Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman di dalam Surat Al-Isra ayat pertama yang berbunyi:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ
مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Artinya : "Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada
waktu malam dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsha yang diberkahi
sekelilingnya untuk Kami perlihatkantanda-tanda kekuasaan Kami,
bahwasanya Dia itu Maha Mendengar dan Maha Melihat“. (Q.S. Al-Isra : 1).
Berdasarkan ayat tersebut, Allah menempatkan Kedudukan Masjid Al-Aqsha sebagai :
Nama yang diberikan langsung oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Merupakan tempat singgah Isra Mi’raj Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Merupakan tempat yang diberkahi Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Selain ketiga kedudukan tersebut, Masjid Al-Aqsha juga menjadi bagian
dari agama Islam, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam, yakni :
Masjid Al-Aqsha adalah kiblat pertama umat Islam
Masjid Al-Aqsha di Palestina adalah kiblat pertama umat Islam, sebelum
Allah Subhanahu Wa Ta'ala memerintahkan mengubah arah kiblat dari Masjid
Al-Aqsha Palestina ke Masjid Al-Haram di Mekkah. Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam menunaikan shalat menghadap Masjid Al-Aqsha sewaktu
berada di Mekkah sebelum Hijrah hingga hijrah ke Madinah, dalam kurun
waktu 16 bulan. Kemudian atas perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala beliau
shalat menghadap Ka'bah (Masjid Al-Haram) di Mekkah.
Di dalam hadits disebutkan sebagai berikut :
عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ
شَهْرًا حَتَّى نَزَلَتْ الْآيَةُ الَّتِي فِي الْبَقَرَةِ وَحَيْثُ مَا
كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
Artinya : Dari Al-Bara bin ‘Azib berkata, “Saya shalat bersama Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menghadap ke arah Baitul Maqdis selama enam
belas bulan, sampai turun ayat di dalam Surah Al-Baqarah WAHAITSU MA
KUNTUM FAWALLAU WUJUHAKUM SYATROH...” (H.R. Bukhari).
Ayat di dalam Surah Al-Baqarah yang dimaksud adalah ayat 144 yaitu :
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً
تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا
كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ
بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Artinya : “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,
maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari
Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan”. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 144).
Bukti peninggalan adanya peralihan kiblat dari Masjid Al-Aqsha ke Masjid
Al-Haram, terbukti dengan adanya Masjid Qiblatain di Madinah. Masjid
Qiblatain merupakan masjid tempat di mana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam menerima perintah pemindahan arah kiblat itu. Maka disebut
Masjid Qiblatain artinya masjid dua kiblat.
Masjid Al-Aqsha adalah Bangunan Kedua yang Diletakkan Allah di Bumi
Di dalam sebuah hadits disebutkan :
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِي الْأَرْضِ أَوَّلُ قَالَ
الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ قَالَ ثُمَّ الْمَسْجِدُ
الْأَقْصَى قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ يَعْنِي بَيْتَ الْمَقْدِسِ قَالَ
قُلْتُ كَمْ بَيْنَهُمَا قَالَ أَرْبَعُونَ سَنَةً
Artinya : "Wahai Rasulullah, masjid apakah yang pertama diletakkan oleh
Allah di muka bumi?" Beliau bersabda, "Al-Masjid Al-Haram". Abu Dzar
bertanya lagi, "Kemudian apa?". Beliau bersabda, "Kemudian Al-Masjid
Al-Aqsha". Berkata Abu Mu’awiyah “Yakni Baitul Maqdis” . Abu Dzar
bertanya lagi, "Berapa lama antara keduanya?". Beliau menjawab, "Empat
puluh tahun". (H.R. Ahmad dari Abu Dzar).
Pondasi Masjid Al-Aqsha diletakkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala sejak zaman
Nabi Adam ‘Alaihis Salam. Dalam kurun waktu sekian lama, bangunan itu
rusak dan runtuh dimakan waktu. Areal tanah sekitar Masjid Al-Aqsha juga
termasuk ke dalam kawasan masjid tersebut. Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam
shalat di tanah itu, bagian Masjid Al-Aqsha.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menyebutkan, Masjid Al-Aqsha dibangun kembali
di atas pondasinya oleh cucu Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam, yakni Nabi
Ya`qub bin Ishaq bin Ibrahim ‘Alaihis Salam. Keturunan berikutnya, Nabi
Daud bin Ya’qub 'Alaihis Salam membangun ulang masjid itu. Bangunan
Masjid Al-Aqsha diperbaharui oleh putera Nabi Dawud 'Alaihis Salam,
yakni Nabi Sulaiman 'Alaihis Salam. Mereka para nabi utusan Allah
membangun kembali Masjid Al-Aqsha adalah untuk tempat ibadah mendirikan
shalat di dalamnya, bukan mendirikan kuil sinagog seperti klaim Zionis
Yahudi.
Masjid Al-Aqsha merupakan Tempat Ziarah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah
Tentang anjuran yang sangat untuk berziarah Masjid Al-Aqsha disebutkan
oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam di dalam hadits :
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَ
Artinya : "Tidak dikerahkan melakukan suatu perjalanan kecuali menuju
tiga Masjid, yaitu Masjid Al-Haram (di Mekkah), dan Masjidku (Masjid
An-Nabawi di Madinah), dan Masjid Al-Aqsha (di Palestina)". (H.R.
Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
Dengan dasar hadits ini, Masjid Al-Aqsha merupakan tempat kunjungan yang
mulia. Maka sangat dianjurkan untuk berziarah ke sana, shalat di
dalamnya, dan mengetahui secara mendalam tentangnya.
Begitu mulianya berziarah ke masjid Al-Aqsha tersebut, hampir seluruh
sahabat utama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah berkunjung
ke sana. Beberapa di antaranya yaitu Umar bin Khattab saat menjadi
Khalifah, Abu Hurairah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdullah bin Umar,
Abdullah bin ‘Abbas, Abu Ubaidah bin Jarrah, Mu’az bin Jabbal, Bilal bin
Rabbah, Khalid bin Walid, Abu Dzar Al-Ghiffari, Salman Al-Farisi, Abu
Darda, Abu Mas’ud Al-Anshari, Amr bin ‘Ash, Abdullah bin Salam, Said bin
Zaid, Murrah bin Ka’ab, Abdullah bim Amr bin Ash, Mu’awiyah bin Abu
Sufyan, Auf bin Malik, Ubadah bin Shamit, Sa’id bin Al-Ash, dan Shafiyah
isteri Rasulullah.
Demikian pula kalangan ulama dari kalangan tabi’in dan tokoh-tokoh ahli
fiqih terkenal pernah berziarah ke Masjid Al-Aqsha, di antaranya Imam
Asy-Syafi’i, Imam Al-Ghazali, Sufyan Ats-Tsauri, Rabi’ah Al-Adawiyah,
Malik bin Dinar, Uwais Al-Qaruj, Imam Al-Auza’i, Muqatil bin Sufyan,
Tsauban bin Yamrad, Dzum Num Al-Misri, Abdul Wahid Al-Hambali, Imam Abu
Bakar Al-Thurthutsi, Imam Abu Bakar Al-‘Arabi, Abu Bakar Al-Jurjani, Abu
Al-Hasan Al-Zuhri, dan yang lainnya.
Keutamaan Pahala Shalat di Masjid Al-Aqsha
Ada beberapa hadits yang menyebutkan keutamaan pahala shalat di Masjid
Al-Aqsha. Ada yang menyebutkan 1.000 kali, 500 kali, dan 250 kali lebih
baik daripada shalat di masjid lain, selain Masjidil Haram dan Masjid
Nabawi.
Hadits yang menyebutkan shalat di Masjid Al-Aqsha lebih utama 1.000 kali dibandingkan shalat di masjid lain, yaitu :
أَنَّ مَيْمُونَةَ مَوْلَاةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَتْ يَا نَبِيَّ اللَّهِ أَفْتِنَا فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَقَالَ
أَرْضُ الْمَنْشَرِ وَالْمَحْشَرِ ائْتُوهُ فَصَلُّوا فِيهِ فَإِنَّ
صَلَاةً فِيهِ كَأَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ
Artinya : “Sesunggunya Maimunah pembantu Nabi berkata, “Ya Nabiyallah,
berilah kami fatwa tentang Baitul Maqdis”. Maka Rasulullah menjawab,
“Bumi tempat bertebaran dan tempat berkumpul. Datangilah ia, maka
shalatlah di dalamnya, karena sesungguhnya shalat di dalamnya seperti
seribu kali shalat dari shalat di tempat lain”. (HR Ahmad).
Hadits yang menyebutkan bahwa shalat di Masjid Al-Aqsha lebih utama 500
kali dibandingkan shalat di masjid lain berasal dari Abu Dzar, yaitu :
الصلاة في المسجد الحرام بمائة ألف صلاة، والصلاة في مسجدي، بألف صلاة، والصلاة في بيت المقدس بخمسمائة صلاة
Artinya : ”Sholat di Masjidil Haram lebih utama seratus ribu kali lipat
daripada sholat di masjid-masjid lainnya. Sholat di Masjid Nabawi lebih
utama seribu kali lipat. Dan sholat di Masjidil Aqsha lebih utama lima
ratus kali lipat.” (HR Ahmad dari Abu Darda).
Adapun hadits yang menyebutkan bahwa shalat di Masjid Al-Aqsha lebih utama 250 kali dibandingkan shalat di masjid lain, yaitu :
تَذَاكَرْنَا وَ نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ
سَلَّمَ: أَيُّهُمَا أَفْضَلُ, مَسْجِدُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أو مَسْجِدُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : صلاة في مَسْجِدِيْ هذا أَفْضَلُ
مِنْ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ فِيْهِ وَ لَنِعْمَ الْمُصَلَّى وَ لَيُوُشِكَنَّ
أَنْ لاَ يَكُوْنَ لِلَّرَجُلِ مِثْلُ شَطَنِ فَرَسِهِ مِنَ اْلأَرْضِ
حَيْثُ يُرَى مِنْهُ بَيْتُ الْمَقْدِسِ خَيْرٌ لَهُ مِنَ الدُّنْيَا
جَمِيْعًا أَوْ قَالَ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَ مَا فِيْهَا .
Artinya : “Kami saling bertukar pikiran tentang mana yang lebih utama,
masjid Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam atau Baitul Maqdis,
sedangkan di sisi kami ada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Lalu
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Satu shalat di
masjidku lebih utama dari empat shalat padanya, dan ia adalah tempat
shalat yang baik. Dan hampir-hampir tiba masanya, seseorang memiliki
tanah seukuran kekang kudanya dari tempat itu terlihat Baitul Maqdis
lebih baik baginya dari dunia seluruhnya”, atau ,”lebih baik dari dunia
seisinya”. (HR Ath-Thabrani dan Al-Hakim).
Dari ’Abdullah bin ’Amr bin Al-’Ash, dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam, beliau bersabda :
أَنَّ سُلَيْمَانَ بْنَ دَاوُدَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا
بَنَى بَيْتَ الْمَقْدِسِ سَأَلَ اللهَ - عَزَّ وَجَلَّ - خِلَالاً
ثَلَاثَةً؛ سَأَلَ اللهَ - عَزَّ وَجَلَّ - : حُكْماً يُصَادِفُ حُكْمَهُ،
فَأُوتِيَهُ، وَسَأَلَ اللهَ - عَزَّ وَجَلَّ - مُلْكاً لَا يَنْبَغِي
لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ، فَأُوتِيَهُ، وَسَأَلَ اللهَ - عَزَّ وَجَلَّ -
حِيْنَ فَرَغَ مِنْ بِنَاءِ الْمَسْجِدِ أَنْ لَا يَأْتِيَهُ أَحَدٌ لَا
يَنْهَزُهُ إلَّا الصَّلَاةُ فِيْهِ أَنْ يُخْرِجَهُ مِنْ خَطِيْئَتِهِ
كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ (فِي رِوَايَةٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ : أَمَّا اثْنَتَانِ فَقَدْ أُعْطِيَهُمَا
وَأَرْجُو أَنْ يَكُوْنَ قَدْ أُعطِيَ الثَّالِثَةَ).
”Sesungguhnya ketika Sulaiman bin Dawud membangun Baitul-Maqdis, (ia)
meminta kepada Allah ’azza wa jalla tiga perkara. (Yaitu), meminta
kepada Allah ’azza wa jalla agar (diberi taufiq) dalam memutuskan hukum
yang menepati hukum-Nya, lalu dikabulkan; dan meminta kepada Allah ’azza
wa jalla dianugerahi kerajaan yang tidak patut diberikan kepada
seseorang setelahnya, lalu dikabulkan; serta memohon kepada Allah bila
selesai membangun masjid, agar tidak ada seorangpun yang berkeinginan
shalat di situ, kecuali agar dikeluarkan kesalahannya seperti hari ia
dilahirkan oleh ibunya (dalam riwayat lain : Lalu Nabi shallallaahu
’alaihi wasallam bersabda : ”Adapun yang kedua, maka telah diberikan.
Dan aku berharap, yang ketiga pun dikabulkan)” [Diriwayatkan oleh
An-Nasa’i, dan ini adalah lafadh beliau. Juga oleh Ahmad dalam
Musnad-nya dengan lafadh yang lebih panjang lagi, Ibnu Majah, Ibnu
Hibban, Al-Haakim dalam Al-Mustadrak, Al-Baihaqi dalam Syu’abul-Iimaan,
dan yang lainnya].
Masjid Al-Aqsha Negeri Para Nabi Utusan Allah
Para nabi utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, banyak diturunkan di kawasan
Masjid Al-Aqsha Palestina dan sekitarnya. Sehingga jejak-jejak langkah
kaki para Nabi utusan dalam berdakwah mengesakan Allah Subhanahu Wa
Ta’ala, mengajak manusia menyembah dan memperibadati Allah Subhanahu Wa
Ta’ala, terukir abadi di negeri para nabi, Al-Aqsha Palestina. Hal itu
juga dibuktikan dengan peninggalan sejarah Islam dengan adanya
makam-makam para Nabi utusan Allah Subhananhu Wata’ala, seperti : makam
Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam, makam Nabi Syu'aib ‘Alaihis Salam, makam
Nabi Musa ‘Alaihis Salam, makam Nabi Dawud ‘Alaihis Salam, makam Nabi
Yunus ‘Alaihis Salam, dan makam Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam.
Bahkan pada waktu Isra Mi’raj, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam mengimami shalat jama’ah bersama para nabi di Masjid Al-Aqsha.
Seperti tertuang dalam hadits Riwayat Muslim berikut, yang artinya :
"..... Dan sungguh telah diperlihatkan kepadaku jama'ah para nabi.
Adapun Musa, dia sedang berdiri shalat. Dia lelaki tinggi kekar
seakan-akan dia termasuk suku Sanu'ah. Dan ada pula 'Isa bin Maryam
'Alaihi Salam sedang berdiri shalat. Manusia yang paling mirip dengannya
adalah 'Urwah bin Mas'ud ats-Tsaqafi. Ada pula Ibrahim 'Alaihi Salam
sedang berdiri shalat. Orang yang paling mirip dengannya adalah sahabat
kalian ini, yakni beliau sendiri. Kemudian diserukanlah shalat. Lantas
aku mengimami mereka. Seusai shalat, ada yang berkata (Jibril): "Wahai
Muhammad, ini adalah Malik, penjaga neraka. Berilah salam kepadanya!"
Aku pun menoleh kepadanya, namun dia mendahuluiku memberi salam” (HR.
Muslim dari Abu Hurairah).
Beberapa penjelasan tentang makna “tanah yang diberkahi sekelilingnya”
sebagaimana tersebut di dalam Surah Al-Isra ayat pertama, yakni negeri
Syam, termasuk di dalamnya Masjid Al-Aqsha. Keberkahan yang dimaksud,
antara lain karena di Syam-lah Allah mengutus banyak Nabi dan Rasul-Nya.
Syam juga menjadi tempat berlangsungnya kisah-kisah yang ditunjukkan
Al-Qur'an. Para malaikat turun di sana dengan membawa wahyu, dan dengan
wahyu itu para Rasul berdakwah. Di tanah Syam pula banyak nabi
dikuburkan. Nabi Isa, Nabi Dawud, dan Nabi Sulaiman berdakwah di Syam.
Nabi Ibrahim dan Luth pun bermigrasi ke Syam seperti firman Allah,
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ ()
وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَخْسَرِينَ ()
وَنَجَّيْنَاهُ وَلُوطًا إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا
لِلْعَالَمِينَ
yang artinya : “Kami berfirman, `Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi
keselamatanlah bagi Ibrahim,’ mereka berbuat makar terhadap Ibrahim,
maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. Dan Kami
selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah
memberkahinya untuk sekalian manusia.” (QS. Al-Anbiya [21] : 69-71).
Tanah Syam adalah negeri yang ditetapkan Allah untuk menyelamatkan Nabi
Musa dan kaumnya dari kekejaman Fir'aun. Syam adalah negeri tempat
dikuburkannya Nabi Ibrahim, Ishaq, Ya'qub, Yusuf, dan Musa.
Di dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dari Zaid bin Tsabit Al-Anshari
disebutkan, yang artinya, “Saya mendengar Rasulullah bersabda: ‘Betapa
diberkahinya Syam! Betapa diberkahinya Syam!’ Lalu orang-orang bertanya,
‘Bagaimana ia diberkahi wahai Rasulullah?’ Nabi menjawab, ‘Para
malaikat membentangkan sayapnya di atas Syam, dan para nabi telah
membangun Baitul Maqdis (Al Quds).” Ibnu Abbas menambahkan bahwa
Rasulullah bersabda, “Dan para nabi tinggal di Syam, dan tidak ada
sejengkal pun kota Baitul Maqdis kecuali seorang nabi atau malaikat
pernah berdoa atau berdiri di sana.” (HR. At-Tirmidzi).
Masjid Al-Aqsha merupakan Tempat bertolaknya jama’ah Haji / Umrah
Hal ini berdasarkan hadits berikut :
مَنْ أَحْرَمَ مِنْ بَيْتِ الْمَقْدِسِ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya : “Barangsiapa berihram dari Baitul Maqdis Allah mengampuni
dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Ahmad dari Ummu Salamah isteri
Rasulullah).
Maka, baik sekali, kalau berdasarkan hadits tentang anjuran yang sangat
kuat untuk berziarah ke tiga masjid, yakni Masjidil Haram di Mekkah,
Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjid Al-Aqsha di Palestina, serta hadits
di atas, jika umat Islam melaksanakan haji atau umrah plus ziarah ke
Masjid Al-Aqsha. Berdasarkan nash hadits di atas, maka ziarah dulu ke
Masjid Al-Aqsha, baru kemudian melaksanakan umrah/haji.
Masjid Al-Aqsha adalah Tanah Waqaf Milik Islam
Khalifah Umar bin Khattab telah melakukan perjalanan ziarah ke
Palestina, ketika penduduk negeri itu mensyaratkan bahwa yang berhak
menerima penyerahan Palestina harus Umar sendiri selalu pemimpin umat
Islam (Khalifah). Pada waktu itu warga Palestina termasuk kaum Nasrani
memberikan mandat kepada Khalifah Umar bahwa diri mereka, harta mereka,
dan semua kepecayaan di sana, untuk dijaga dan dipelihara oleh Islam.
Khalifah Umar bin Khattab membebaskan kembali Masjid Al-Aqsha tersebut
pada tahun 638 M. Khalifah Umar bin Khattab kemudian membangunnya
kembali dengan kayu di atas pondasi aslinya. Khalifah Umar bin Khattab
mewaqafkannya untuk umat Islam, agar jangan sampai diperjualbelikan dan
jatuh ke tangan orang di luar Islam.
Jauh setelah masa Khalifah Umar bin Khattab, kemudian bangunan fisik
Masjid Al-Aqsha disempurnakan dengan batu permanen pada jaman Mulkan
Abdul Malik bin Marwan dari Bani Umayyah. Pada tahun 691 M. (72 H.),
Abdul Malik bin Marwan selain merehab dan merenovasi Masjid Al-Aqsha,
dengan kubah berwarna kebiruan, juga mendirikan sebuah bangunan
berbentuk kubah untuk melindungi batu tempat pijakan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam akan dimi'rajkan ke langit. Bangunan itu terletak sekitar 100
meter di sebelah utara Masjid Al-Aqsha, yang kemudian disebut dengan
Kubah Ash-Shakhrah (artinya Kubah Batu), dalam bahasa Inggris disebut
Dome of the Rock. Kubahnya berwarna kuning keemasan.
Masa berikutnya, adalah orang dari luar Palestina, yakni Shalahuddin
Al-Ayyubi dari negeri Kurdi Iraq yang bersumpah kepada dirinya untuk
tidak akan tersenyum selama hidupnya sebelum membebaskan kompleks Masjid
Al-Aqsha dan kawasan sekitarnya, dari penjajahan tentara Salibis yang
juga bukan haknya. Akhirnya, melalui perjuangan panjang pada tanggal 27
Rajjab 573 H. / 2 Oktober 1187 Masjid Al-Aqsha dan kawasan Palestina dan
sekitarnya dapat dibebaskan kembali dari penjajahan yang telah
menguasai selama 88 tahun.
Berikutnya, Sulthan Abdul Hamid II (tahun 1876-1911 M.) dengan gigih
mempertahankan Masjid Al-Asha sebagai hak waqaf umat Islam, dan tidak
memberikan sejengkalpun tanah Palestina dan kompleks Masjid Al-Aqsha
untuk dikuasai oleh selain umat Islam yang memang yang bukan haknya.
Sentral kepemimpinan umat Islam mempertahankan tanah waqaf kompleks
Masjid Al-Aqsha dan kawasan Palestina dan sekitarnya berlangsung selama
lebih kurang 1.200 tahun lamanya hingga tahun 1917 M.
Masjid Al-Aqsha adalah tempat yang akan dibebaskan oleh hamba-hamba-Nya
فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولَاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا
أُولِي بَأْسٍشَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلَالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا
مَفْعُولًا
Artinya : “Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama
dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami
yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di
kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana”. (Q.S.
Al-Isra [17] : 5).
ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَوَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا
Artinya : “Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan
mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak
dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar”. (Q.S. Al-Isra [17] :
6).
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا
فَإِذَا جَاءَ وَعْدُالْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا
الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَمَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا
تَتْبِيرًا
Artinya : “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi
dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi
dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang
kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka
kamu dan mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh-musuhmu
memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya
apa saja yang mereka kuasai”. (QS Al-Isra [17] : 7).
Di dalam hadits disebutkan :
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ
لَعَدُوِّهِمْقَاهِرِينَ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلَّا مَا
أَصَابَهُمْ مِنْ لَأْوَاءَحَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ
كَذَلِكَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَأَيْنَ هُمْ قَالَ بِبَيْتِ
الْمَقْدِسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ
Artinya : "Tidak henti-hentinya thaifah dari umatku yang menampakkan
kebenaran terhadap musuh mereka. Mereka mengalahkannya, dan tidak ada
yang membahayakan mereka orang-orang yang menentangnya, hingga datang
kepada mereka keputusan Allah 'Azza wa Jalla, dan tetaplah dalam keadaan
demikian". Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, di manakah
mereka?". Beliau bersabda, "Di Bait Al-Maqdis dan di sisi-sisi Bait
Al-Maqdis". (HR Ahmad dari Abi Umamah).
عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ
الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى
يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ
الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا
يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ
مِنْ شَجَرِ
Artinya : "Dari Abu Hurairah bahwa Raslullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda : “ Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum Muslimin
berperang dengan Yahudi, maka kaum Muslimin berhasil membunuh mereka
sehingga Yahudi bersembunyi di balik pohon dan batu. Lalu batu atau
pohon itu berkata : Wahai Muslim.. Wahai Abdullah… ini Yahudi sembunyi
di belakangku, maka segera bunuh dia, kecuali gharqad karena ia adalah
dari pohon Yahudi". (H.R. Muslim).
Masjidil Aqsho tak akan Dimasuki Dajjal
Allah -Ta’ala- telah memberikan keutamaan kepada Masjidil Aqsho
sebagaimana Makkah, Madinah, serta Thur; Dajjal tak akan masuk ke
tempat-tempat ini sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi -Shallallahu
‘alaihi wa sallam-.
Mujahid -rahimahullah- berkata,
كُنَّا سِتَّ سِنِيْنَ عَلَيْنَا جُنَادَةُ بْنُ أَبِيْ أُمَيَّةَ, فَقَامَ
فَخَطَبَنَا فَقَالَ: أَتَيْنَا رَجُلاً مِنْ اْلأِنْصَارِ مِنْ أَصْحَابِ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَدَخَلْنَا عَلَيْهِ
فَقُلْنَا: حَدِّثْنَا مَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَلاَ تُحَدِّثْنَا مَا سَمِعْتَ مِنْ النَّاسِ.
فَشَدَدْنَا عَلَيْهِ فَقَالَ: قَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَ سَلَّمَ فِيْنَا فَقَالَ: أَنْذَرْتُكُمُ الْمَسِيْحَ وَهُوَ
مَمْسُوْحُ الْعَيْنَ –قَالَ: أَحْسَبُهُ قَالَ: اَلْيُسْرَى- يَسِيْرُ
مَعَهُ جِبَالُ الْخُبْزِ وَأَنْهَارُ الْمَاءِ, عَلاَمَتُهُ: يَمْكُثُ فِي
اْلأَرْضِ أَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا. يَبْلُغُ سُلْطَانُهُ كُلَّ مَنْهَلٍ
لاَ يَأْتِيْ أَرْبَعَةَ مَسَاجِدَ : اَلْكَعْبَةَ وَمَسْجِدِ الرَّسُوْلِ و
الْمَسْجِدَ اْلأَقْصَى والطورَ. وَمَهْمَا كَانَ مِنْ ذَلِكَ
فَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيْسَ بِأَعْوَرَ –وَقَالَ ابْنُ
عَوْنٍ: وَأَحْسَبُهُ قَدْ قَالَ:-يُسَلَّطُ عَلَى رَجُلٍ فَيَقْتُلُهُ,
ثُمَّ يُحْيِيْهِ وَلاَ يُسَلَّطُ عَلَى غَيْرِهِ
“Selama enam tahun, kami di bawah pimpinan Junadah bin Abi Umayyah. Dia
pernah berdiri memberikan khutbah kepada kami seraya berkata, “Kami
pernah mendatangi seorang Anshor (Ubadah bin Ash-Shomit, pent.) dari
kalangan sahabat Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Kami pun
masuk menemuinya seraya berkata, “Ceritakanlah kepada kami sesuatu yang
pernah Anda dengar dari Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
jangan Anda ceritakan kepada kami sesuatu yang kau dengarkan dari
orang-orang”, lalu kamipun mendesaknya. Maka dia (Ubadah bin
Ash-Shomith) berkata, “Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah
berdiri di depan kami seraya bersabda, “Aku ingatkan kalian (bahaya)
Al-Masih (yakni, Dajjal). Dia adalah seorang yang buta sebelah (picok)
matanya –Rowi berkata, “Aku yakin ia bersabda,”yang kiri”–. Akan
berjalan bersamanya gunung-gunung roti, dan sungai air. Tandanya, ia
akan tinggal di bumi selama 40 hari. Kekuasaannya akan mencapai semua
tempat minum (telaga). Dia tak akan mendatangi empat masjid: Masjid
Ka’bah, Masjid Rasul, Masjidil Aqsho, dan Thur (Thursina’). Apapun yang
terjadi, ketahuilah bahwa Allah -Azza wa Jalla- tidaklah buta sebelah.
–Ibnu Aun (rawi) berkata,”Aku yakin ia bersabda,– ditundukkan baginya
seorang laki-laki; Dajjal pun membunuhnya, lalu ia hidupkan, dan tidak
ditundukkan selainnya“. [HR. Ahmad (5/364). Di-shohih-kan oleh
Al-Arna’uth dalam Takhrij Al-Musnad (23139)]
Hadits ini tidak kontradiktif dan tidak ada masalah dengan hadits yang
shahih dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam yang menjelaskan
Dajjal akan menginjakkan kakinya di seluruh muka bumi dan menguasainya,
kecuali Makkah dan Madinah. Tidaklah ia memasukinya dari salah satu
pintunya, kecuali bertemu dengan para malaikat yang menghunus
pedangnya..... (al-hadits).
Dalam hadits ini terdapat tambahan keterangan, pengkhususan
masjid-masjid yang tidak dimasuki Dajjal. Dajjal – semoga Allah
melindungi kita dari firnahnya – walaupun memasuki daerah bukit Thursina
dan Baitul-Maqdis, namun ia tidak bisa memasuki kedua masjidnya.
Dajjal juga tidak bisa masuk ke Makkah dan Madinah, maka lebih lagi
masjidnya. Wallaahu a’lam.
Dari Nawas bin Sam’aan radliyallaahu ’anhuia berkata :
ذَكَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدَّجَّالَ
ذَاتَ غَدَاةٍ فَخَفَّضَ فِيهِ وَرَفَّعَ حَتَّى ظَنَنَّاهُ فِي طَائِفَةِ
النَّخْلِ فَلَمَّا رُحْنَا إِلَيْهِ عَرَفَ ذَلِكَ فِينَا فَقَالَ مَا
شَأْنُكُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَكَرْتَ الدَّجَّالَ غَدَاةً
فَخَفَّضْتَ فِيهِ وَرَفَّعْتَ حَتَّى ظَنَنَّاهُ فِي طَائِفَةِ النَّخْلِ
فَقَالَ غَيْرُ الدَّجَّالِ أَخْوَفُنِي عَلَيْكُمْ إِنْ يَخْرُجْ وَأَنَا
فِيكُمْ فَأَنَا حَجِيجُهُ دُونَكُمْ وَإِنْ يَخْرُجْ وَلَسْتُ فِيكُمْ
فَامْرُؤٌ حَجِيجُ نَفْسِهِ وَاللَّهُ خَلِيفَتِي عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
إِنَّهُ شَابٌّ قَطَطٌ عَيْنُهُ طَافِئَةٌ كَأَنِّي أُشَبِّهُهُ بِعَبْدِ
الْعُزَّى بْنِ قَطَنٍ فَمَنْ أَدْرَكَهُ مِنْكُمْ فَلْيَقْرَأْ عَلَيْهِ
فَوَاتِحَ سُورَةِ الْكَهْفِ إِنَّهُ خَارِجٌ خَلَّةً بَيْنَ الشَّأْمِ
وَالْعِرَاقِ فَعَاثَ يَمِينًا وَعَاثَ شِمَالًا يَا عِبَادَ اللَّهِ
فَاثْبُتُوا قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا لَبْثُهُ فِي الْأَرْضِ
قَالَ أَرْبَعُونَ يَوْمًا يَوْمٌ كَسَنَةٍ وَيَوْمٌ كَشَهْرٍ وَيَوْمٌ
كَجُمُعَةٍ وَسَائِرُ أَيَّامِهِ كَأَيَّامِكُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ
اللَّهِ فَذَلِكَ الْيَوْمُ الَّذِي كَسَنَةٍ أَتَكْفِينَا فِيهِ صَلَاةُ
يَوْمٍ قَالَ لَا اقْدُرُوا لَهُ قَدْرَهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ
وَمَا إِسْرَاعُهُ فِي الْأَرْضِ قَالَ كَالْغَيْثِ اسْتَدْبَرَتْهُ
الرِّيحُ فَيَأْتِي عَلَى الْقَوْمِ فَيَدْعُوهُمْ فَيُؤْمِنُونَ بِهِ
وَيَسْتَجِيبُونَ لَهُ فَيَأْمُرُ السَّمَاءَ فَتُمْطِرُ وَالْأَرْضَ
فَتُنْبِتُ فَتَرُوحُ عَلَيْهِمْ سَارِحَتُهُمْ أَطْوَلَ مَا كَانَتْ ذُرًا
وَأَسْبَغَهُ ضُرُوعًا وَأَمَدَّهُ خَوَاصِرَ ثُمَّ يَأْتِي الْقَوْمَ
فَيَدْعُوهُمْ فَيَرُدُّونَ عَلَيْهِ قَوْلَهُ فَيَنْصَرِفُ عَنْهُمْ
فَيُصْبِحُونَ مُمْحِلِينَ لَيْسَ بِأَيْدِيهِمْ شَيْءٌ مِنْ أَمْوَالِهِمْ
وَيَمُرُّ بِالْخَرِبَةِ فَيَقُولُ لَهَا أَخْرِجِي كُنُوزَكِ
فَتَتْبَعُهُ كُنُوزُهَا كَيَعَاسِيبِ النَّحْلِ ثُمَّ يَدْعُو رَجُلًا
مُمْتَلِئًا شَبَابًا فَيَضْرِبُهُ بِالسَّيْفِ فَيَقْطَعُهُ جَزْلَتَيْنِ
رَمْيَةَ الْغَرَضِ ثُمَّ يَدْعُوهُ فَيُقْبِلُ وَيَتَهَلَّلُ وَجْهُهُ
يَضْحَكُ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ بَعَثَ اللَّهُ الْمَسِيحَ ابْنَ
مَرْيَمَ فَيَنْزِلُ عِنْدَ الْمَنَارَةِ الْبَيْضَاءِ شَرْقِيَّ دِمَشْقَ
بَيْنَ مَهْرُودَتَيْنِ وَاضِعًا كَفَّيْهِ عَلَى أَجْنِحَةِ مَلَكَيْنِ
إِذَا طَأْطَأَ رَأْسَهُ قَطَرَ وَإِذَا رَفَعَهُ تَحَدَّرَ مِنْهُ جُمَانٌ
كَاللُّؤْلُؤِ فَلَا يَحِلُّ لِكَافِرٍ يَجِدُ رِيحَ نَفَسِهِ إِلَّا
مَاتَ وَنَفَسُهُ يَنْتَهِي حَيْثُ يَنْتَهِي طَرْفُهُ فَيَطْلُبُهُ حَتَّى
يُدْرِكَهُ بِبَابِ لُدٍّ فَيَقْتُلُهُ ثُمَّ يَأْتِي عِيسَى ابْنَ
مَرْيَمَ قَوْمٌ قَدْ عَصَمَهُمْ اللَّهُ مِنْهُ فَيَمْسَحُ عَنْ
وُجُوهِهِمْ وَيُحَدِّثُهُمْ بِدَرَجَاتِهِمْ فِي الْجَنَّةِ فَبَيْنَمَا
هُوَ كَذَلِكَ إِذْ أَوْحَى اللَّهُ إِلَى عِيسَى إِنِّي قَدْ أَخْرَجْتُ
عِبَادًا لِي لَا يَدَانِ لِأَحَدٍ بِقِتَالِهِمْ فَحَرِّزْ عِبَادِي إِلَى
الطُّورِ وَيَبْعَثُ اللَّهُ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ وَهُمْ مِنْ كُلِّ
حَدَبٍ يَنْسِلُونَ فَيَمُرُّ أَوَائِلُهُمْ عَلَى بُحَيْرَةِ طَبَرِيَّةَ
فَيَشْرَبُونَ مَا فِيهَا وَيَمُرُّ آخِرُهُمْ فَيَقُولُونَ لَقَدْ كَانَ
بِهَذِهِ مَرَّةً مَاءٌ (وَفِي رِوَايَةٍ بَعْد قَوْلِهِ لَقَدْ كَانَ
بِهَذِهِ مَرَّةً مَاءٌ : ثُمَّ يَسِيْرُوْنَ حَتَّى يَنْتَهُوا إِلَى
جَبَلِ الْخَمَرِ، وَهُوَ جَبَلُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ، فَيَقُوْلُوْنَ :
لَقَدْ قَتَلْنَا مَنْ فِي الْأَرْضِ، هَلُمَّ فَلْنَقْتُلْ مَنْ فِي
السَّمَاءِ فَيَرْمُونَ بِنُشَّابِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ، فَيَرُدُّ اللهُ
عَلَيْهِمْ نُشَّابَهُمْ مَخْضُوْبَةً دَماً- وَفِي رِوَايَةِ بْنِ حُجْجٍ :
قَدْ أَنْزَلْتُ عَبَاداً لِيْ لَا يَدَ لِأَحَدٍ بِقِتَالِهِمْ)
وَيُحْصَرُ نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ حَتَّى يَكُونَ رَأْسُ
الثَّوْرِ لِأَحَدِهِمْ خَيْرًا مِنْ مِائَةِ دِينَارٍ لِأَحَدِكُمْ
الْيَوْمَ فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ فَيُرْسِلُ
اللَّهُ عَلَيْهِمْ النَّغَفَ فِي رِقَابِهِمْ فَيُصْبِحُونَ فَرْسَى
كَمَوْتِ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ ثُمَّ يَهْبِطُ نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى
وَأَصْحَابُهُ إِلَى الْأَرْضِ فَلَا يَجِدُونَ فِي الْأَرْضِ مَوْضِعَ
شِبْرٍ إِلَّا مَلَأَهُ زَهَمُهُمْ وَنَتْنُهُمْ فَيَرْغَبُ نَبِيُّ
اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى اللَّهِ فَيُرْسِلُ اللَّهُ طَيْرًا
كَأَعْنَاقِ الْبُخْتِ فَتَحْمِلُهُمْ فَتَطْرَحُهُمْ حَيْثُ شَاءَ اللَّهُ
ثُمَّ يُرْسِلُ اللَّهُ مَطَرًا لَا يَكُنُّ مِنْهُ بَيْتُ مَدَرٍ وَلَا
وَبَرٍ فَيَغْسِلُ الْأَرْضَ حَتَّى يَتْرُكَهَا كَالزَّلَفَةِ ثُمَّ
يُقَالُ لِلْأَرْضِ أَنْبِتِي ثَمَرَتَكِ وَرُدِّي بَرَكَتَكِ فَيَوْمَئِذٍ
تَأْكُلُ الْعِصَابَةُ مِنْ الرُّمَّانَةِ وَيَسْتَظِلُّونَ بِقِحْفِهَا
وَيُبَارَكُ فِي الرِّسْلِ حَتَّى أَنَّ اللِّقْحَةَ مِنْ الْإِبِلِ
لَتَكْفِي الْفِئَامَ مِنْ النَّاسِ وَاللِّقْحَةَ مِنْ الْبَقَرِ
لَتَكْفِي الْقَبِيلَةَ مِنْ النَّاسِ وَاللِّقْحَةَ مِنْ الْغَنَمِ
لَتَكْفِي الْفَخِذَ مِنْ النَّاسِ فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ بَعَثَ
اللَّهُ رِيحًا طَيِّبَةً فَتَأْخُذُهُمْ تَحْتَ آبَاطِهِمْ فَتَقْبِضُ
رُوحَ كُلِّ مُؤْمِنٍ وَكُلِّ مُسْلِمٍ وَيَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ
يَتَهَارَجُونَ فِيهَا تَهَارُجَ الْحُمُرِ فَعَلَيْهِمْ تَقُومُ
السَّاعَةُ.
”Pada suatu hari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam menjelaskan
tentang Dajjal. Sesekali beliau merendahkan suaranya, dan sesekali
meninggikan suaranya, sehingga kami menyangka Dajjal itu telah berada di
tengah pepohonan kurma. Ketika kami pergi pada beliau, maka beliau tahu
ada sesuatu pada kami. Maka beliau bertanya : ”Ada apa kalian ?”. Kami
menjawab : ”Wahai Rasulullah, tadi pagi negkau telah menjelaskan tentang
Dajjal. Engkau meninggikan dan (juga) mengeraskan suara, hingga seolah
kami menyangka Dajjal itu telah berada di tengah pepohonan kurma”. Maka
beliau shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Bukan Dajjal yang
membuatku takut atas kalian. Apabila ia keluar (muncul) dan aku bersama
kalian, maka akulah yang akan membantahnya tanpa bantuan kalian. Dan
apabila ia keluar sedangkan aku tidak ada bersama kalian, maka setiap
orang membantah (melawan) sendiri-sendiri; sedangkan Allah menjadi
pelindung setiap muslim. Sungguh Dajjal adalah seorang pemuda berambut
keriting dan buta sebelah. Seakan-akan aku menyerupakannya dengan
’Abdul-’Uzaa bin Qathan. Barangsiapa di antara kalian mendapatkannya,
maka bacakanlah kepadanya awal-awal surat Al-Kahfi. Dia keluar di jalan
antara Syam dan ’Iraq lalu membuat kerusakan di sekitarnya. Wahai hamba
Allah, istiqamahlan !”. Maka kami berkata : ”Wahai Rasulullah, berapa
lama tinggalnya di muka bumi ?”. Beliau menjawab : ”Empatpuluh hari.
Satu hari seperti satu tahun. Satu hari seperti satu bulan. Satu hari
seperti satu pekan. Dan sisanya, seperti hari-hari kalian ini”. Kami
bertanya lagi : ”Wahai Rasulullah, hari yang seperti satu tahun itu,
apakah cukup bagi kami shalat sehari ?”. Beliau menjawab :”Tidak,
perkirakanlah ukurannya!”. Kami bertanya lagi : ”Berapa kecepatannya ?”.
Beliau menjawab : ”Seperti hujan ditiup angin, lalu (ia) mendatangi
satu kaum dan mengajak mereka. Kaum ini mempercayainya dan menerima
ajakannya. Kemudian Dajjal menyuruh langit, dan langitpun menurunkan
hujan. Dan menyuruh bumi, lalu bumi menumbuhkan tumbuhan. Lalu hewan
gembalaan mereka berangkat di sepanjang puncak gunung, sangat banyak
susunya dan makan sangat kenyang. Kemudian (ia) mendatangi kaum lainnya,
lalu mendakwahi mereka, namun mereka membantah perkataannya. Lalu ia
(Dajjal) pergi meninggalkan mereka. Lalu pagi harinya, mereka tertimpa
kelaparan dan kekeringan. Mereka tidak memiliki harta sedikitpun. Dajjal
melewati tempat yang rusak tersebut dan berkata kepadanya : ’Keluarkan
simpananmu !’. Lalu keluarlah harta simpanan (tanah tersebut) seperti
ratu-ratu lebah. Kemudian Dajjal memanggil seorang yang gemuk dan masih
muda. Lalu ia sembelih dengan pedang dan memotongnya menjadi dua
seukuran tombal, kemudian ia memanggilnya. Lalu pemuda itu datang dengan
wajah yang bersinar-sinar. Ketika dalam keadaan demikian, tiba-tiba
Allah mengutus Al-Masih Ibnu Maryam, lalu ia turun di dekat menara putih
(Al-Manarul-Baidlaa’) di sebelah timur Damaskus. Ia mengenakan sepasang
baju yang dicelup za’faran dan meletakkan kedua telapak tangannya pada
sayap-sayap dua malaikat. Apabila ia menggoyangkan kepalanya, maka
meneteskan air; dan apabila mengangkatnya, maka keluarlah dari air itu
seperti batu permata. Sehingga tidaklah seorang kafir yang mencium wangi
napasnya, kecuali mati. Dan napasnya itu sepanjang pandangannya. Lalu
beliau mengejar Dajjal sampai mendapatinya di daerah Baabul-Ludd,
kemudian membunuhnya. Kemudian datang kepada ’Isa Ibnu Maryam suatu kaum
yang Allah selamatkan dari Dajjal, lalu beliau mengusap wajah-wajah
mereka, dan beliau sampaikan derajat mereka di surga. Ketika hal itu
terjadi, tiba-tiba Allah mewahyukan kepada ’Isa yang berisi : ’Aku telah
mengeluarkan hamba-Ku yang tidak ada seorangpun mampu memerangi mereka.
Maka bawalah hamba-hamba-Ku berlindung di bukit Thuur’. Allah mengutus
Ya’juj dan Ma’juj, dan mereka bergerak cepat (datang) dari segala arah,
sehingga rombongan pertama mereka melewati danau Thabariyyah dan meminum
habis airnya. Kemudian rombongan terakhir mereka mengatakan : ’Sungguh
dulu di tempat ini ada airnya’. (dalam riwayat lain, ada tambahan
setelah perkataan ’sungguh dulu di tempat ini ada airnya’ : ”Kemudian
mereka berjalan sampai mencapai bukit Al-Khamar, yaitu bukit
Baitul-Maqdis. Lalu mereka berkata : ’Sungguh kita telah membunuh orang
yang ada di muka bumi. Ayo kita bunuh yang di atas langit’. Lalu mereka
melemparkan anak-anak panahnya ke langit, lantas Allah kembalikan kepada
mereka anak-anak panah tersebut dalam keadaan berlumuran darah – dalam
riwayat Ibnu Hujr - : ”Sungguh Aku telah menurunkan hamba-hamba-Ku yang
tidak ada seorangpun yang mampu memeranginya”). Dan megepung Nabi ’Isa
dan shahabat-shahabatnya, hingga kepala sapi banteng bagi salah seorang
di antara mereka lebih baik dari seratus dinar bagi salah seorang
diantara kalian sekarang. Nabi ’Isa dan para shahabatnya berdoa kepada
Allah, lantas Allah mengirim kepada mereka (Ya’juj dan Ma’juj) ulat di
leher-leher mereka sehingga mereka semua terbunuh seperti kematian satu
jiwa. Kemudian Nabi ’Isa turun bersama shahabatnya ke dataran bumi dan
tidak mendapatkan sejengkal tanahpun , kecuali dipenuhi bau busuk dan
bangkai mereka. Nabi ’Isa dan para shahabatnya berdoa kepada Allah,
lantas Allah mengirim burung seperti onta berleher panjang, lalu
mengirim mereka dan melemparkan mereka ke tempat yang Allah kehendaki.
Kemudian Allah menurunkan hujan yang tidak ada satupun rumah dari kulit
domba dapat menahannya, dan tidak juga rumah batu yang kokoh, hingga
mencuci bumi sampai meninggalkannya seperti cermin. Kemudian dikatakan
kepada bumi : ”Tumbuhkan buah-buahan dan kembalikan barakahmu !”. Pada
hari tersebut, sejumlah orang memakan buah delima dan bernaung di bawah
kulit-kulitnya, dan diberi barakah pada susu, hingga susu seekor onta
yang baru melahirkan mencukupi sejumlah orang, susu seekor sapi yang
baru melahirkan mencukupi satu kabilah, dan susu seekor kambing yang
baru melahirkan mencukupi satu keluarga besar. Ketika mereka berada
dalam keadaan demikian, tiba-tiba Allah mengirimkan angin yang harum,
lantas angin tersebut mengenai mereka dari bawah ketiak-ketiak mereka,
lalu setiap muslim dan mukmin wafat dan yang tersisa orang-orang yang
jelek, yang berzina terang-terangan (di khalayak ramai) seperti kelakuan
keledai. Maka pada merekalah terjadi kiamat” [HR. Muslim].
Inilah beberapa keutamaan Masjidil Aqsho, hak milik kaum muslimin. Hak
milik ini telah dirampas oleh tangan diktator Zionis Yahudi dari kaum
muslimin dengan menginjak-injak, dan menghinakan hak asasi kaum muslimin
di Palestina, bahkan kaum muslimin seluruh dunia. Namun anehnya, kali
ini para pejuang hak asasi manusia, terbungkam dan diam seribu bahasa.
Mana hak asasi manusia bagi kaum muslimin di Palestina dan seluruh
dunia??!! Semoga Allah memberikan jalan kepada kaum muslimin untuk
merebut kembali Masjidil Aqsho dari tangan orang-orang Yahudi yang
zholim lagi terlaknat agar ibadah kita kepada Allah semakin sempurna
dengan meraih segudang pahala dan ampunan di Masjidil Aqsho.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar