Salah satu sunnatullah yang berlaku pada manusia adalah tak sedikitnya
isyarat serta tanda yang mengiringi sebuah kejadian. Momen gunung
meletus dapat diketahui dari turunnya beragam binatang buas dari
puncak-puncak gunung. Gempa bumi dapat ditandainya tak sedikitnya katak
yang berkumpul di sebuah tempat yang tak sewajarnya. Gelombang tsunami
dapat dilihat dari surutnya air laut dengan cara tiba-tiba dalam kadar
yang fantastis. Banjir bandang alias bencana alam lainnya pun para
ilmuan telah dapat memprediksi kejadiannya dengan menonton tanda serta
isyarat yang mengiringinya. Begitulah kebijakan serta kemahaadilan Allah
Subhanahu Wata’ala atas makhluk-Nya.
Bila untuk momen bencana yang lazim terjadi Allah memberbagi tanda-tanda
supaya manusia punya peluang menyelamatkan dirinya, pastinya untuk
kiamat yang teramat dahsyat momennya lebih pantas untuk diberbagi tanda
serta isyaratnya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam sebagai nabi terbaru telah
memberbagi tak sedikit isyarat serta tanda menjelang dekatnya akhir
zaman serta datangnya kiamat besar. Riwayat-riwayat itu bercerita
mengenai fitnah, petaka, huru-hara, peperangan serta pembunuhan.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:
إِنَّ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ
يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي
مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنْ الْقَائِمِ
وَالْمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنْ السَّاعِي فَكَسِّرُوا قِسِيَّكُمْ
وَقَطِّعُوا أَوْتَارَكُمْ وَاضْرِبُوا سُيُوفَكُمْ بِالْحِجَارَةِ فَإِنْ
دُخِلَ يَعْنِي عَلَى أَحَدٍ مِنْكُمْ فَلْيَكُنْ كَخَيْرِ ابْنَيْ آدَمَ
“Sesungguhnya, menjelang terjadinya Kiamat ada fitnah-fitnah semacam
sepotong malam yang gelap gulita, pada pagi hari seseorang dalam kondisi
beriman, tetapi pada sore hari ia menjadi kafir, sebaliknya pada sore
hari seseorang dalam kondisi beriman, tetapi dipagi hari ia dalam
kondisi kafir. Orang yang duduk pada masa itu lebih baik daripada yang
berdiri, orang yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, serta
orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang berjalan cepat. Maka,
patahkan busur kalian, putus-putuslah tali kalian, serta pukullah
pedang anda dengan batu, apabila salah seorang dari anda kedatangan
fitnah-fitnah ini, hendaklah ia bersikap semacam anak paling baik di
antara dua anak Adam (yakni bersikap semacam Habil, jangan semacam
Qabil–pent).” [HR. Abu Dawud (4259), Ibnu Majah (3961) Al-Fitan, Ahmad
(19231), serta Hakim]
Dalam sebuah hadits disebutkan: “Ketahuilah, sesungguhnya fitnah itu
dari sini, fitnah itu dari sini, dari arah terbitnya tanduk setan.”
[HR. Bukhari (3279) Bad’ul-Khalqi, Muslim Al-Fitan wa Asyrathu’s-Sa’ah]
Secara bahasa fitnah dapat bermakna ujian, cobaan, bala’, bencana serta
siksaan. Pada riwayat di atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam
memberbagi peringatan terhadap umatnya supaya mewaspadai adanya fitnah
yang dapat menggoncang keimanan mereka.
Penggambaran fitnah laksana potongan malam yang amat pekat itu
menunjukkan alangkah berat serta berbahayanya fitnah itu. Ini adalah
peringatan penting bagi setiap Muslim, bahwa tak sedikitnya fitnah yang
menyebabkan seseorang murtad adalah tanda dekatnya akhir zaman.
Mengenai fitnah yang dapat membikin kaum Muslimin terperosok pada
kekufuran seusai keimanannya diperkuat dalam riwayat yang membahas
mengenai kemunculan fitnah duhaima’. Riwayat mengenai fitnah duhaima’
bercerita mengenai masa-masa yang bakal dihadapi oleh kaum Muslimin
menjelang keluarnya Dajjal untuk menebar fitnah serta huru-hara.
Telah nampak banyak kerusakan di muka bumi ini, terutama kerusakan dalam
sisi akhlak dan moral. Dan yang lebih membahayakan lagi adalah
terkikisnya iman seseorang yang dilatar belakangi cinta kepada dunia.
Sementara sifat munafik dan meremehkan urusan agama masih menjadi
penyakit yang terus menggerogoti iman kaum muslim dari dahulu sampai
sekarang. Tetapi ironisnya, dengan keadaan seperti itu mereka masih
tetap berbangga diri mengaku sebagai orang Islam, baik dengan ucapan,
perbuatan maupun almamater yang mereka kenakan. Yang mana mereka lebih
akrab dikenal dengan istilah Islam KTP.
Dengan kata lain, telah banyak kuantitas umat Islam, tetapi dalam segi
kualitas, mereka semakin jauh dari nilai Islam itu sendiri. Begitu
banyak ulama yang menjualbelikan agamanya dengan dunia, dan mereka
dikenal dengan istilah Ulama Su’ atau Syarrul Ulama’.
Dan sepertinya keadaan tersebut, telah banyak dijumpai dalam kehidupan
sekarang ini. Sementara Rasulullah Saw sendiri telah memberi informasi
jauh sebelumnya tentang hal itu dalam sebuah hadits :
فروى الحاكم في التاريخ من حديث عبدالله بن عمر قال : قال رسول الله صل
الله عليه وسلم سيأتي على الناس زمان ما يبقى من القران إلارسمه ولا من
الإسلام إلا إسمه، يتسمون به وهم أبعد الناس منه مساجدهم عامرة وهي خراب من
الهدى فقهاء ذلك الزمان شر فقهاء تحت ظل السماء منهم خرجت الفتنة وإليهم
تعود
Dalam kitab Tarikh, Imam Al Hakim menceritakan sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar. Beliau mengatakan bahwa Rasulullah
Saw bersabda : “Akan datang suatu zaman, di mana tidak ada lagi Al
Qur’an melainkan hanya tulisannya saja, dan tidak pula agama Islam,
melainkan hanya namanya saja. Masjid-masjidnya ramai, tetapi hampa dari
petunjuk ulama. Pada zaman itu banyak ulama’-ulama’ buruk (perilakunya)
tersebar di bawah langit. Dari mereka menucullah fitnah, dan kepada
mereka pula fitnah itu kembali.”
Dengan semakin banyaknya bentuk kemunafikan yang terjadi, serta
nilai-nilai luhur Islam yang sudah tidak lagi diperhatikan, maka lambat
laun iman seorang mukmin dengan tanpa disadari akan terkikis habis.
Sehingga dikhawatirkan predikat iman pada dirinya juga akan terlepas.
Dan mereka sudah tidak lagi temasuk dalam katergori mukminin.
Imam Ad Dailimi meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Umar, beliau mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda :
سيأتي على الناس زمان يصلى في المسجد منهم ألف رجل أو زيادة لا يكون فيهم مؤمن
“Akan datang suatu zaman, di mana ada ribuan manusia atau lebih, mereka
sama melaksanakan shalat di sebuah masjid, melainkan tiada satupun dari
mereka yang mukmin.”
Imam Thabrani dan Abu Nu’aim dalam kitab Hilyah menyebutkan hadits yang
diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, yang mengatakan bahwasanya
Rasululah Saw bersabda :
يؤذن المؤذن ويقيم الصلاة قوم وما هم بمؤمنين
“Mu’adzin suatu kaum mengumandangkan adzan dan iqomat untuk melaksanakan shalat, melainkan mereka tidaklah beriman.”
Imam Hakim menyebutkan sebuah hadits dalam kitab Mustadrok yang
diriwayatkan dari Sufyan, dari A’masy, dari Khoitsamah dari Abdullah bin
Amr bin Ash, beliau mengatakan :
يأتي على الناس زمان يجتمعون في المساجد ليس فيهم مؤمن
“Akan datang suatu zaman, di mana manusia sama berkumpul di dalam masjid, tetapi mereka tidaklah beriman.”
Abu Syuaib Al Haroni, juga meriwayatkan hadits di atas dalam kitab
Fawaid, melalui sanad Imam Fudlail bin ‘Iyadl dari A’masy dengan
sanadnya, beliau mengatakan :
يأتي على الناس زمان يحجون ويصلون ويصومون وما فيهم مؤمن
“Akan datang suatu zaman di mana manusia sama naik haji, melaksanakan shalat dan berpuasa, tetapi tidaklah mereka beriman.”
Maka dari keterangan hadits-hadits di atas, secara tidak langsung telah
banyak umat Islam yang telah berbondong-bondong lari meninggalkan Islam,
dengan melepas baju kebesaran iman. Yaitu dengan berlomba-lomba mencari
dunia, dan menghabiskan waktunya hanya untuk urusan dunia. Sebagaimana
yang disinyalir dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam
kitab musnadnya dari shahabat Jabir bin Abdullah, bahwasanya ia
mendengar Rasulullah Saw bersabda :
إن الناس دخلوا في دين الله أفواجا وسيخرجون أفواجا
“Sesungguhnya manusia masuk agama Islam secara berbondong-bondong, dan
mereka juga akan keluar dari agama Isalm secara berbondong-bondong.”
Iman adalah bekal terbesar dan paling mendasar bagi kita mengarungi
kehidupan hari akhir yang tiada berakhir. Tiadanya iman dalam jiwa dan
raga, pertanda sengsara sepanjang masa. Sebaliknya eksisnya iman, walau
sebesar biji sayuran, yang hampir tak kelihatan, alamat selamat meski
harus melarat hampir sekarat. Tapi harapan masih bisa digantungkan,
setelah sebelumnya menjadi penghuni jahannam yang menghancurkan,
tersiksa dengan ‘adzab yang pedihnya tidak terperikan.
Selama di dalam jiwa masih ada iman meski hanya seberat gandum yang
pecah, atau bahkan sebesar seekor semut yang tidak seberapa, dan lisan
pernah mengucapkan, “la ilaha illallah”, tiada tuhan yang benar kecuali
Allah, niscaya Allah Yang Mahapemurah, akan mencurahkan rahmah, dan
membukakan pintu surga-Nya.
Dari Anas bin Malik, Rasulullah menuturkan,
يخرج من النار من قال: لا إله إلا الله وكان في قلبه من الخير ما يزن شعيرة
ثم يخرج من النار من قال لا إله إلا الله وكان في قلبه من الخير ما يزن
برة ثم يخرج من النار من قال لا إله إلا الله وكان في قلبه من الخير ما يزن
ذرة
“Akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan la ilaha
illallah,sekalipun di dalam qalbunya hanya terdapat kebaikan yang setara
sebiji sya’ir (salah satu jenis gandum). Kemudian akan dikeluarkan dari
neraka orang yang mengucapkan la ilaha illallah,sekalipun di dalam
qalbunya hanya terdapat kebaikan yang setara dengan satu biji gandum.
Kemudian akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan la ilaha
illallah, sekalipun di dalam qalbunya hanya terdapat kebaikan yang sama
beratnya dengan berat seekor semut kecil.” [Shahih Al-Bukhari kitab
Al-Iman no. 44; Shahih Muslim kitab Al-Iman 1/193 no. 193; Shahih
Al-Jami’ no. 8061]
Pengentasan ini merupakan syafa’at yang Allah khususkan untuk
orang-orang yang masih mau menjaga iman di saat dunia telah meruntuhkan
iman sebagian besar hamba yang masih bertahan dalam kegeraman dunia
akhir zaman. Sebagai bentuk hadiah atas kegigihan mereka mempertahankan
iman, Allah berikan kenikmatan yang melimpah ruah sepuluh kali lipat
dari dunia seisinya, setelah diguyur dengan air kehidupan dari surga
oleh para penghuni surga yang dipilih-Nya.
Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah menyebutkan, “Lantas diberikanlah
syafa’at, sehingga keluarlah dari neraka setiap orang yang mengucapkan
la ilaha illallah dan di dalam qalbunya terdapat kebaikan seberat biji
jewawut. Mereka pun kemudian ditempatkan di pelataran surga, sedangkan
para penghuni surga memerciki mereka dengan air sehingga mereka tumbuh
laksana tumbuhnya bibit tumbuhan di tempat yang ditinggalkan oleh
banjir; lenyaplah bekas pembakaran (oleh api neraka) dari tubuh mereka.
Kemudian mereka meminta sesuatu (kepada Allah), diberikanlah kepadanya
senilai dunia ini dan bahkan sepuluh kali lipatnya.” [Shahih Muslim, bab
Adna Ahlil Jannah Manzilatan]
Betapa kasih sayangnya Allah kepada hamba-hamba-Nya. Sekalipun
hamba-hamba-Nya sedikit bersyukur, lebih banyak kufur, seringkali
mencela dan menghujat-Nya, dan cerca yang tiada pernah selain-Nya mampu
bersabar terhadapnya, akan tetapi, sungguh Allah telah menciptakan
seratus rahmat, satu untuk dunia seisinya termasuk penghuninya, sembilan
puluh sembilan, Dia simpan untuk dicurahkan kepada seluruh hamba-Nya di
akhirat.
Maka tidak heran, jika Allah masih menyelamatkan orang-orang yang di
dunia pernah bersaksi bahwa hanya Dia satu-satunya tuhan yang benar
dengan berkata, “la ilaha illallah”, dan pernah berbuat baik, meski
hanya sebesar semut kecil, biji gandum, atau biji jewawut. Allah hargai
kebaikan mereka, dengan kenikmatan yang tidak akan pernah bisa
diperbandingkan. Sepuluh kali lipat dunia dan seluruh isinya. Karena
Allah Mahakuasa dan Pemilik Segalanya. Mengantongi kebaikan yang
sebegitu kecilnya saja beroleh nikmat begitu besar, apatah lagi bila
kebaikan yang dibawa hingga nyawa tiada sebesar dunia seisinya?
Iman yang Dipertaruhkan
Iman menjadi penentu keselamatan dan kebahagiaan akhirat, bahkan pula
dunia. Orang yang imannya tidak terjaga, neraka siap menampungnya. Tapi
siapa yang mempertahankan iman, surgalah tempat kembalinya. Beruntunglah
dia. Iman juga menjadi petunjuk jalan bagi pemiliknya menjalani
kehidupan fana. Bila iman terhadap hari akhir telah afkir, dia akan
mangkir dari ibadah kepada Allah, Yang Mahaawal dan Yang Mahaakhir.
Apalagi di zaman gonjang-ganjingnya alam, di saat Al-Qur`an telah
musnah, orang-orang shalih mati semua, tiada lagi Ka’bah karena
dihancurkan oleh seorang hamba yang pongah, berjuluk Dzu As-Suwaiqatain
dari Habasyah, Masjid pun hanya menjadi bangunan tua, Islam hanya
tinggal nama, harta tidak berharga, sangat mungkin jika orang yang
kehilangan iman lupa akan Allah dan kehidupan sebenarnya, lupa keharusan
yang dipikulnya untuk bersiap-siap mengumpulkan bekal pahala
sebanyak-banyaknya.
Rasulullah pernah merepresentasikan huru-hara perhelatan iman di akhir zaman,
ثُمَّ فِتْنَةُ الدُّهَيْمَاءِ لا تَدَعُ أحدًا مِن هَذهِ الأُمّةِ إلاّ
لَطَمَتْهُ لَطَمَةً فإذا قِيلَ: انْقَضَتْ تَمَادَتْ يُصبِحُ الرَّجُلُ
فيها مُؤمنًا ويُمسِي كافِرًا حتى يَصِيْرَ الناسُ إلى فُسْطاطَيْنِ
فُسْطاطِ إيمانٍ لا نِفَاقَ فِيهِ وفسطاطِ نِفاقٍ لا إيمانَ فِيهِ فإذا
كانَ ذَاكُمْ فَانْتَظِرُوا الدَّجَّالَ مِن يَومِهِ أوْ غَدِهِ
“Kemudian fitnah Duhaima` yang tidak membiarkan ada seorang pun dari
umat ini kecuali dihantamnya. Jika dikatakan, “Ia (fitnah Duhaima`)
telah selesai.” Justru ia terus berlanjut. Di dalamnya seseorang paginya
beriman, tapi sorenya sudah menjadi kafir, sehingga manusia terbagi
menjadi dua kemah, kemah keimanan yang tidak mengandung kemunafiqkan,
dan kemah kemunafiqkan yang tidak mengandung keimanan. Jika itu sudah
terjadi, maka tunggulah kedatangan Dajjal pada hari itu atau besoknya.”
[Sunan Abu Dawud no. 4242; Shahih Al-Jami’ no. 4194; Ash-Shahihah no.
974]
Duhaima` adalah tashghir(pengecilan) dari kata dahma`, yang berarti
hitam, kelam, dan gelap. Fitnah ini akan merata menimpa seluruh umat
yang masih ada. Meskipun manusia menyatakan bahwa fitnah tersebut telah
berhenti, fitnah itu akan terus berlangsung, bahkan mencapai puncaknya,
tatkala Dajjal datang membaca fitnah yang lebih besar lagi. Iman yang
telah runtuh, akan hilang dan semakin hilang, jika sang pemiliknya tidak
teguh pendirian, bila iman yang dimilikinya itu sama sekali belum
melewati tenggorokannya, apalagi sampai menghujam dalam qalbu.
Karenanya, seluruh Nabi senantiasa memperingatkan dari fitnah Dajjal,
sebab fitnahnya menyerang iman, hingga Nabi kita secara khusus
memperingatkan untuk mempertahankan iman ketika menyebutkan perihal
Dajjal,
إِنَّهُ خَارِجٌ خَلَّةً بَيْنَ الشَّأْمِ وَالْعِرَاقِ فَعَاثَ يَمِينًا وَعَاثَ شِمَالًا يَا عِبَادَ اللَّهِ فَاثْبُتُوا
“Sesungguhnya ia akan keluar di Khullah, yaitu antara Syam dan Irak,
lalu ia membuat onar ke kanan dan ke kiri. Oleh karena itu, wahai hamba
Allah, tetapkanlah (iman) kalian…” [Mukhtashar Shahih Muslim no. 2057]
Di lain kesempatan Rasulullah memberikan wejangan sangat berharga, terkait fitnah akhir zaman yang begitu merusakkan iman,
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ
الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا
وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
“Segeralah kamu berbuat kebaikan sebelum terjadinya berbagai fitnah,
bagaikan malam yang gelap. Yang pada saat itu seseorang yang beriman
pada pagi hari akan dapat menjadi kafir pada sore harinya. Dan orang
yang beriman pada sore hari dapat menjadi kafir pada pagi harinya.
Selain itu, ia juga menjual agamanya dengan harta benda dunia.”
[Mukhtashar Shahih Muslim no. 2047]
Beramal shalihlah agar iman bertahan. Hadits ini menunjukkan bahwa amal
shalih adalah penyubur dan stabilizer iman. Sungguh bodoh sekali
segolongan firqah yang menafikan amal dari iman. Dikhawatirkan, mereka
di akhir zaman akan kehilangan iman. Maka jangan pernah terkecoh
indahnya igauan mereka, percayalah pada Rasulullah, jangan banyak
menyelewengkan nash-nash, sebab itu adalah karakter bejat bangsa Yahudi.
Ikutilah nasehat Rasul, jika ingin selamat di saat-saat perhelatan
dahsyat antara iman dan nyawa. Bersegera beramal mulai sekarang, sebab
itu akan meringankan kita, hati akan tidak merasa berat untuk beramal
shalih ketika fitnah datang bertubi-tubi.
Meski Berada di Bintang Tsuraya
Seperti kata pepatah, “Tirulah, meski engkau tidak bisa seperti mereka,
sebab meniru orang mulia saja sudah merupakan keberuntungan.” Maka,
sudah sepantasnya kita berusaha untuk meniru Salman Al-Farisi, salah
seorang shahabat Rasulullah yang oleh dikatakan oleh Rasulullah paling
gigih meraih iman yang sempurna walau iman itu ada di sebuah bintang di
angkasa, “Sekiranya iman itu berada pada bintang Tsuraya, niscaya
beberapa orang dari golongan orang ini –bangsa Persia- akan mempu
menggapainya.” [Shahih Al-Bukhari no. 4897; Shahih Muslim no. 2546]
Dikomentari oleh Muhammad bin Khalifah Al-Mausytani Al-Ubay dalam Ikmalu
Ikmalil Mu’allim 8/481, “Hadits ini menunjukkan kesungguhan mereka
untuk menggapai iman.”
Mulai sekarang, tidak ada lagi waktu menunggu. Tak ada kebaikan dalam
penundaan akan kesempurnaan iman. Bila sedari awal iman sudah tidak ada,
maka nestapa berujung derita tiada tara yang akan menyambutnya. Iman di
saat datangnya ayat-ayat Allah, yakni tegaknya kehancuran semesta,
sesaat setelah sangkakala ditiup memekakkan seluruh jagad raya, adalah
iman yang tidak ada artinya, tertolak, tidak diterima, sama sekali tidak
memasukkan ke dalam Surga.
Allah menegaskan,
هَلْ يَنظُرُونَ إِلاَّ أَن تَأْتِيهُمُ الْمَلآئِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ
رَبُّكَ أَوْ يَأْتِيَ بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ
رَبِّكَ لاَ يَنفَعُ نَفْساً إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِن قَبْلُ
أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْراً قُلِ انتَظِرُواْ إِنَّا
مُنتَظِرُونَ
“Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada
mereka (untuk mencabut nyawa mereka) atau kedatangan (siksa) Tuhanmu
atau kedatangan beberapa ayat Tuhanmu. Pada hari datangnya ayat dari
Tuhanmu itu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya
sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan
kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah, “Tunggulah olehmu sesungguhnya
kami pun menunggu (pula).”.” [QS. Al-An’am: 158]
Ya, kita harus berusaha keras mempertahankan iman dan menggapai
kesempurnaannya, hingga akhir zaman. Agar selamat dunia akhirat. Allah
telah menjanjikan pasti akan membimbing kita untuk mencapainya.
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا
Tidak ada komentar:
Posting Komentar