesungguhnya dunia ini begitu manis nan hijau. Dan Allah mempercayakan
kalian untuk mengurusinya, Allah ingin melihat bagaimana perbuatan
kalian. Karenanya jauhilah fitnah dunia dan jauhilah fitnah wanita,
sebab sesungguhnya fitnah pertama kali di kalangan Bani Israil adalah
masalah wanita” (H.R. Muslim: 2742)
Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk mendiskreditkan para wanita yang
begitu ringkih dan lemah. Apa lagi sampai menuduh mereka makhluk yang
menjadi sumber petaka, jahat dan keji. Tidak sama sekali…
Akan tetapi penulis hanya ingin berkongsi ilmu serta mengingatkan, bahwa
di balik kelemahan wanita tersimpan potensi yang sangat luar biasa
untuk menggoda serta membinasakan laki-laki yang kuat perkasa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan kepada para wanita di
zaman beliau,
مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرجل الحازم من إحداكن
“Aku tidak melihat ada manusia yang kurang akal dan agamanya, namun mampu meluluhkan nalar lelaki perkasa selain kalian”
Seandainya pun Anda tidak memiliki kecantikan, kedudukan, dan kesempatan
seperti apa yang dimiliki Zulaikha, akan tetapi Anda harus tahu
barangkali tidak ada lelaki saat ini yang mampu menahan fitnah wanita
seperti Yusuf.
Jika demikian halnya, hendaklah setiap wanita berusaha menjaga diri.
Jangan sampai ia menyebabkan para lelaki berpaling dari Allah atau
menyebabkan mereka bermaksiat kepada Allah. Baik itu suaminya, orang
tuanya, saudaranya, ataupun orang lain.
Sungguh maha adil Allah, ketika Allah memberikan kesempatan
sebesar-besarnya kepada para wanita untuk menjadi fitnah terbesar di
dunia, Allah juga memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada mereka
untuk menjadi perhiasan termahal dunia.
Lain halnya jika orang yang bersangkutan bertujuan dengan wanita untuk
memelihara kehormatannya dan memperbanyak keturunan, maka hal ini
merupakan suatu hal yang dianjurkan dan disunatkan, seperti yang
disebutkan oleh banyak hadis yang menganjurkan untuk nikah dan
memperbanyak nikah. Sebaik-baik orang dari kalangan umat ini ialah yang
paling banyak mempunyai istri (dalam batas yang diperbolehkan).
Sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
«الدُّنْيَا مَتَاعٌ، وَخَيْرُ مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِنْ
نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ، وَإِنْ أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِنْ غَابَ
عَنْهَا حَفِظَتْهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ»
Dunia adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangannya ialah istri yang
saleh; jika suami memandangnya, maka ia membuat gembira suaminya; jika
suami menyuruhnya, maka ia menaati suaminya; dan jika suami pergi, tidak
ada di tempat, maka ia memelihara kehormatan dirinya dan harta benda
suaminya.(HR. Muslim: 1467)
Sabda Nabi Saw. dalam hadis yang lain, yaitu:
«حُبِّبَ إِلَيَّ النِّسَاءُ وَالطِّيبُ، وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ»
Aku dibuat senang kepada wanita dan wewangian, dan kesejukan hatiku dijadikan di dalam salatku.
Siti Aisyah menceritakan bahwa tiada sesuatu pun yang lebih disukai oleh
Rasulullah Saw. selain wanita kecuali kuda. Menurut riwayat yang lain
disebutkan 'selain kuda kecuali wanita'.
Senang kepada anak adakalanya karena dorongan membanggakan diri dan
sebagai perhiasan yang juga termasuk ke dalam pengertian membanggakan
diri. Adakalanya karena dorongan ingin memperbanyak keturunan dan
memperbanyak umat Muhammad Saw. yang menyembah hanya kepada Allah
semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Maka hal ini baik lagi terpuji,
seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis, yaitu:
«تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
Nikahilah oleh kalian wanita-wanita yang keibuan lagi subur
peranakannya, karena sesungguhnya aku memperbanyak umatku karena kalian
kelak di hari kiamat.
Cinta kepada harta adakalanya karena terdorong oleh faktor menyombongkan
diri dan berbangga-banggaan, takabur terhadap orang-orang lemah, dan
sombong terhadap orang-orang miskin. Hal ini sangat dicela. Tetapi
adakalanya karena terdorong oleh faktor membelanjakannya di jalan-jalan
yang mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan silaturahmi, serta amal-amal
kebajikan dan ketaatan, hal ini sangat terpuji menurut syariat.
Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang kadar qintar yang disebut oleh
ayat ini, yang kesimpulannya menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
qintar adalah harta yang banyak dan berlimpah, seperti yang dikatakan
oleh Ad-Dahhak dan lain-lainnya.
Menurut pendapat yang lain sejumlah seribu dinar, pendapat lainnya
mengatakan seribu dua ratus dinar, pendapat yang lainnya mengatakan
sejumlah dua belas ribu dinar, pendapat lain mengatakan empat puluh ribu
dinar, pendapat yang lainnya lagi mengatakan enam puluh ribu dinar, dan
ada yang mengatakan tujuh puluh ribu dinar, ada pula yang mengatakan
delapan puluh ribu dinar, dan lain sebagainya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا
حَمَّادٌ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ،
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "القِنْطَارُ اثْنَا عَشَرَ ألْف أوقيَّةٍ، كُلُّ
أوقِيَّةٍ خَيْر مِمَّا بَيْنَ السَّمَاءِ والأرْضِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Asim, dari Abu Saleh, dari Abu
Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Satu
qintar adalah dua belas ribu auqiyah, tiap-tiap auqiyah lebih baik
daripada apa yang ada di antara langit dan bumi.
Ibnu Majah meriwayatkan pula hadis ini dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah,
dari Abdus Samad ibnu Abdul Waris, dari Hammad ibnu Salamah dengan lafaz
yang sama. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Bandar, dari Ibnu Mahdi,
dari Hammad ibnu Salamah, dari Asim ibnu Bahdalah, dari Zakwan Abu
Saleh, dari Abu Hurairah secara mauquf (hanya sampai pada Abu
Hurairah).
Seperti yang terdapat pada riwayat Waki' di dalam kitab tafsirnya,
disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah,
dari Asim ibnu Bahdalah, dari Zakwan Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang
mengatakan: Satu qintar adalah dua belas ribu auqiyah, satu auqiyah
lebih baik daripada semua yang ada di antara langit dan bumi.
Sanad riwayat ini lebih sahih.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Mu'az ibnu Jabal dan
Ibnu Umar. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui Abu Hurairah dan Abu
Darda, bahwa mereka (para sahabat) mengatakan, "Satu qintar adalah
seribu dua ratus auqiyah."
ثُمَّ قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى
الضَّرِيرُ، حَدَّثَنَا شَبَابَةُ، حَدَّثَنَا مَخْلَد بْنُ عَبْدِ
الْوَاحِدِ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي
مَيْمُونَةَ، عَنْ زِرّ بْنِ حُبَيْش عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "القِنْطَارُ
ألْفُ أوقِيَّةٍ ومائَتَا أوقِيَّةٍ"
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zakaria
ibnu Yahya Ad-Darir (tuna netra), telah menceritakan kepada kami
Syababah, telah menceritakan kepada kami Mukhallad ibnu Abdul Wahid,
dari Ali ibnu Zaid, dari Ata dari Ibnu Abu Maimunah, dari Zurr ibnu
Hubaisy, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Satu qintar adalah seribu dua ratus auqiyah.
Hadis ini berpredikat munkar, lebih dekat kepada kebenaran ialah yang
mengatakan bahwa hadis ini berpredikat mauquf hanya sampai pada Ubay
ibnu Ka'b (tidak sampai kepada Nabi Saw.), sama halnya dengan yang
lainnya dari kalangan sahabat.
وَقَدْ رَوَى ابْنُ مَرْدُويَه، مِنْ طَرِيقِ مُوسَى بْنِ عُبَيْدة
الرَبَذِي عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ يحنَّش أَبِي مُوسَى،
عَنْ أُمِّ الدَّرْدَاءِ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَرَأ مِائَةَ آيةٍ لَمْ
يُكْتَبْ مِنَ الْغَافِلِينَ، ومَنْ قَرَأ مِائَةَ آيةٍ إِلَى ألْف أصْبَح
لَهُ قِنْطار مِنْ أجْرٍ عندَ اللَّهِ، القِنْطارُ مِنْهُ مِثلُ الجبَلِ
العَظِيمِ".
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Musa ibnu Ubaidah Ar-Rabzi,
dari Muhammad ibnu Ibrahim, dari Musa, dari Ummu Darda, dari Abu Darda
yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa
yang membaca seratus ayat, maka ia tidak dicatat sebagai orang-orang
yang lalai; dan barang siapa yang membaca seratus ayat hingga seribu
ayat, maka ia akan memiliki satu qintar pahala di sisi Allah. Satu
qintar pahala sama banyaknya dengan sebuah bukit yang besar.
Waki' meriwayatkan hal yang semakna dari Musa ibnu Ubaidah.
Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abul Abbas Muhammad ibnu Ya'qub, telah menceritakan kepada
kami Ahmad ibnu Isa ibnu Zaid Al-Lakhami, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Amr ibnu Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami
Zuhair ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Humaid At-Tawil dan
seorang lelaki lainnya, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: harta yang
berlimpah. (Ali Imran: 14) Maka Nabi Saw. bersabda:
«الْقِنْطَارُ أَلْفَا أُوقِيَّةٍ»
satu qintar adalah dua ribu auqiyah.
Hadis ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak
mengetengahkannya. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh
Imam Hakim.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dengan lafaz yang lain. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الرَّقِّي، حدثنا عمرو ابن
أَبِي سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ -يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدٍ-حَدَّثَنَا
حُمَيْدٌ الطَّوِيلُ وَرَجُلٌ آخَرُ قَدْ سَمَّاهُ-يَعْنِي يَزِيدَ
الرَّقَاشي-عَنْ أَنَسٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ: قِنْطَارٌ، يَعْنِي: "أَلْفَ دِينَارٍ"
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman Ar-Riqqi, telah
menceritakan kepada kami Amr ibnu Abu Salamah, telah menceritakan kepada
kami Zuhair (yakni Ibnu Muhammad), telah menceritakan kepada kami
Humaid At-Tawil dan seorang lelaki yang disebutnya bernama Yazid
Ar-Raqqasyi, dari Anas, dari Rasulullah Saw. dalam sabdanya yang
mengatakan: bahwa satu qintar adalah seribu dinar.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Tabrani, dari Abdullah ibnu
Muhammad ibnu Abu Maryam, dari Amr ibnu Abu Salamah, lalu ia
menceritakan riwayat ini dengan sanad yang semisal.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri, dari Anas ibnu Malik
secara mursal atau mauquf hanya sampai kepadanya yang isinya menyatakan
bahwa satu qintar adalah seribu dua ratus dinar. Hal ini merupakan suatu
riwayat yang dikemukakan oleh Al-Aufi dari Ibnu Abbas.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa sebagian orang Arab ada yang mengatakan satu
qintar adalah seribu dua ratus dinar. Ada pula yang mengatakan dua belas
ribu (dinar).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Arim, dari Hammad, dari Sa'id Al-Harasi, dari
Abu Nadrah, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa satu qintar
adalah sepenuh kulit banteng berisikan emas.
Abu Muhammad mengatakan bahwa hal ini diriwayatkan oleh Muhammad ibnu
Musa Al-Harasi, dari Hammad ibnu Zaid secara marfu', tetapi yang mauquf
lebih sahih.
Senang kuda ada tiga macam, adakalanya para pemiliknya memeliharanya
untuk persiapan berjihad di jalan Allah; di saat mereka perlukan, maka
mereka tinggal memakainya; mereka mendapat pahala dari usahanya itu.
Adakalanya orang yang bersangkutan memelihara kuda untuk membanggakan
diri dan melawan kaum muslim, maka pelakunya mendapat dosa dari
perbuatannya.
Adakalanya pula kuda dipelihara untuk diternakkan tanpa melupakan hak
Allah yang ada padanya, maka bagi pemiliknya beroleh ampunan dari Allah
Swt. Seperti yang akan dijelaskan nanti dalam tafsir firman-Nya:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِباطِ الْخَيْلِ
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian
sanggupi dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang. (Al-Anfal:
60), hingga akhir ayat.
Yang dimaksud dengan al-musawwamah menurut Ibnu Abbas r.a. ialah
kuda-kuda pilihan yang dipelihara dengan baik. Hal yang sama dikatakan
pula menurut riwayat yang bersumber dari Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu
Jubair, Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Abza, As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu
Anas, Abu Sinan, dan lain-lainnya.
Menurut Makhul, al-musawwamah ialah kuda yang memiliki belang putih. Menurut pendapat yang lainnya lagi dikatakan selain itu.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ عَبْدِ
الْحَمِيدِ بْنِ جَعْفَرٍ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ سُوَيْد
بْنِ قَيْسٍ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ حُدَيج، عَنْ أَبِي ذَرٍّ، رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "ليسَ مِنْ فَرَسٍ عَرَبِي إِلَّا يُؤذَنُ لَهُ مَعَ كُلِّ
فَجْر يَدْعُو بِدَعْوَتَيْنِ، يَقُولُ: اللَّهُمَّ إنَّكَ خَوَّلْتَنِي
مِنْ خَوَّلْتَني منبَنِي آدَم، فاجْعَلنِي مِنْ أحَبِّ مَالِهِ وأهْلِهِ
إِلَيْهِ، أوْ أحَب أهْلِه ومالِهِ إليهِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id,
dari Abdul Hamid ibnu Ja'far, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Suwaid
ibnu Qais, dari Mu'awiyah ibnu Khadij, dari Abu Zar r.a. yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada seekor kuda
Arab pun melainkan diperintahkan kepadanya melakukan dua buah doa pada
tiap fajar, yaitu: "Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah menundukkan aku
kepada seseorang dari Bani Adam hingga aku tunduk kepadanya, maka
jadikanlah aku termasuk harta dan keluarga yang paling dicintainya, atau
keluarga dan harta benda yang paling dicintainya.
Firman Allah Swt.:
وَالْأَنْعامِ
dan binatang ternak. (Ali Imran: 14)
Yang dimaksud ialah unta, sapi, dan kambing.
وَالْحَرْثِ
dan sawah ladang. (Ali Imran: 14)
Yakni lahan yang dijadikan untuk ditanami (seperti ladang, sawah, serta perkebunan).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْح بْنُ عُبَادَةَ، حَدَّثَنَا
أَبُو نَعَامَةَ الْعَدَوِيُّ، عَنْ مُسْلِمِ بْنِ بُدَيل عَنْ إياسِ بْنِ
زُهَيْرٍ، عَنْ سُويد بْنِ هُبَيرة، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "خَيْرُ مَالِ امْرِئٍ لَهُ مُهْرة مَأمُورة،
أَوْ سِكَّة مَأبُورة"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Ubadah,
telah menceritakan kepada kami Abu Na'amah Al-Adawi, dari Muslim ibnu
Badil, dari Iyas ibnu Zuhair, dari Suwaid ibnu Hubairah, dari Nabi Saw.
yang bersabda: Sebaik-baik harta seseorang ialah ternak kuda yang
berkembang biak dengan pesat, atau kebun kurma yang subur.
Al-ma-burah, yang banyak keturunannya. As-sikkah, pohon kurma yang
berbaris (banyak). Ma-buran artinya yang dicangkok (yakni subur).
Firman Allah Swt:
ذلِكَ مَتاعُ الْحَياةِ الدُّنْيا
Itulah kesenangan hidup di dunia. (Ali Imran: 14)
Artinya, itulah yang meramaikan kehidupan di dunia dan sebagai perhiasannya yang kelak akan fana.
وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. (Ali Imran: 14)
Yakni tempat kembali yang baik dan berpahala, yaitu surga.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah
menceritakan kepada kami Jarir, dari Ata, dari Abu Bakar ibnu Hafs ibnu
Umar ibnu Sa'd yang menceritakan bahwa ketika diturunkan ayat berikut,
yaitu firman-Nya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diingini. (Ali Imran: 14) Maka Umar ibnul Khattab
berkata, "Sekaranglah, ya Tuhanku, karena Engkau telah menjadikannya
sebagai perhiasan bagi kami." Maka turunlah firman-Nya: Katakanlah,
"Inginkah aku kabarkan kepada kalian apa yang lebih baik daripada yang
demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertakwa.(Ali Imran: 15), hingga
akhir ayat.
Demikianlah watak asli manusia, sehingga tidak ayal lagi hal itulah yang
banyak menjerumuskan manusia sehingga hatinya terkait dengan dunia
padahal tidak dipungkiri lagi keterkaitan hati dengan dunia merupakan
fitnah sekaligus musibah yang menimpa umat ini. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
{ إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ }
“Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah, dan fitnah bagi umatku adalah harta.” (HR. Tirmidzi dalam Silsilah Ash Shohihah)
Namun betapa banyak manusia yang lalai akan hal ini. Mereka hanya
mengejar dunia dan banyak lupa pada akhirat. Mereka tidak mau mengenal
Islam, tidak mau belajar agama, melupakan mengkaji Al Qur’an, sampai
lupa pula akan kewajiban shalat 5 waktu dan kewajiban lainnya. Ingat dan
kecamkan hadits berikut ini,
مَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ
وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِىَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ
كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ
وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهَ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا
قُدِّرَ لَهُ
“Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah
akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan
keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk
hina padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia,
maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai
beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah
ditetapkan baginya.” (HR. Tirmidzi no. 2465. Al Hafizh Abu Thohir
mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if dan syawahidnya atau penguatnya
pun dho’if. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat
penjelasan hadits ini di Tuhfatul Ahwadzi, 7: 139).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا
أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْخَاسِرُونَ (9) وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ
يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلا أَخَّرْتَنِي إِلَى
أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ (10) وَلَنْ
يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا
تَعْمَلُونَ (11)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian
maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan belanjakanlah sebagian
dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada
salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata, "Ya Tuhanku, mengapa
Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang
menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang
saleh.” Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian)
seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Munafiwun Ayat-9-11)
Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk
banyak berzikir mengingat-Nya, dan melarang mereka menyibukkan diri
dengan harta dan anak-anak sehingga melupakan zikir kepada Allah. Dan
juga Allah memberitahukan kepada mereka bahwa barang siapa yang terlena
dengan kesenangan dunia dan perhiasannya hingga melupakan ketaatan
kepada Tuhannya dan mengingat-Nya yang merupakan tujuan utama dari
penciptaan dirinya, maka sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang
merugi. Yakni merugikan dirinya sendiri dan keluarganya kelak di hari
kiamat.
Kemudian Allah Swt. menganjurkan mereka untuk berinfak dijalan ketaatan kepada-Nya. Untuk itu Allah berfirman:
{وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ
أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ
قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ}
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu
sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia
berkata, "Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku
sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku
termasuk orang-orang yang saleh.” (Al-Munafiqun: 10)
Setiap orang yang melalaikan kewajiban pasti akan merasa menyesal di
saat meregang nyawanya, dan meminta agar usianya diperpanjang sekalipun
hanya sebentar untuk bertobat dan menyusul semua amal yang
dilewatkannya. Tetapi alangkah jauhnya, karena nasi telah menjadi bubur,
masing-masing orang akan menyesali kelalaiannya. Adapun terhadap
orang-orang kafir, keadaan mereka adalah sebagaimana disebutkan oleh
firman-Nya:
{وَأَنْذِرِ النَّاسَ يَوْمَ يَأْتِيهِمُ الْعَذَابُ فَيَقُولُ الَّذِينَ
ظَلَمُوا رَبَّنَا أَخِّرْنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ نُجِبْ دَعْوَتَكَ
وَنَتَّبِعِ الرُّسُلَ أَوَلَمْ تَكُونُوا أَقْسَمْتُمْ مِنْ قَبْلُ مَا
لَكُمْ مِنْ زَوَالٍ}
Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu
itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zalim,
"Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikan kami ke dunia)
walaupun sebentar, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan
mengikuti rasul-rasul.” (Kepada mereka dikatakan), "Bukankah kamu telah
bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?”
(Ibrahim: 44)
Dan firman Allah Swt.:
{حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي
أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ
قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ}
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu) hingga apabila datang
kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, "Ya Tuhanku,
kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap
yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah
perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding
sampai hari mereka dibangkitkan. (Al-Mu’minun: 99-100)
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ}
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan(kematian) seseorang
apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan. (Al-Munafiqun: 11)
Yakni tidak memberi tangguh kepada seorang pun bila telah datang saat
ajalnya. Dan Dia mengetahui terhadap orang yang berkata sejujurnya dalam
permintaannya dari kalangan orang-orang yang seandainya dikembalikan
niscaya akan mengulangi perbuatan jahat yang sebelumnya Karena itulah
Allah Swt. berfirman:
{وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ}
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Al-Munafiqun: 11)
Abu Isa At-Turmirzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdu ibnu
Humaid, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Aun, telah
menceritakan kepada kami Abu Janab Al-Kalabi, dari Ad-Dahhak ibnu
Muzahim, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa barang siapa yang
mempunyai harta yang cukup untuk menghantarkannya sampai ke tempat suci
guna menunaikan ibadah haji, atau mempunyai harta yang telah wajib
dizakati, lalu dia tidak mengerjakannya, niscaya dia akah meminta untuk
dikembalikan hidup ke dunia lagi di saat menjelang kematiannya. Maka ada
seorang lelaki yang memotong, "Hai Ibnu Abbas, bertakwalah kepada
Allah, karena sesungguhnya orang yang meminta untuk dikembalikan ke
dunia itu hanyalah orang-orang kafir." Maka Ibnu Abbas menjawab, "Aku
akan membacakan kepadamu hal yang menerangkannya dari Kitabullah," yaitu
firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harictmu dan
anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang
membuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan
belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum
datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata,
'' Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai
waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk
orang-orang yang saleh.” (Al-Munafiqun: 9-10) sampai dengan firman-Nya:
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Munafiqun: 11)
Lelaki itu bertanya, "Berapakah jumlah harta yang wajib dizakati?" Ibnu
Abbas menjawab, "Apabila telah mencapai jumlah dua ratus (dirham) dan
selebihnya." Lelaki itu bertanya, "Lalu apakah yang mewajibkan seseorang
harus menunaikan ibadah haji?" Ibnu Abbas menjawab, "Bila telah
mempunyai bekal dan kendaraan."
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdu
ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, dari As-Sauri,
dari Yahya ibnu Abu Hayyah alias Abu Janab Al-Kalabi, dari Ad-Dahhak,
dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. dengan sanad yang semisal. Kemudian Imam
Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini telah diriwayatkan pula oleh Sufyan
ibnu Uyaynah dan lain-lainnya dari Abu Janab Al-Kalabi, dari Ad-Dahhak,
dari Ibnu Abbas dan dikategorikan termasuk perkataan Ibnu Abbas; dan
riwayat inilah yang paling sahih. Abu Janab Al-Kalabi dinilai daif.
Menurut hemat kami, riwayat Ad-Dahhak dari Ibnu Abbas terdapat inqita'
(mata rantai perawi yang terputus); hanya Allah-lah Yang Maha
Mengetahui.
وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا ابْنُ نُفَيل،
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَطَاءٍ، عَنْ مَسْلَمَةَ الْجُهَنِيِّ، عَنْ
عَمِّهِ -يَعْنِي أَبَا مَشْجَعَةَ بْنِ رِبْعِي-عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ،
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: ذَكَرْنَا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الزِّيَادَةَ فِي الْعُمْرِ فَقَالَ: " إِنَّ
اللَّهَ لَا يُؤَخِّرُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجْلُهَا، وَإِنَّمَا
الزِّيَادَةُ فِي الْعُمْرِ أَنْ يَرْزُقَ اللَّهُ العبدَ ذُرية صَالِحَةً
يَدْعُونَ لَهُ، فَيَلْحَقُهُ دُعَاؤُهُمْ فِي قَبْرِهِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Nufail, telah menceritakan kepada kami
Sulaiman ibnu Ata, dari Maslamah Al-Juhani, dari pamannya (yakni Abu
Misyja'ah ibnu Rib'i), dari Abu Darda r.a. yang mengatakan bahwa kami
membincangkan tentang penambahan usia di hadapan Rasulullah Saw. Maka
beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak akan menangguhkan usia
seseorang apabila telah tiba saat ajalnya. Sesungguhnya penambahan usia
itu hanyalah bila Allah memberi kepada seseorang hamba keturunan yang
saleh yang mendoakan untuknya, maka doa mereka sampai kepadanya di alam
kuburnya.
Firman Alloh Subhanahu Wata'ala
قُلْ أَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ
رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا
وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ
بِالْعِبَادِ
Katakanlah, "Inginkah aku kabarkan kepada kalian apa yang lebih baik
dari yang demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah),
pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (ada pula) istri-istri yang
disucikan serta keridaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya. (QS Ali Imran Ayat-15)
Yakni katakanlah, hai Muhammad, kepada orang-orang, "Aku akan
memberitahukan kepada kalian hal yang lebih baik daripada apa yang
dihiaskan kepada manusia dalam kehidupan di dunia ini berupa kesenangan
dan kegemerlapannya yang semuanya itu pasti akan lenyap." Sesudah itu
Allah Swt. mengabarkan melalui firman-Nya:
لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهارُ
Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka
ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (Ali Imran: 15)
Yaitu yang menembus di antara sisi-sisinya dan bagian-bagiannya
sungai-sungai dari berbagai macam rasa, ada sungai madu, sungai khamr,
sungai susu, dan lain sebagainya yang belum pernah dilihat oleh mata
manusia, belum pernah didengar oleh telinganya, dan belum pernah
terdetik di dalam hatinya.
خالِدِينَ فِيها
mereka kekal di dalamnya. (Ali Imran: 15)
Yakni tinggal di dalamnya untuk selama-lamanya, dan mereka tidak mau pindah darinya.
وَأَزْواجٌ مُطَهَّرَةٌ
dan istri-istri yang disucikan. (Ali Imran: 15)
Maksudnya, disucikan dari kotoran, najis, penyakit, haid, nifas, dan
lain sebagainya yang biasa dialami oleh kaum wanita di dunia.
وَرِضْوانٌ مِنَ اللَّهِ
serta keridaan Allah. (Ali Imran: 15)
Yakni mereka dinaungi oleh rida Allah, maka Allah tidak akan murka lagi
terhadap mereka sesudahnya untuk selama-lamanya. Karena itulah Allah
Swt. berfirman di dalam surat At-Taubah:
وَرِضْوانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ
Dan keridaan Allah adalah lebih besar. (At-Taubah: 72)
Artinya, lebih besar daripada semua nikmat kekal yang diberikan kepada mereka di dalam surga.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبادِ
Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Ali Imran: 15)
Yakni Dia pasti memberikan anugerah sesuai dengan apa yang berhak diterima oleh masing-masing hamba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar