إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، وسيئات
أعمالنا من يهده الله، فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، أشهد أن لا إله
إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده روسوله.
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾[آل عمران:102] .
﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً
كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ
وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً﴾[النساء:1] .
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً
سَدِيداً * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً﴾ [الأحزاب:
70-71].
أما بعد:
فإن خير الحديث كتاب الله، وخير الهدي محمد صلى الله عليه وسلم وشر الأمور
محدثاتها، وكل محدثه بدعة، وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار.
Hakikat Kehidupan Dunia
Dan dunia dipermisalkan bagaikan pohon yang tumbuh di permukaan tanah
yang gersang yang tidak bisa menelan air dan memberi manfaat kepada
pohonnya, tidak bisa menghasilkan buah dan daun-dauannyapun kering,
manusia tidak bisa berteduh di bawahnya, jika berteduh ia akan mengalami
sesuatu yang tidak enak karena tidak bisa berlindung dari terik
matahari.
Sudah banyak kita saksikan di depan mata kita bahwa banyak dari
orang-orang kaya raya tidak bisa mendapatkan hasil apa-apa untuk
menjalin hubungan kekerabatan, kekeluargaan, masyarakat dan umat, bahkan
kekayaan yang dimilikinya hanyalah menjadi perselisihan dan permusuhan,
dengan sebabnya terjadi persengketaan dan pertumpahan darah di sisi
mereka di sebabkan karena harta duniawi.
Sungguh alangkah ruginya orang-orang yang bertopeng Islam namun hakekat
kehidupan yang ia miliki bagaikan orang-orang kafir, mengejar dunia
tanpa menghiraukan agama yang haq (benar), hingga tidak ada yang ia
dapati melainkan siksaan dan penderitaan dunia dan akhiratnya.
Barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai tempat tujuan kehidupannya
maka ia akan mendapatkan ancaman [siksaan] terhadap apa yang ia telah
usahakan pada dunia tersebut, Allah berkata:
(مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ
إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ *
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ
وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ) [سورة
هود :15-16]
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya
Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan
sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah
orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan
lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan
sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan”. [Hud: 15-16].
Allah berfirman:
(اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ
وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ
كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ
مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ
وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ) [سورة الحديد : 20]
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan
dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan diantara kalia
serta berbangga-banggaan terhadap banyak harta dan anak, seperti hujan
yang tanam-tanamannya menganggungkan para petani; kemudian tanaman itu
menjadi kering dan kalian melihat warnanya kuning kemudian menjadi
hancur. Dan di akhirat nanti ada azab yang keras dan ampunan dari Allah
serta keridhoan-Nya. Dan kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan yang
menipu”. [Al-Hadid: 20].
Barangsiapa yang mengerjakan amalan sholih maka itu untuk dirinya dan kebahagian untuknya di akhirat, Allah berfirman:
(مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ
بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ) [سورة النحل : 97]
“Barangsiapa yang mengerjakan amalan sholih, baik dia laki-laki maupun
dia perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan”. [An-Nahl: 97].
Dan barangsiapa yang bermalas-malasan dalam beramal sholih maka kerugian
baginya dan berhak baginya mendapatkan azab sesuai apa yang ia
tinggalkan, Allah berfirman:
(وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا
وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ * قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي
أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا * قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا
فَنَسِيتَهَا ۖ وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَىٰ * وَكَذَٰلِكَ نَجْزِي مَنْ
أَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِآيَاتِ رَبِّهِ ۚ وَلَعَذَابُ الْآخِرَةِ
أَشَدُّ وَأَبْقَىٰ) [سورة طه: 124-127]
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan membangkitkannya pada
hari kiamat dalam keadaan buta”, ia berkata: ”Wahai Robbku, mengapa
Engkau membangkitkanku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah
seorang yang melihat?”, Allah mengatakan: Demikianlah, telah datang
kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu [pula] pada
hari ini kamupun dilupakan”. Dan demikianlah Kami membalas orang-orang
yang melampaui batas dan tidak beriman kepada ayat-ayat Robbnya, dan
sesungguhnya azab akhirat itu lebih berat dan lebih kekal”. [Thaha:
124-127 ].
AKIBAT DARI MEMBANGGAKAN DIRI TERHADAP APA YANG DIMILIKI DAN BAHAYA MELALAIKAN KEWAJIBAN SERTA MENINGGALKAN AMAL SHOLIH
Seseorang yang dia membanggakan diri terhadap apa yang dia miliki berupa
anak-anak dan harta, dan dia lupa kewajiban apa yang Robbnya telah
wajibkan untuknya dari beramal sholih, maka Allah akan mengazabnya
melalui anak-anaknya dan harta bendanya. Allah berfirman:
(فَلَا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ
اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ
أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ) [سورة التوبة : 55]
“Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu,
sesungguhnya Allah menghendaki dengan [memberi] harta benda dan
anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak
akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir”.
[At-Taubah :55].
Ayat ini telah di tafsirkan oleh shahabat yang faqih, ahli tafsir
‘Abdullah bin ‘Abbas Rodiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan: “Maka
janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu dalam
kehidupan dunia, sesungguhnya Allah bermaksud dengan harta dan
anak-anaknya itu untuk mengazab mereka denganya di akhirat”. (At-Taubah:
55)
Allah berfirman:
(وَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا عَذَابًا دُونَ ذَٰلِكَ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ) [سورة الطور : 47]
“Dan sesungguhnya untuk orang-orang zholim ada azab selain itu, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”. [At-Thur: 47].
Allah berfirman:
(إِنَّهُ مَنْ يَأْتِ رَبَّهُ مُجْرِمًا فَإِنَّ لَهُ جَهَنَّمَ لَا يَمُوتُ فِيهَا وَلَا يَحْيَىٰ) [سورة طه : 74]
“Sesungguhya barangsiapa datang kepada Robbnya dalam keadaan berdosa,
maka baginya nereka Jahannam, ia tidak mati di dalamnya dan tidak [pula]
hidup”. [Thaha: 74].
Para ulama menafsirkan makna ayat ini : {maksud tidak mati} yaitu tidak
ada tempat istirahat baginya dan ia akan mendapatkan azab terus
menerus.
Dan perkataan-Nya: { tidak pula hidup} yaitu tidaklah ia mendapatkan
ketenangan di dalam [nereka] dan kehidupannya di jadikan sebagai azab.
Allah berfirman:
(إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَارًا كُلَّمَا
نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا
الْعَذَابَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَزِيزًا حَكِيمًا) [سورة النساء : 56]
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan
Kami masukkan mereka ke dalam neraka, setiap kali kulit mereka hangus,
Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan
azab, sesungguhnya Allah adalah Al-‘Aziz (Maha Perkasa) lagi Al-Hakim
(Maha Bijaksana). [An-Nisa’: 56].
Allah berfirman:
(وَالَّذِينَ كَفَرُوا لَهُمْ نَارُ جَهَنَّمَ لَا يُقْضَىٰ عَلَيْهِمْ
فَيَمُوتُوا وَلَا يُخَفَّفُ عَنْهُمْ مِنْ عَذَابِهَا ۚ كَذَٰلِكَ نَجْزِي
كُلَّ كَفُورٍ * وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا
نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ ۚ أَوَلَمْ
نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ
النَّذِيرُ ۖ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ) [سورة فاطر :
36-37]
“Dan orang-orang kafir bagi mereka neraka Jahannam, mereka tidak
dibinasakan sehingga mereke mati dan tidak [pula] diringankan dari
mereka azabnya. Demikianlah Kami membalas setiap orang yang sangat
kafir. Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: “Wahai Robb kami,
keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amalan yang sholih
berlainan dengan yang telah kami kerjakan. Dan apakah Kami tidak
memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang
mau berfikir, dan [apakah tidak] datang kepadamu pemberi peringatan?,
maka rasakanlah [azab Kami] dan tidak ada bagi orang-orang yang zholim
seorang penolongpun”. [Fathir: 36-37].
Allah berfirman:
(وَاسْتَفْتَحُوا وَخَابَ كُلُّ جَبَّارٍ عَنِيدٍ * مِنْ وَرَائِهِ
جَهَنَّمُ وَيُسْقَىٰ مِنْ مَاءٍ صَدِيدٍ * يَتَجَرَّعُهُ وَلَا يَكَادُ
يُسِيغُهُ وَيَأْتِيهِ الْمَوْتُ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ وَمَا هُوَ بِمَيِّتٍ ۖ
وَمِنْ وَرَائِهِ عَذَابٌ غَلِيظٌ) [سورة إبراهيم : 15-17].
“Dan mereka memohon kemenangan [atas musuh-musuh mereka] dan binasalah
semua orang yang berlaku sewenang-wenang lagi keras kepala, dan di
hadapannya ada jahannam dan dia akan di beri minuman dengan air nanah,
di minumnya dengan air nanah itu dan hampir ia tidak bisa menelannya dan
datanglah [bahaya] maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi dia
tidak juga mati; dan di hadapnnya masih ada azab yang berat”. [Ibrohim:
15-17].
Allah berfirman:
(وَنَادَوْا يَا مَالِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ ۖ قَالَ إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ) [سورة الزخرف : 77]
“Mereka berseru: “Wahai Malik [malaikat penjaga neraka], biarlah Robbmu
membunuh kami saja”. Dia menjawab: “Sesungguhnya kalian akan tetap
tinggal [di neraka ini]”. [Az-Zuhruf: 77].
Para penghuni neraka menyeru, mereka meminta air dan makanan kepada
penghuni Jannah (Surga) karena haus dan lapar yang sangat, penghuni
Jannah menjawab pertanyaan: [mereka yang berada dalam neraka] bahwa
Allah haromkan bagi keduanya atas orang-orang kafir. Allah berfirman:
(وَنَادَىٰ أَصْحَابُ النَّارِ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ أَنْ أَفِيضُوا
عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ ۚ قَالُوا إِنَّ
اللَّهَ حَرَّمَهُمَا عَلَى الْكَافِرِينَ * الَّذِينَ اتَّخَذُوا
دِينَهُمْ لَهْوًا وَلَعِبًا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا ۚ
فَالْيَوْمَ نَنْسَاهُمْ كَمَا نَسُوا لِقَاءَ يَوْمِهِمْ هَٰذَا وَمَا
كَانُوا بِآيَاتِنَا يَجْحَدُونَ) [سورة اﻷعراف : 50-51]
“Dan penghuni neraka menyeru penghuni Jannah: “Berikanlah kepada kami
sedikit air atau makanan yang yang telah direzkikan Allah kepada anda
sekalian”. Mereka [penghuni surga] menjawab: “Sesungguhnya Allah telah
haromkan keduanya itu atas orang-orang kafir, [yaitu] orang-orang yang
menjadikan agama mereka sebagai main-main dan sendagurau, dan kehidupan
dunia telah menipu mereka”. [Al-A’rof: 50-51].
Itulah balasan bagi orang-orang yang memiliki akal, namun mereka
menjadikan akal mereka hanya untuk bersenang-senag di dunia, bagaimana
mungkin anda sekalian akan bisa bersenang-senang sementara umur anda
sekalian hanyalah sebentar saja dan kalian mempergunakan kehidupan
kalian hanyalah berfoya-foya, tidak mengetahui tujuan arah kehidupan
dimana ditempatkan.
Orang-orang yang merasa dirinya telah cukup dengan apa yang ia usahakan
di dunia ini berupa harta, mereka tidak lagi melaksanakan ketaatan
kepada Allah, lupa akan nikmat Allah, dengan sebab itu Allah azab
mereka, Allah berfirman:
(أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُوا نِعْمَتَ اللَّهِ كُفْرًا
وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ * جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا ۖ
وَبِئْسَ الْقَرَارُ) [سورة إبراهيم : 28-29]
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah
dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?, yaitu
neraka Jahannam; mereka masuk ke dalamnya; dan itulah seburuk-buruk
kediaman”. [Ibrohim: 28-29].
Sungguh alangkah buruknya orang-orang yang bervirus terhadap dunia
kerakusan dan ke hijauan matanya selalu mengejar apa yang syahwatnya
inginkan.
Anda sekalian tidak akan pernah bisa dalam mencapai atau memungut harta
dunia ini semuanya, orang-orang yang telah mendahului anda sekalian
sudah sangat banyak mereka mencoba untuk memungut harta dan kekayaan
duniawi seperti Fir’aun, Qorun, dan yang semisal dari mereka, namun
Allah tenggelamkan mereka (Qorun dan orang-orang yang bersamanya) ke
dalam tanah sebagai pelajaran bagi orang yang setelahnya. Dan bahkan
setelah maut menjemput mereka, mereka menyesal terhadap perbuatan mereka
disebabkan kengerian siksaan yang dialaminya.
Wahai para pencari dunia, ingatlah akan nikmat Allah, yang Dia telah
limpahkan kepada anda sekalian, sebelum datang kepada anda sekalian
kematian yang dimana tidak ada lagi hubungan kekerabatan, Allah
berfirman:
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ
قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا
شَفَاعَةٌ ۗ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ) [سورة البقرة : 254]
“Hai orang-orang yang beriman, infaqkanlah [di jalan Allah] sebagian
dari rezqi yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang suatu
hari, yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi
persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang
kafir itulah orang-orang yang zholim”. [Al-Baqoroh: 254].
Allah berfirman:
(يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَا يَجْزِي
وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا
ۚ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ ۖ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ) [سورة لقمان : 33]
“Wahai manusia, bertaqwalah kepada Robb kalian dan takutlah kalian
terhadap suatu hari [pada hari itu] seorang bapak tidak bisa menolong
anaknya dan seorang anak tidak [pula] biasa menolong bapaknya
sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah itu benar dan janganlah kehidupan
dunia memperdayakan kalian dan jangan pula syaithon memperdayakan kalian
dalam mengingat Allah”. [Luqman :33].
Keserakahan Manusia
Hidup bermewah-mewahan/foya-foya dapat membuat orang jadi serakah. Untuk
hidup mewah orang perlu uang yang banyak. Meski penghasilannya besar,
tapi kalau pengeluarannya lebih besar lagi maka itu seperti lebih besar
pasak daripada tiang. Dia akan berusaha mencari uang lebih banyak lagi.
Ada yang memakai credit card sehingga terlibat hutang dan berhadapan
dengan debt collector. Ada yang berhutang kemudian tidak
mengembalikannya. Ada kenalan yang mencoba meminjam uang puluhan juta
rupiah ke saya.Padahal saya sehari-hari hanya naik angkot dan dia ke
mana-mana naik mobil ber-AC. Belakangan ada teman saya yang lapor ke
saya bahwa saudaranya tak dibayar ketika kerjasama dengan orang
tersebut. Banyak juga pejabat yang korupsi agar bisa punya banyak rumah
dan mobil mewah. Itulah akibat gaya hidup mewah yang berlebihan. Membuat
seseorang jadi zhalim terhadap orang lain.
Ada pula yang melakukan monopoli sehingga merugikan pihak lain. Sebagai
contoh 69,4 juta hektar tanah di Indonesia dikuasai oleh 652 pengusaha
saja. Sementara jutaan petani tanahnya kurang dari setengah hektar
bahkan ada yang tak punya tanah hingga hidup miskin. Padahal jika tanah
itu dibagi dengan adil, niscaya kemiskinan yang melanda petani yang tak
punya tanah sehingga hanya bisa jadi buruh tani bisa dikurangi.
Homo homini lupus. Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya.
Gandhi berkata, “Bumi cukup untuk memenuhi kebutuhan kita semua, namun
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan segelintir kecil orang yang
serakah.”
Inilah sifat manusia, tidak pernah merasa puas dengan harta. Buktinya adalah hadits-hadits berikut:
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ ،
إِنْ أُعْطِىَ رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ »
“Celakalah hamba dinar, hamba dirham, hamba pakaian dan hamba mode. Jika
diberi, ia ridho. Namun jika tidak diberi, ia pun tidak ridho”. (HR.
Bukhari no. 6435)
Dari Ibnu ‘Abbas, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا ،
وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ
عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya manusia diberi dua lembah berisi harta, tentu ia masih
menginginkan lembah yang ketiga. Yang bisa memenuhi dalam perut manusia
hanyalah tanah. Allah tentu akan menerima taubat bagi siapa saja yang
ingin bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6436)
Dari Ibnu ‘Abbas, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ مِثْلَ وَادٍ مَالاً لأَحَبَّ أَنَّ لَهُ
إِلَيْهِ مِثْلَهُ ، وَلاَ يَمْلأُ عَيْنَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ،
وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya manusia memiliki lembah berisi harta, tentu ia masih
menginginkan harta yang banyak semisal itu pula. Mata manusia barulah
penuh jika diisi dengan tanah. Allah tentu akan menerima taubat bagi
siapa saja yang ingin bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6437)
Ibnu Az Zubair pernah berkhutbah di Makkah, lalu ia mengatakan,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ
يَقُولُ « لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِىَ وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ
أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا ، وَلَوْ أُعْطِىَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ
ثَالِثًا ، وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ،
وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ »
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Seandainya manusia diberi lembah penuh dengan emas, maka ia
masih menginginkan lembah yang kedua semisal itu. Jika diberi lembah
kedua, ia pun masih menginginkan lembah ketiga. Perut manusia tidaklah
akan penuh melainkan dengan tanah. Allah tentu menerima taubat bagi
siapa saja yang bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6438)
Dari Anas, dari Ubay, beliau mengatakan, “Kami kira perkataan di atas
adalah bagian dari Al Qur’an, hingga Allah pun menurunkan ayat,
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ
“Bermegah-megahan dengan harta telah mencelakakan kalian.” (QS. At Takatsur: 1). (HR. Bukhari no. 6440)
Bukhari membawakan hadits di atas dalam Bab “Menjaga diri dari fitnah (cobaan) harta.”
Beberapa faedah dari hadits-hadits di atas:
Pertama: Manusia begitu tamak dalam memperbanyak harta. Manusia tidak pernah merasa puas dan merasa cukup dengan apa yang ada.
Kedua: Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,“Perut manusia tidaklah
akan penuh melainkan dengan tanah”, maksudnya: Tatkala manusia mati,
perutnya ketika dalam kubur akan dipenuhi dengan tanah. Perutnya akan
merasa cukup dengan tanah tersebut hingga ia pun kelak akan menjadi
serbuk. (Syarh Ibnu Batthol)
Ketiga: Hadits ini adalah celaan bagi orang yang terlalu tamak dengan
dunia dan tujuannya hanya ingin memperbanyak harta. Oleh karenanya, para
ulama begitu qona’ah dan selalu merasa cukup dengan harta yang mereka
peroleh. (Syarh Ibnu Batthol)
Keempat: Hadits ini adalah anjuran untuk zuhud pada dunia. Yang namanya
zuhud pada dunia adalah meninggalkan segala sesuatu yang melalaikan dari
Allah. (Keterangan Ibnu Rajab dalam Jaami’ul Ulum wal Hikam)
Kelima: Manusia akan diberi cobaan melalui harta. Ada yang bersyukur dengan yang diberi. Ada pula yang tidak pernah merasa puas.
Raihlah Kekayaan Hakiki
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan
(yang hakiki) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no.
6446 dan Muslim no. 1051). Bukhari membawakan hadits ini dalam Bab
“Kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan hati (hati yang selalu merasa
cukup).”
Ya Allah, Berikanlah Kepada Kami Kecukupan
Oleh karena itu, banyak berdo’alah pada Allah agar selalu diberi
kecukupan. Do’a yang selalu dipanjatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah do’a:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
“Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina” (Ya Allah,
aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan
ghina) (HR. Muslim no. 2721)
An Nawawi –rahimahullah- mengatakan, “”Afaf dan ‘iffah bermakna
menjauhkan dan menahan diri dari hal yang tidak diperbolehkan. Sedangkan
al ghina adalah hati yang selalu merasa cukup dan tidak butuh pada apa
yang ada di sisi manusia.” (Al Minhaj SyarhShahih Muslim bin Al Hajjaj,
17/41, Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobi). Berarti dalam do’a ini kita
meminta pada Allah [1] petunjuk (hidayah), [2] ketakwaan, [3] sifat
menjauhkan diri dari yang haram, dan [4] kecukupan.
Ada dua macam golongan yang dibenci dalam Islam dalam memandang harta
dan kekayaan. Satu golongan mengatakan bahwasannya harta merupakan
segala-galanya. Harta dianggap sebagai solusi problematika umat.
Sehingga golongan tersebut menjadikan harta sebagaiilah (tuhan)nya.
Mereka menganggap bahwasannya manusia diciptakan di dunia hanyalah untuk
mengejar dan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya.
Adapun golongan lain menganggap bahwasannya manusia “tidak butuh” harta.
Mereka merasa dicukupkan atas aktifitasnya dalam cakupan ibadah
mahdlalh saja, karena harta bagi mereka merupakan syaithan yang harus
dihindari secara total dalam kehidupan dunia. Sehingga,….tidak jarang
kehidupan mereka sangat tergantung pada orang lain. Hidup di atas
sedekah pemberian orang lain. Mereka merasa tidak mempunyai waktu yang
cukup untuk diluangkan mencari nafkah bagi istri, anak-anak, dan
keluarganya.
Dua golongan di atas adalah dua golongan yang salah dalam pandangan
Islam. Lalu bagaimana sebenarnya Islam memandang tentang masalah harta ?
Apakah harta akan didudukkan menjadi salah satu orientasi hidup atau
dakwah ? atau………….harta dijadikan seperti singa ganas yang siap menerkam
mangsa sehingga wajib bagi setiap orang untuk menghindarinya, bahkan
membunuhnya ?? Sebaik-baik perkara adalah yang pertengahan (wasath).
Mudah diucapkan, namun bagaimana implementasinya ?? Al-Qur’an telah
memberi gambaran kepada kita bagaimana sikap pertengahan yang dimaksud.
Seluruh Alam adalah Milik Allah yang Diciptakan untuk Manusia
Al-Qur’an telah menjelaskan bahwasannya seluruh alam beserta isinya ini adalah milik Allah ta’ala, sebagaimana firman-Nya :
أَلا إِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَلا إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ
”Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di
bumi. Ingatlah, sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan
mereka tidak mengetahui(nya).”[QS. Yunus : 55].
أَلا إِنَّ لِلَّهِ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ وَمَا
يَتَّبِعُ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ شُرَكَاءَ إِنْ
يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ
"Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allahsemua yang ada di langit dan di
bumi. Dan orang-orang yang menyeru sekutu-sekutu selain Allah, tidaklah
mengikuti (suatu keyakinan). Mereka tidak mengikuti kecuali
prasangka-prasangka belaka, dan mereka hanyalah menduga-duga” [QS. Yunus
: 66].
Dan Allah ta’ala menciptakan semuanya itu untuk kepentingan manusia, sebagaimana firman-Nya :
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا
”Dia-lah Allah, yang menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kamu….” [QS. Al-Baqarah : 29].
Dan semua apa-apa yang diciptakan Allahta’ala di alam ini untuk manusia
merupakan rahmat dari-Nya yang diberikan kepada segenap umat manusia,
sebagaimana firman-Nya :
وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
”Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
kaum yang berfikir” [QS. Al-Jaatsiyyah : 13].
Oleh karena penciptaan alam semesta dan seisinya ini sebagai rahmat yang
Allah ta’aladiberikan kepada manusia, jangan sampai manusia
menggunakannya dalam jalan-jalan kebathilan. Hal ini adalah sebagaimana
firman-Nya :
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا
إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ
بِالإثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang bathil, dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian
daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal
kamu mengetahui” [QS. Al-Baqarah : 188].
Status Harta Bagi Manusia
Di atas telah dijelaskan bahwasannya semua yang ada di langit dan di
bumi adalah kepunyaan Allah ta’ala. Termasuk dalam hal ini adalah harta
benda. Pada hakikatnya, manusia dikaruniai oleh Allah ta’ala harta benda
adalah sebagai titipan dan amanah yang harus dipergunakan sebagaimana
mestinya. Hal ini dijelaskan dalam firman-Nya :
آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ
مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ
أَجْرٌ كَبِيرٌ
”Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian
dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka
orang-orang yang beriman diantara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari
hartanya memperoleh pahala yang besar” [QS. Al-Hadid : 7].
Harta merupakan perhiasan dunia yang Allahta’ala jadikan sebagai salah
satu ujian keimanan/cobaan bagi manusia, sebagaimana firman-Nya :
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلا
”Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi
amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi
Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan” [QS. Al-Kahfi : 46].
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
”Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar” [QS.
Al-Anfaal : 28].
Harta bukanlah tujuan, namun tidak lebih hanya sebagai salah satu sarana
dan bekal untuk beribadah kepada Allah ta’ala. Allahta’ala telah
berfirman dalam salah satu ayatnya :
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
”Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa
berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang
demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” [QS.
At-Taubah : 41].
Selain QS. At-Taubah : 41 di atas, masih banyak ayat-ayat dalam
Al-Qur’an yang menempatkan harta sebagai salah satu wasilah dalam
ibadah. Allah ta’ala memerintahkan shadaqah, infak, dan zakat; yang
kesemuanya itu dengan menggunakan harta. Allah ta’alatelah mewajibkan
haji bagi yang mampu. Itu pun juga menggunakan harta. Untuk
mewujudkankannya, Allah ta’ala telah mewajibkan manusia untuk mencari
nafkah yang berupa harta yang halal; yang dengan harta itu ia juga bisa
menunaikan kewajibannya untuk memenuhi hak-hak istri, anak, dan
keluarganya. Allah ta’ala telah berfirman :
وَمِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
”Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu
beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian
karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada Allah” [QS.
Al-Qashshash : 73].
اعْمَلُوا آلَ دَاوُدَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
”Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan
sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih” [QS. Sabaa’ :
13].
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ ذَلُولا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
”Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di
segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rizki-Nya. Dan hanya
kepada-Nya lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan” [QS. Al-Mulk : 15].
Tentunya, semua perbuatan ma’ruf dan ibadah yang dilakukan oleh manusia
hanya diharapkan untuk keridlaan Allah dan balasan kelak di negeri
akhirat berupa kenikmatan Jannah(surga).
Nikmat harta adalah nikmat yang harus disyukuri sebagaimana firman-Nya ta’ala :
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
”Katakanlah : Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku
hanyalahuntuk Allah, Tuhan semesta alam” [QS. Al-An’aam : 162].
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
”Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan : Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih”
[QS. Ibrahim : 7].
Allah Telah Mengingatkan Manusia Agar Tidak Tamak terhadap Dunia dan Harta
Allah ta’ala telah menciptakan manusia dalam tabiat cinta terhadap
harta. Akan tetapi, Allahta’ala mencela pada orang yang berlebihan
mencintai harta hingga menyebabkan dirinya menjadi seorang yang bakhil,
sombong, dan lupa terhadap Allah. Allah ta’ala telah berfirman mengenai
hal tersebut :
وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا
”Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan” [QS. Al-Fajr : 20].
إِنَّ الإنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ * وَإِنَّهُ عَلَى ذَلِكَ لَشَهِيدٌ * وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ
”Dan sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada
Tuhannya. Dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri)
keingkarannya. Dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada
harta” [QS. Al-‘Aadiyaat : 6-8].
كَلا إِنَّ الإنْسَانَ لَيَطْغَى * أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى
”Ketahuilah ! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,karena melihat dirinya serba cukup” [QS. Al-‘Alaq : 6-7].
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الأرْضِ
وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ
بَصِيرٌ
”Dan jikalau Allah melapangkan rizki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah
mereka akan melampaui batas di muka bumi. Tetapi Allah menurunkan apa
yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui
(keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat” [QS. Asy-Syuura : 27].
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا
أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْخَاسِرُونَ
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian
maka mereka itulah orang-orang yang merugi” [QS. Al-Munaafiquun : 9].
Cinta yang berlebihan terhadap harta menyebabkan dia lupa mati sampai
dirinya dibungkus kain kafan dan dimasukkan ke liang lahad. Allah ta’ala
telah berfirman :
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ * حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ * كَلا سَوْفَ
تَعْلَمُونَ * ثُمَّ كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ * كَلا لَوْ تَعْلَمُونَ
عِلْمَ الْيَقِينِ * لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ * ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ
الْيَقِينِ * ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
”Bermegah-megahan telah melalikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam
kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu
itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah
begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu
benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul-yaqiin. Kemudian kamu pasti
akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan
di dunia itu)” [QS. At-Takaatsur : 1-8].
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ * الَّذِي جَمَعَ مَالا وَعَدَّدَهُ * يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ
”Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan
harta dan menghitung-hitungnya. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat
mengekalkannya” [QS. Al-Humazah : 1-3].
Mengapa Kita Menjadi Orang yang Miskin Harta ?
Bagi orang-orang yang muslim, cobaan atas sempitnya rizki dan kekurangan harta dapat disebabkan oleh :
1. Hukuman/balasan atas perbuatan dosa dan maksiat yang ia kerjakan.
Allah ta’ala telah berfirman :
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
”Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu)” [QS. Asy-Syuura : 30].
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ
أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
”Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud) padahal
telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada
Perang Badar) kamu berkata : “Dari mana datangnya kekalahan ini?”.
Katakanlah : “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri” [QS. Aali Imran :
165].
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ
”Barangsiapa yang mengerjakan amal yang shalih maka itu untuk dirinya
sendiri, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa
dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan” [QS.
Al-Jaatsiyyah : 15].
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلامٍ لِلْعَبِيدِ
”Barangsiapa yang mengerjakan amal yang shalih maka (pahalanya) untuk
dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas
dirinya sendiri. Dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya
hamba-hamba-Nya” [QS. Fushshilat : 46].
2. Sebagai ujian dan cobaan atas keimanannya.
الم * أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا
يُفْتَنُونَ * وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
”Alif Laam Miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka diniarkan
(saja) mengatakan : “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi
? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka,
maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” [QS. Al-Ankabuut :
1-3].
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ
الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
”Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar”[QS. Al-Baqarah : 155].
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
”Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
cobaandan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar” [QS.
Al-Anfaal : 28].
Sebenarnya masih banyak ayat-ayat lain yang menjelaskan tentang harta,
kekayaan, kemanisan dunia, usaha, dan berbagai urusan muamalat lain di
dalam Al-Qur’an. Namun setidaknya, dengan memperhatikan beberapa ayat
yang telah disebutkan di atas kita dapat melihat posisi harta, kekayaan,
dan segala kenikmatan dunia ini secara komprehensif dengan cara pandang
yang shahih (benar) yaitu :
1. Semua dunia dan seisinya ini adalah milik Allah ta’ala yang Allah
ciptakan untuk kepentingan manusia. Termasuk dalam hal ini adalah harta
dan kekayaan.
2. Harta dan kekayaan merupakan salah satuwasilah/perantara dan
pendukung untuk ibadah kita kepada Allah ta’ala. Karena ibadah kepada
Allah merupakan tujuan diciptakannya jin dan manusia, sebagaimana
firman-Nya :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” [QS. Adz-Dzaariyyaat : 56].
3. Manusia diciptakan dalam tabiat cinta kepada harta. Kecintaan
terhadap harta dan kekayaan banyak membuat manusia ingkar kepada Allah
ta’ala dan berbuat maksiat kepada-Nya, kecuali bagi mereka yang diberi
petunjuk oleh Allah ta’ala.
4. Allah ta’ala telah banyak mencela dalam beberapa ayat-Nya tentang ketamakan manusia terhadap harta dan kekayaan.
5. Harta dan kekayaan merupakan salah satu ujian yang diberikan Allah ta’ala kepada manusia di dunia.
6. Allah ta’ala telah memerintahkan manusia untuk bekerja mencari harta
secara tidak berlebih-lebihan, serta menggunakan harta sesuai dengan
haknya. Wajib bagi manusia mencari harta yang halal dari usaha yang
halal untuk mencari keridlaan Allah ta’ala dengan penuh kesungguhan,
sebagaimana firman-Nya :
قُلْ يَا قَوْمِ اعْمَلُوا عَلَى مَكَانَتِكُمْ إِنِّي عَامِلٌ فَسَوْفَ
تَعْلَمُونَ مَنْ تَكُونُ لَهُ عَاقِبَةُ الدَّارِ إِنَّهُ لا يُفْلِحُ
الظَّالِمُونَ
Katakanlah : “Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kesanggupanmu, sesungguhnya
aku pun berbuat (pula) . Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di
antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini.
Sesungguhnya orang yang dhalim itu tidak akan mendapat keberuntungan”
[QS. Al-An’aam : 135].
7. Manusia berkewajiban bersyukur kepada Allah ta’ala terhadap segala
nikmat yang telah Allah ta’ala berikan, termasuk dalam hal ini adalah
nikmat harta dan lapangnya rizki.
8. Manusia tidak diberikan beban melainkan apa yang dia sanggupi saja.
Ia tidak bolehtakalluf (terlalu membebani diri) dalam mencari harta
sehingga berbuat yang haram dan melalaikan hak-hak Allahta’ala. Allah
ta’ala telah berfirman :
وَلا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا وَلَدَيْنَا كِتَابٌ يَنْطِقُ بِالْحَقِّ وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ
“Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan
pada sisi Kami ada suatu Kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka
tidak dianiaya” [QS. Al-Mukminuun : 62].
قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْتُمْ
مِنْهُ حَرَامًا وَحَلالا قُلْ آللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللَّهِ
تَفْتَرُونَ
Katakanlah : “Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah
kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal?”.
Katakanlah : “Apakah Allah telah memberikan ijin kepadamu (tentang ini)
atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?” [QS. Yunus : 59].
9. Allah ta’ala tidak membebani manusia harus menjadi seorang yang kaya
harta. Allahta’ala hanya membebani manusia agar berusaha sesuai dengan
kemampuan. Dan hasil itu adalah di tangan Allah. Allah ta’alatelah
melapangkan dan menyempitkan rizki seorang sesuai dengan kehendak-Nya.
Dan itu merupakan taqdir kauni, sebagaimana firman-Nya :
أَوَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
”Dan tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rizki dan
menyempitkannya bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya ? Sesungguhnya pada
yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang
beriman”[QS. Az-Zumar : 52].
10. Kedudukan harta dan kekayaan tidak boleh sejajar atau bahkan lebih
tinggi dengan kedudukan iman dan ibadah kepada Allah. Hal itu
sebagaimana yang disiratkan Allahta’ala dalam ayat-Nya :
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلا
”Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi
amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baikpahalanya di sisi
Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan” [QS. Al-Kahfi : 46].
11. Hidup di dunia bukanlah hidup mencari harta. Hidup bukan pula untuk
berfoya-foya dan bersenang-senang semata. Namun hidup adalah untuk
beribadah kepada Allah dengan sebaik-baiknya.
12. Terkait dengan nomor 11, dakwah yang kita lakukan pun tidak
diorientasikan kepada dakwah mencari harta dan kekayaan. Namun
dioreintasikan kepada dakwah memurnikan ibadah hanya kepada Allah
semata. Atau dengan kata lain, orientasi dakwah kita adalah menjadikan
dakwah Tauhid sebagai fokus paling utama dan yang paling pertama. Itulah
misi utama dakwah para Nabi dan Rasul, sebagaimana firman-Nya ta’ala :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
”Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan) : “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut” [QS. An-Nahl
: 36].
13. Allah ta’ala tidak mengancam manusia dengan siksa neraka karena
miskin dan tidak punya harta. Allah hanya mengancam manusia akibat
maksiat dan keingkaran yang mereka lakukan. Adapun kaya atau miskin lagi
tidak punya harta merupakan salah satu dari banyak nikmat atau cobaan
yang Allah berikan kepada manusia.
Dan terakhir,……….saya ajak ikhwah semua merenungi dua ayat berikut :
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ
بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ
بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya” [QS. Al-A’raaf : 96].
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ
وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا
يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْفَاسِقُونَ
”Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu
dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan
bagi mereka agama yang telah diridlai-Nya untuk mereka, dan Dia
benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap)
kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”
[QS. An-Nuur : 55].
Dua ayat di atas menjelaskan janji Allah akan kehidupan yang lebih baik
di dunia, yaitu melimpahnya barakah dari langit dan bumi, menjadikan
kaum muslimin berkuasa di muka bumi, serta menghilangkan ketakutan dan
menjadikannya rasa aman. Semua itu akan terpenuhi dengan syarat beriman
kepada Allah dengan sebenar-benarnya, melaksanakan semua perintah, dan
menjauhi semua larangan-Nya. Itulah syaratnya. Sehingga,….perbaikan umat
harus dimulai dari yang paling dasar, yaitu perbaikan mengenai masalah
Tauhid dan menjauhkan mereka dari syirik.
Selain itu, menjelaskan pada umat tentang kewajiban yang dibebankan
kepada mereka dari syari’at Islam secara bertahap. Karena banyak saat
ini umat Islam yang jahil terhadap agamanya sendiri, tidak menjalankan
apa-apa yang dibebankan kepada mereka, dan mereka malah mengerjakan
apa-apa yang dilarang atas mereka. Itulah yang menjadi tugas setiap
muslimin yang mempunyai kemampuan untuk menyampaikannya. Yaitu
menyampaikan aqidah Tauhid secara murni, melarang perbuatan syirik,
menyampaikan Sunnah, dan melarang maksiat.
Adapun bila setelah itu Allah ta’ala memberikan kenikmatan kepada kita
berupa beberapa kenikmatan dunia, itu semua merupakan kemurahan,
karunia, dan rahmat Allah yang diberikan kepada makhluk-Nya di dunia.
Namun, kita hendaknya tidak mengejar itu semata (yaitu kenikmatan
dunia). Hanyalah keridlaan Allah dan balasan-Nya yang besar di akhirat
kelak lah yang kita harapkan secara hakiki.
WASPADA DARI SETIAP YANG MENGANTARKAN KEPADA PENYIMPANGAN
Wahai manusia, telah merajalela kebohongan dan kedustaan di muka bumi
ini, dan telah rusak akhlak dan moral manusia [kecuali bagi orang yang
di rahmati Allah], tidak lain ini karena adanya interaksi antara muslim
dan kuffar mereka menjadikan teman sebagai hubungan ke duniawian
sehingga tidak mengetahui lagi ‘amar ma’ruf nahi mungkar (memerintahkan
kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran) dan mereka berloyalitas
dengannya, padahal Allah sudah memperingatkan kepada kaum muslimin agar
jangan menjadikan mereka sebagai teman dan penolong karena yang demikian
itu akan mendatangkan kemurkaan Allah. Allah berfirman:
(إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا
قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا
يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا * مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَٰلِكَ لَا
إِلَىٰ هَٰؤُلَاءِ وَلَا إِلَىٰ هَٰؤُلَاءِ ۚ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ
فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلًا * يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۚ
أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا *
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ
تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا) [سورة النساء: 142-145]
“Sesungguhnya orang-orang munafiq itu menipu Allah, dan Allah akan
membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk sholat mereka
berdiri dengan malas. Mereka memaksud riya [dengan sholat] di hadapan
manusia. Dan tidaklah menyebut Allah kecuali sedikit sekali mereka dalam
keadaan ragu-ragu antara yang demikian [iman atau kafir]: tidak masuk
kepada golongan ini [orang-orang beriman] dan tidak [pula] kepada
golongan itu [orang-orang kafir]. barangsiapa yang di sesatkan Allah,
maka kamu tidak sekali-kali tidak akan mendapat jalan [untuk memberi
petunjuk] baginya. Wahai orang-orang yang, beriman janganlah kalian
mengambil orang-orang kafir menjadi wali [teman] dengan meninggalkan
orang-orang mukmin, inginkah kalian mengadakan alasan yang nyata bagi
Allah [untuk menyiksa kalian]? sesungguhnya orang-orang munafiq itu di
tempatkan pada tingkatan yang paling bawah dari neraka, dan kamu tidak
akan mendapatkan seorang penolongpun bagi mereka”.[An-Nisa’ : 142-145].
Allah berfirman:
(وَلَوْ أَنَّنَا نَزَّلْنَا إِلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ
الْمَوْتَىٰ وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلًا مَا كَانُوا
لِيُؤْمِنُوا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ
يَجْهَلُونَ * وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ
الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ
غُرُورًا ۚ وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا
يَفْتَرُونَ * وَلِتَصْغَىٰ إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
بِالْآخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوا مَا هُمْ مُقْتَرِفُونَ)
[سورة اﻷنعام: 111-113]
“Dalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang
yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan [pula] segala
sesuatu ke hadapan mereka niscaya tidak [juga] akan beriman, kecuali
Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. Dan
demikian Kami telah jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
syaithan-syaithan [dari jenis] manusia dan [dari jenis] jin, sebagian
mereka membisikan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah-indah
untuk menipu [manusia]. Jika Robbmu menghendaki, niscaya mereka tidak
mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka
ada-adakan. Dan juga agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman
kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa
senang kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka
[syaithan] kerjakan”. (Al-An’am: 111-113).
Allah berfirman:
(قُلْ يَا قَوْمِ اعْمَلُوا عَلَىٰ مَكَانَتِكُمْ إِنِّي عَامِلٌ ۖ
فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ مَنْ تَكُونُ لَهُ عَاقِبَةُ الدَّارِ ۗ إِنَّهُ لَا
يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ) [سورة اﻷنعام : 135]
“Katakanlah: “Wahai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuan kalian,
sesungguhnya akupun berbuat [pula], kelak kalian akan mengetahui,
siapakah [di antara kita] yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia
ini. Sesungguhnya orang-orang yang zholim itu tidak akan mendapatkan
keberuntungan”. [Al-An’am: 135].
Takhtimah
Dunia begitu indah dan hijau sehingga selalu enak dipandang mata. Tapi
pada hakikatnya ia merupakan kesenangan yang menipu lagi memperdaya.
Karenanya, Allah mengumpamakan dunia seperti tumbuhan yang hijau nan
subur, lalu akhirnya sirna. Allah -Subhana Wa Ta’ala- menjelaskan
tentang hakekat dunia,
إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ
السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ
وَالْأَنْعَامُ حَتَّى إِذَا أَخَذَتِ الْأَرْضُ زُخْرُفَهَا وَازَّيَّنَتْ
وَظَنَّ أَهْلُهَا أَنَّهُمْ قَادِرُونَ عَلَيْهَا أَتَاهَا أَمْرُنَا
لَيْلًا أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَاهَا حَصِيدًا كَأَنْ لَمْ تَغْنَ
بِالْأَمْسِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
[يونس/24]
“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air
(hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya
karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia
dan binatang ternak, hingga apabila bumi itu telah sempurna
keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemliknya
mengira bahwa mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba datanglah kepadanya
azab (siksa) Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan
(tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan
belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda
kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir.” (QS. Yunus : 24)
Rasulullah -Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam- bersabda,
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ
فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا
النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِى إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِى
النِّسَاءِ
“Sesungguhnya dunia adalah manis dan hijau dan sesungguhnya Allah
menjadikan kalian semua sebagai pengganti di bumi itu (untuk mengolah
dan memakmurkannya). Maka Allah akan melihat bagaimana kalian beramal.
Oleh sebab itu, takutlah kalian kepada dunia dan takutlah kalian dari
wanita. Sebab fitnah yang pertama menimpa Bani Isra’il adalah pada
wanita” (HR. Muslim dalam Shohih-nya (2742))
Karena indahnya dunia ini, banyak manusia yang dihinggapi penyakit tamak
dan serakah. Mereka tidak merasa cukup dan puas terhadap karunia yang
Allah berikan kepada mereka. Bahkan hak dan milik orang lain pun
berusaha untuk diambil dan dikuasai. Jika tidak mampu dengan cara yang
halus, cara yang kasarpun tak jadi masalah. Yang penting keinginan
terpenuhi.
Sebenarnya ada dua istilah yang mirip, tapi memiliki makna yang berbeda,
yaitu antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan manusia sebenarnya
tidak terlalu banyak, akan tetapi keinginanlah terkadang yang
mengantarkan kepada sikap serakah. Jika keinginan tidak dikontrol oleh
syariat, maka pemiliknya tidak akan pernah merasa cukup dan puas.
Walaupun hartanya berlimpah, rumahnya banyak dan kendaraan super mewah,
tapi tetap saja merasa kurang dan sedikit. Ia selalu berusaha menambah
dan melengkapi hal-hal yang sebenarnya lebih dari kebutuhannya. Padahal
apakah semua harta yang dimiliki dapat ia konsumsi? Semua rumah yang ia
miliki dapat ia nikmati ? Jawabannya, tentu saja tidak!!
Oleh karenanya, sifat tamak dan serakah termasuk amalan yang tercela di
dalam Islam. Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
لَوْ أَنَّ ِلإِبْنِ آدَامَ وَادِياً مِنْ ذَهَبٍ لأَحَبَّ أَنْ يَكُوْنَ
لَهُ وَادِياَنِ وَلَنْ يَمْلأَ فاَهُ إِلاَّ التُّرَابُ وَيَتُوْبُ اللهُ
عَلَى مَنْ تاَبَ
“Jika anak Adam memiliki satu lembah emas dia akan mencari agar menjadi
dua lembah dan tidak ada yang akan menutup mulutnya melainkan tanah. Dan
Allah menerima taubat orang yang bertaubat.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim
no. 1049)
Al-Imam Al-Kirmaniy -rahimahullah- berkata, “Yang dimaksud hadits ini
bukan hanya satu anggota badan saja (yakni mulut) karena tanah tidak
hanya menutupi mulut saja namun (bagian tubuh) yang lain pun bisa
tertutupi. Hadits ini merupakan kinayah tentang kematian yang akan
menutupi seluruh jasad. Seakan-akan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tidak akan merasa puas terhadap dunia sampai dia
mati”. [Lihat Fathul Bari (11/287)]
Ini merupakan tabiat pada kebanyakan manusia. Dia amat mencintai harta
benda. Jika memiliki harta benda, maka ia takut bila kehilangan sebagian
dari hartanya. Disinilah sebagian manusia terserang penyakit kikir saat
ia enggan berinfak di jalan Allah.
Ath-Thibiy -rahimahullah- berkata, “Makna hadits ini adalah bahwa anak
Adam diberi tabiat cinta kepada harta benda dan tidak merasa puas untuk
mengumpulkannya, kecuali orang-orang yang telah dijaga oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan diberi taufiq untuk menghilangkan tabiat ini dan
sedikit sekali dari mereka yang mendapatkan taufiq.”(Fathul Bari,
11/288)
Serakah juga menjadi pintu masuknya setan. Bila masuk dalam hati orang
yang serakah, setan akan menghiasinya dengan sifat−sifat tercela
lainnya. Dan orang yang serakah itu selalu menganggap baik apa yang
dilakukannya, meski kebanyakan orang melihatnya sebagai suatu keburukan.
Serakah, ternyata tidak sebatas pada harta benda semata−mata. Ada orang
yang serakah kepada wanita ataupun jabatan. Orang yang serakah kepada
wanita, akan menjadikan wanita itu sebagai pemuas nafsunya belaka. Orang
yang serakah kepada jabatan, akan berusaha mendapatkan apa yang menjadi
incarannya dengan segala cara. Tak pernah berpikir apakah cara yang
ditempuh baik atau buruk.
Namun, ada juga serakah dalam hal kebaikan. Serakah ini bisa memberikan
jaminan keselamatan bagi pelakunya di dunia dan akhirat. Serakah yang
baik merupakan sifat yang dimiliki oleh orang beriman.
Serakah yang baik akan mendorong orang beriman untuk berlomba−lomba
meraih ridha Allah SWT. Mereka tak peduli bagaimana kondisi diri. Yang
mereka lihat adalah ridha Allah SWT semata. Mereka rela meninggalkan
anak istri untuk jihad di jalan−Nya. Mereka juga rela menempuh
perjalanan yang begitu jauh untuk menyambut seruan Ilahi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar