Betapa indahnya suatu persahabatan dan persaudaraan yang dibangun diatas
keimanan dan ketakwaan, karena dengan inilah, persaudaraan kita akan
semakin kuat dan erat di dunia dan akan terus langgeng sampai di Akherat
kelak. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقاتِهِ وَلا
تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ
جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ
كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ
بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ
فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ
لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar
takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam
keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan
nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu
karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada
di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.” [QS. Ali ‘Imraan: 102-103]
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْح، حَدَّثَنَا شُعْبة قَالَ:
سمعتُ سُلَيْمَانَ، عَنْ مُجَاهِدٍ، أَنَّ النَّاسَ كَانُوا يَطُوفُونَ
بِالْبَيْتِ، وابنُ عَبَّاسٍ جَالِسٌ مَعَهُ مِحْجَن، فَقَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " {يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا
وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ} وَلَوْ أنَّ قَطْرَةً مِنَ الزَّقُّومِ قُطِرَتْ
لأمَرّتْ عَلَى أهْلِ الأرْضِ عِيشَتَهُمْ فَكَيْفَ بِمَنْ لَيْسَ لَهُ
طَعَامٌ إِلَّا الزَّقُّومُ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah, bahwa Sulaiman pernah mengatakan dari
Mujahid, "Sesungguhnya ketika orang-orang sedang melakukan tawaf di
Baitullah dan Ibnu Abbas sedang duduk berpegang kepada tongkatnya, lalu
ia mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda seraya membacakan
firman-Nya: 'Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam' (Ali Imran: 102). Seandainya
setetes dari zaqqum (makanan ahli neraka) dijatuhkan ke dunia ini,
niscaya tetesan zaqqum itu akan merusak semua makanan penduduk dunia.
Maka bagaimana dengan orang yang tidak mempunyai makanan lain kecuali
hanya zaqqum (yakni ahli neraka) ."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, Imam Nasai, Imam Ibnu
Majah, dan Imam Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya; serta Imam Hakim di
dalam kitab Mustadrak-nya melalui jalur Syu'bah dengan lafaz yang sama.
Imam Turmuzi mengatakan hadis ini hasan sahih. Imam Hakim mengatakan
sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkan
hadis ini.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ،
عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْب، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ رَبِّ
الْكَعْبَةِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرو قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَحَبَّ أنْ يُزَحْزَحَ
عَنِ النَّار وَيَدْخُلَ الْجَنَّةَ، فَلْتُدْرِكْهُ مَنِيَّتُهُ، وَهُوَ
يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ، ويَأْتِي إلَى النَّاسِ مَا يُحِبُّ
أنْ يُؤتَى إلَيْهِ "
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah
menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Zaid ibnu Wahb, dari Abdur
Rahman ibnu Abdu Rabbil Ka'bah, dari Abdullah ibnu Amr yang menceritakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang suka bila
dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka hendaklah di
saat kematian menyusulnya ia dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari
kemudian, dan hendaklah ia memberikan kepada orang lain apa yang ia
sukai bila diberikan kepada dirinya sendiri.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ،
حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ قَبْلَ
مَوْتِهِ بِثَلَاثٍ: "لَا يَمُوتَنَّ أحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ
الظَّنَّ بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ".
Imam Ahmad mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Abu
Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Sufyan,
dari Jabir yang menceritakan bahwa ia mendengar Rasulullah Saw. bersabda
tiga hari sebelum wafat, yaitu: Jangan sekali-kali seseorang di antara
kalian meninggal dunia melainkan ia dalam keadaan berbaik prasangka
kepada Allah Swt.
Imam Muslim meriwayatkannya melalui jalur Al-A'masy dengan lafaz yang sama.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا
ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا [أَبُو] يُونُسَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "إنَّ
اللهَ قَالَ: أنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، فإنْ ظَنَّ بِي خَيْرًا
فَلَهُ، وَإنْ ظَنَّ شَرا فَلَهُ "
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada
kami Yunus, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw., bahwa beliau Saw.
pernah bersabda: Sesungguhnya Allah telah berfirman, "Aku mengikuti
prasangka hamba-Ku terhadap diri-Ku. Maka jika dia menyangka balk
kepada-Ku, itulah yang didapatinya. Dan jika dia berprasangka buruk
terhadap-Ku, maka itulah yang didapatinya."
Asal hadis ini ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui jalur lain dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"يَقُولُ اللهُ [عَزَّ وَجَلَّ] أنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي"
Allah berfirman, "Aku menuruti prasangka hamba-Ku terhadap diri-Ku."
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
عَبْدِ الْمَلِكِ القُرَشي، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ
ثَابِتٍ -وَأَحْسَبُهُ-عَنْ أَنَسٍ قَالَ: كَانَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ
مَرِيضًا، فَجَاءَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَعودُه، فَوَافَقَهُ فِي السُّوقِ فسلَّم عَلَيْهِ، فَقَالَ لَهُ: "كَيْفَ
أنْتَ يَا فُلانُ؟ " قَالَ بِخَيْرٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أرجو الله أخاف
ذُنُوبِي. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"لَا يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ فِي هَذَا الْمَوْطِنِ إِلَّا
أعْطَاهُ اللهُ مَا يَرْجُو وآمَنَهُ ممَّا يَخَافُ".
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Abdul Malik Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami
Ja'far ibnu Sulaiman, dari Sabit —menurut dugaanku dari Anas— yang
menceritakan bahwa ada seorang lelaki dari kalangan Ansar mengalami
sakit, maka Nabi Saw. datang menjenguknya. Dan di lain waktu Nabi Saw.
bersua dengannya di pasar, lalu beliau mengucapkan salam kepadanya dan
bertanya kepadanya, "Bagaimanakah keadaanmu, hai Fulan?" Lelaki itu
menjawab, "Dalam keadaan baik, wahai Rasulullah. Aku berharap kepada
Allah, tetapi aku takut akan dosa-dosaku." Maka Rasulullah Saw.
bersabda: Tidak sekali-kali berkumpul di dalam kalbu seorang hamba yang
dalam keadaan seperti ini (yakni sakit), melainkan Allah memberinya apa
yang diharapkannya, dan mengamankannya dari apa yang dikhawatirkannya.
Firman Allah Swt.:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعاً وَلا تَفَرَّقُوا
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai.(Ali Imran: 103)
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan hablillah ialah janji
Allah. Seperti yang disebutkan di dalam ayat selanjutnya, yaitu
firman-Nya:
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka
berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan
manusia. (ali Imran: 112)
Yakni janji dan jaminan.
Menurut pendapat yang lain, yang dimaksud ialah Al-Qur'an. Sebagaimana
yang disebutkan di dalam hadis Al-Haris Al-A'war, dari sahabat Ali
secara marfu' mengenai sifat Al-Qur'an, yaitu:
"هُوَ حَبْلُ اللهِ الْمتِينُ، وَصِرَاطُهُ الْمُسْتَقِيمُ".
Al-Qur'an adalah tali Allah yang kuat dan jalan-Nya yang lurus.
Sehubungan dengan hal ini terdapat hadis yang khusus membahas mengenai makna ini.
Untuk itu Imam Al-Hafiz Abu Ja'far At-Tabari mengatakan:
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى الْأُمَوِيُّ، حَدَّثَنَا أَسْبَاطُ بْنُ
مُحَمَّدٍ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ العَرْزَمي، عَنْ
عَطِيَّةَ عَنْ [أَبِي] سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كِتَابُ اللهِ، هُوَ حَبْلُ اللهِ
الْمَمْدُودُ مِنَ السَّمَاءِ إلَى الأرْضِ"
telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Yahya Al-Umawi, telah
menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, dari Abdul Malik ibnu
Sulaiman Al-Azrami, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:Kittabullah (Al-Qur'an) adalah tali
Allah yang menjulur dari langit ke bumi.
وَرَوَى ابْنُ مَرْدُويَه مِنْ طَرِيقِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُسْلِمٍ
الهَجَريّ، عَنْ أَبِي الأحْوَص، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"إنَّ هَذَا الْقُرْآنَ هُوَ حَبْلُ اللهِ الْمتِينُ، وَهُوَ النُّورُ
الْمُبِينُ وهُوَ الشِّفَاءُ النَّافِعُ، عِصْمةٌ لِمَنْ تَمَسَّكَ بِهِ،
ونَجَاةٌ لِمَنِ اتَّبَعَهُ"
Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari jalur Ibrahim ibnu Muslim Al-Hijri,
dari Abu Ahwas, dari Abdullah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah tali Allah yang
kuat. Dia adalah cahaya yang jelas, dia adalah penawar yang bermanfaat,
perlindungan bagi orang yang berpegang kepadanya, dan keselamatan bagi
orang yang mengikuti (petunjuk)Nya.
Telah diriwayatkan dari hadis Huzaifah dan Zaid ibnu Arqam hal yang semisal.
وَقَالَ وَكِيع: حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ: قَالَ
عَبْدُ اللَّهِ: إِنَّ هَذَا الصِّرَاطَ مُحْتَضَرٌ تَحْضُرُهُ
الشَّيَاطِينُ، يَا عَبْدَ اللَّهِ، بِهَذَا الطَّرِيقِ هَلُمَّ إِلَى
الطَّرِيقِ، فَاعْتَصَمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ فَإِنَّ حَبْلَ اللَّهِ
الْقُرْآنُ
Waki' mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu
Wail yang menceritakan bahwa Abdullah pernah mengatakan (bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya): Sesungguhnya jalan itu
adalah tempat lalu lalang, setan-setan selalu datang kepadanya. Hai
Abdullah, ambillah jalan ini, kemarilah, tempuhlah jalan ini. Maka
mereka berpegang kepada tali Allah karena sesungguhnya tali Allah itu
adalah Al-Qur'an.
Firman Allah Swt.:
وَلا تَفَرَّقُوا
Dan jangan kalian bercerai-berai. (Ali Imran: 103)
Allah memenntahkan kepada mereka untuk menetapi jamaah (kesatuan) dan
melarang mereka bercerai-berai. Banyak hadis yang isinya melarang
bercerai-berai dan memerintahkan untuk bersatu dan rukun. Seperti yang
dinyatakan di dalam kitab Sahih Muslim melalui hadis Suhail ibnu Abu
Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا، وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلَاثًا،
يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَأَنْ
تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا، وَأَنْ
تُنَاصِحُوا مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْ، وَيَسْخَطُ لَكُمْ
ثَلَاثًا: قِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ»
Sesungguhnya Allah rida kepada kalian dalam tiga perkara dan murka
kepada kalian dalam tiga perkara. Allah rida kepada kalian bila kalian
menyembah-Nya dan kalian tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun,
bila kamu sekalian berpegang teguh kepada tali Allah dan tidak
bercerai-berai, dan bila kalian saling menasihati dengan orang yang
dikuasakan oleh Allah untuk mengurus perkara kalian. Dan Allah murka
kepada kalian dalam tiga perkara, yaitu qil dan qal (banyak bicara atau
berdebat), banyak bertanya dan menyia-nyiakan (menghambur-hamburkan)
harta.
Bilamana mereka hidup dalam persatuan dan kesatuan, niscaya terjaminlah
mereka dari kekeliruan, seperti yang disebutkan oleh banyak hadis
mengenai hal tersebut. Sangat dikhawatirkan bila mereka bercerai-berai
dan bertentangan. Hal ini ternyata menimpa umat ini, hingga
bercerai-berailah mereka menjadi tujuh puluh tiga golongan. Di antaranya
terdapat suatu golongan yang selamat masuk surga dan diselamatkan dari
siksa neraka. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti jejak yang telah
dilakukan oleh Nabi Saw. dan para sahabatnya.
{الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ}
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian
yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” [QS. Az Zukhruf: 67]
Manusia pada hakekatnya makhluk sosial, saling membutuhkan untuk
memenuhi keperluannya dan meningkatkan taraf hidupnya. Fitrah inilah
yang ditegaskan oleh Islam. Islam memerintah kan untuk saling tolong
menolong dalam kebaikan dan manfaat.
Lebih lagi terhadap sesama umat muslim. Bahkan Islam mengibaratkan
persaudaraan dan pertalian sesama muslim itu seperti satu bangunan, di
mana struktur dan unsur bangunan itu saling membutuhkan dan melengkapi,
sehingga menjadi sebuah bangunan yang kokoh, kuat dan bermanfaat lebih.
Rosululloh Sholallohu 'Alaihi Wasallam Bersabda:
عن أبي موسى الأشعري ـ رضي الله عنه ـ عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قال
: ” المؤمن للمؤمن كالبنيان ، يشد بعضه بعضاً ، ثم شبك بين أصابعه ، وكان
النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ جالساً ، إذ جاء رجل يسأل ، أو طالب حاجة
أقبل علينا بوجهه ، فقال : اشفعوا تؤجروا ، ويقضي الله على لسان نبيه ما
شاء ” . رواه البخاري ، ومسلم ، والنسائي
Dari Abu Musa Al Asy’ari ra. dari Nabi Muhammad saw bersabda:
“Orang mukmin itu bagi mukmin lainnya seperti bangunan, sebagiannya
menguatkan sebagian yang lain. Kemudian Nabi Muhammad menggabungkan
jari-jari tangannya. Ketika itu Nabi Muhammad duduk, tiba-tiba datang
seorang lelaki meminta bantuan. Nabi hadapkan wajahnya kepada kami dan
bersabda: Tolonglah dia, maka kamu akan mendapatkan pahala. Dan Allah
menetapkan lewat lisan Nabi-Nya apa yang dikehendaki.” (HR Imam
Bukhari, Muslim, dan An Nasa’i.)
Dalam hadits An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
«مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ،
وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى
لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى»
“Orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan
menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh
yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur)
dan panas (turut merasakan sakitnya)’.” [HR. Al Bukhari – Muslim]
Dalam hadits Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
«إِنَّ الْمُؤْمِنَ مِنْ أَهْلِ الْإِيمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ
الْجَسَدِ يَأْلَمُ الْمُؤْمِنُ لِأَهْلِ الْإِيمَانِ كَمَا يَأْلَمُ
الْجَسَدُ لِمَا فِي الرَّأْسِ»
“Orang mu`min bagi ahli iman seperti kedudukan kepala bagi tubuh, rasa
sakit seorang mu`min bagi ahli iman seperti tubuh merasa sakit karena
(penyakit) yang ada di kepala.” [HR. Ahmad)
Mari kita perhatikan peristiwa sehari-hari. Ketika kaki tersandung batu,
seluruh bagian tubuh bersimpati dan empati. Otak memerintahkan kaki
'tuk berhenti berjalan, mata berkaca-kaca, lisan membaca istirjâ‘ (innâ
lillâhi...), bibir melengkung ke bawah bak busur panah :(, tangan pun
turut serta memegang dan memijit dengan penuh telaten. Hebatnya, semua
itu terjadi secara otomatis. Begitulah sunnatullah berjalan.
Subhânallâh.
Sebuah gedung, betapa pun serasi warna cat yang digunakan serta kokoh
pondasi dan tiang pancangnya, namun bila kondisi pintu dan jendela yang
ada sangat parah, maka bangunan tersebut tidak mengagumkan. Keadaan
seperti ini sangat rapuh terhadap pencurian, juga tidak indah.
Itulah perumpamaan umat Islam, laksana satu jasad atau satu bangunan.
Hanya saja, pemahaman ini sangat kita mengerti saat berada di majelis
ta'lim, pengajian, pesantren atau masjid. Bagaimana kondisi kita selain
di area itu?
Coba kita ingat lagi tingkah laku kita di luar tempat-tempat sakral
tersebut. Di jalan raya, apakah kita masih memandang dan memerlakukan
pengguna jalan lain sebagai saudara kita? Ketika naik sarana
transportasi umum angkutan kota (angkot/lyn), bus, kereta api atau
lainnya adakah perilaku kita senantiasa santun, ramah dan indah kepada
sesama penumpang (saudara kita)?
Di blog, forum atau jejaring sosial, adakah tulisan kita selalu dihiasi
kata-kata sarat makna, enak dibaca dan terasa “merdu” di telinga?
Ataukah justru menjewer bahkan memerahkan telinga sang lawan diskusi?
Saya pernah juga menerima pertanyaan sekaligus pernyataan seorang teman
diskusi yang menurut konvensi umum kurang elok didengar.
Hidup ini antara kita dan Allah. Pertemuan dan perjumpaan dengan orang
lain hanyalah sementara. Semua itu rangkaian peristiwa dalam perjalanan
menuju Al-Haqq. Oleh karena itu, bagi penulis, apa pun ungkapan yang
ditujukan kepada penulis, tak jadi masalah. Apakah kasar, tidak sopan,
tanpa tata krama/etika atau apa pun tak jadi soal. Bagi penulis, semua
kritik adalah sarana untuk memperbaiki diri.
Namun demikian, jika akan mengajukan pertanyaan/komentar kepada orang
lain, hendaknya kita memilih dan memilah kata. Dikuatirkan akan
menyinggung lawan bicara. Bukankah sudah tertera di sebuah petuah bijak,
“Jikalau pedang lukai tubuh, masihlah ada harapan sembuh. Tapi jika
lidah lukai hati, kemana obat hendak dicari?” Bukankah sesama muslim
bersaudara? Bukankah kita ibarat satu jasad dan satu bangunan?
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;
مَنْ يَشْفَعْ شَفاعَةً حَسَنَةً يَكُنْ لَهُ نَصِيبٌ مِنْها وَمَنْ
يَشْفَعْ شَفاعَةً سَيِّئَةً يَكُنْ لَهُ كِفْلٌ مِنْها وَكانَ اللَّهُ
عَلى كُلِّ شَيْءٍ مُقِيتاً
"Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang baik, niscaya ia akan
memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan barangsiapa memberi
syafa’at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari
padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (An Nisa’: 85)
At Thabrani meriwayatkan dengan sanad shahih dari Mujahid berkata: “Ayat
di atas berbicara tentang tolong menolong sesama manusia. Kesimpulan
maknanya adalah bahwa orang yang memberikan pertolongan kepada orang
lain, maka ia mendapatkan bagian kebaikan, dan barang siapa tolong
menolong dalam kebatilan maka ia mendapatkan bagian dosa.
Syafaat hasanah yang disebutkan dalam ayat di atas adalah pertolongan
dalam kebaikan, melindungi hak sesama muslim, menghilangkan keburukan
atau mendapatkan kebaikan, mencari ridha Allah, tidak ada risywah atau
suap. Pada masalah yang mubah atau boleh atau tidak terlarang, tidak
untuk menggagalkan salah satu had atau hukum pidana yang telah Allah
tetapkan, tidak pula untuk menghilangkan hak orang lain.
Qadhi Iyadh berkata: Tidak ada pengecualian dari ruang pertolongan yang
dianjurkan kecuali dalam masalah had atau pidana yang telah Allah
tetapkan. Maka dalam masalah yang tidak ada ketentuan had terutama bagi
orang yang tidak sengaja, dan dikenal sebagai orang bersih, pertolongan
sangat dianjurkan. Selanjutnya ia mengatakan: Adapun bagi orang yang
terbiasa dengan tindakan destruktif, terkenal sebagai ahlul bathil maka
tidak berlaku syafaat bagi mereka, agar dapat menjadi pencegah
kemaksiatannya.
Ungkapan Iyadh ini didukung oleh riwayat Imam Bukhari dan Muslim dalam kitab shahihnya dari Aisyah ra.
” أن قريشاً أهمهم شأن المرأة المخزومية التي سرقت في عهد النبي ـ صلى الله
عليه وسلم ـ فقالوا : من يكلم فيها رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ؟
فكلمه أسامة ،فقال رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم -أتشفع في حد من حدود
الله تعالى ؟ ثم قام فخطب ، ثم قال : إنما أهلك من كان قبلكم أنهم كانوا
إذا سرق فيهم الشريف تركوه ، وإذا سرق فيهم الضعيف أقاموا عليه الحد ، وأيم
الله لو أن فاطمة بنت محمد سرقت لقطعت يدها “
“Bahwa suku Quraisy disibukkan oleh seorang wanita dari Bani Mahzum yang
mencuri pada masa Rasulullah saw. Lalu mereka mencari siapa yang bisa
berbicara dengan Rasulullah saw. Maka Usamah menyampaikan hal ini kepada
Rasulullah saw. Rasulullah saw bersabda: Apakah kamu hendak memberi
pertolongan dalam hukum pidana Allah? Kemudian Rasulullah berdiri dan
berkhutbah: “Sesungguhnya hancurnya umat sebelum kalian adalah bahwa
mereka itu jika ada orang mulia yang mencuri mereka biarkan, dan jika
ada orang yang lemah mencuri mereka tegakkan hukum pidana. Demi Allah,
jika Fatimah binti Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya.”
ويقضي الله على لسان نبيه ما شاء
Dan Allah menetapkan lewat lisan Nabi-Nya apa yang dikehendaki, artinya
meluluskan hajat atau tidak meluluskannya adalah ketentuan dan takdir
Allah.
Banyak hadis yang diriwayatkan mengenai masalah ini, yaitu anjuran
berperang di jalan Allah, antara lain ialah apa yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari melalui sahabat Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ، وَآتَى
الزَّكَاةَ، وَصَامَ رَمَضَانَ، كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ
يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، هَاجَرَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ جَلَسَ فِي
أَرْضِهِ الَّتِي وُلِدَ فِيهَا" قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَلَا
نُبَشِّرُ الناسَ بِذَلِكَ؟ فَقَالَ: "إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مائةَ
دَرَجَةٍ، أعدَّها اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، بَيْنَ
كُلِّ دَرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، فَإِذَا
سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ
الْجَنَّةِ. وَأَعْلَى الْجَنَّةِ، وَفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ،
وَمِنْهُ تُفَجَّر أَنْهَارُ الْجَنَّةِ"
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mendirikan salat,
menunaikan zakat, dan puasa bulan Ramadan, maka sudah semestinya bagi
Allah memasukkannya ke dalam surga, baik ia hijrah di jalan Allah
ataupun tetap tinggal di tempat kelahirannya. Para sahabat bertanya,
"Wahai Rasulullah, bolehkah kami menyampaikan berita gembira ini kepada
orang-orang?" Rasulullah Saw. bersabda:Sesungguhnya di dalam surga
terdapat seratus derajat (tingkatan) yang telah disediakan oleh Allah
bagi orang-orang yang berjihad dijalan Allah; jarak antara tiap-tiap dua
derajat sama dengan jarak antara langit dan bumi. Apabila kalian
memohon kepada Allah, mintalah kepadanya surga Firdaus, karena
sesungguhnya surga Firdaus adalah tengah-tengah surga dan surga yang
paling tinggi. Di atasnya terdapat Arasy Tuhan Yang Maha Pemurah, dan
dari surga Firdaus mengalirlah semua sungai surga.
Diriwayatkan hal yang semisal melalui hadis Ubadah, Mu'az, dan Abu Darda.
Dari Abu Sa'id Al-Khudri, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"يَا أَبَا سعيد، من رضي بالله ربا، وبالإسلام دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ
نَبِيًّا، وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ" قَالَ: فَعَجِبَ لَهَا أَبُو سَعِيدٍ
فَقَالَ: أَعِدْهَا عليَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَفَعَلَ. ثُمَّ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَأُخْرَى يَرْفَعُ
اللَّهُ بِهَا الْعَبْدَ مِائَةَ دَرَجَةٍ فِي الْجَنَّةِ، مَا بَيْنَ
كُلِّ دَرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ" قَالَ: وَمَا
هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"
Hai Abu Sa'id, barang siapa yang rela Allah sebagai Tuhannya, Islam
sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai Rasul dan Nabi (panutannya), maka
pastilah ia masuk surga. Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa mendengar
hal itu Abu Sa'id merasa takjub, lalu bertanya, "Ulangilah lagi
kepadaku, wahai Rasulullah." Abu Sa'id mengucapkan demikian sebanyak
tiga kali, kemudian baru Rasulullah Saw. bersabda lagi: Dan yang lainnya
lagi menyebabkan Allah mengangkat seorang hamba karenanya seratus
derajat (tingkatan) di dalam surga; jarak antara tiap-tiap dua derajat
sama dengan jarak antara langit dan bumi. Abu Sa'id Al-Khudri bertanya,
"Wahai Rasulullah, amalan apakah itu?" Rasulullah Saw. menjawab:
Berjihad di jalan Allah.
Hadis riwayat Imam Muslim.
Dengarlah mutiara nasehat berharga dari para Salaf kita ini:
Berkata Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu: “Tidaklah seseorang
menjadi teman (sejati) sampai dia bisa menjaga saudaranya dalam tiga
hal: ketika tertimpa musibahnya, ketika tidak hadir dan ketika telah
meninggal.”
Dikatakan kepada Khalid bin Shafwan rahimahullah: Siapakah teman yang
paling kau cintai? Beliau menjawab: “Teman yang dapat menutupi
kekuranganku, memamaafkanku jika salah dan mau menerima alasanku.”
Berkata Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah: “Barangsiapa bersikap
lemah lembut terhadap hamba-hamba Allah, maka Allah akan berlemah lembut
kepadanya dan barangsiapa menyayangi mereka, maka Allah pun akan
menyayanginya. Barangsiapa berbuat baik kepada mereka maka Allah pun
akan berbuat baik kepadanya. Barangsiapa yang dermawan kepada mereka
maka Allah pun dermawan kepadanya. Barangsiapa yang memberikan mereka
manfaat maka Allah pun akan memberikan manfaat kepadanya. Barangsiapa
yang menutupi aurat mereka, maka Allah pun akan menutup auratnya.
Barangsiapa yang memaafkan kesalahan mereka, maka Allah akan memaafkan
kesalahannya. Barangsiapa yang berusaha mencari-cari aib-aib mereka,
maka Allah pun akan berbuat demikian kepadanya. Barangsiapa yang
menjatuhkan harga diri mereka, maka Allah pun akan jatuhkan harga
dirinya dan membongkarnya….” [Al Wabil Ash Ashoib hal 35]
Inilah hakekat persahabatan dan persaudaraan. Inilah yang dituntunkan
Islam kepada kita. Oleh karena itu, marilah kita bangun persaudaraan
kita ini diatas keimanan dan ketakwaan, sehingga kita bisa mendapatkan
mahkota kemulyaan dan istana yang kita rindukan dan yang Allah janjikan.
Nabi shallallhu ‘alaihi wasallam bersabda:
«سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ:
– منها – وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ
وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ».
“Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah, pada hari
dimana tidak ada naungan selain naungan-Nya: – diantaranya -: dua orang
yang saling mencintai karena Allah yang mereka berkumpul karena-Nya dan
juga berpisah karena-Nya.” [HR. Al Bukhari – Muslim, dari shahabat Abu
Hurairah]
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ: مَنْ
كَانَ اللهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ
يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ
يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا
يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ».
“Tiga perkara jika itu ada pada seseorang maka ia akan merasakan
manisnya iman; orang yang mana Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai
daripada selain keduanya, mencintai seseorang yang ia tidak mencintainya
kecuali karena Allah, dan benci untuk kembali kepada kekafiran setelah
Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut sebagaimana ia benci
untuk masuk neraka.” [HR. Al Bukhari – Muslim, dari shahabat Anas]
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: المُتَحَابُّونَ فِي جَلَالِي لَهُمْ
مَنَابِرُ مِنْ نُورٍ يَغْبِطُهُمُ النَّبِيُّونَ وَالشُّهَدَاءُ».
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Orang-orang yang saling mencintai
karena keluhuranKu, mereka mendapatkan mimbar-mimbar dari cahaya yang
membuat para nabi dan syuhada`iri.” [HR. At Tirmidzi, dari shahabat
Mu’adz bin Jabal]
Berkata Bilal bin Sa’ad: “Seorang teman yang mana setiap kali berjumpa
denganmu, dia mengingatkanmu tentang perjumpaan dengan Allah, itu lebih
baik dari teman yang mana setiap kali kau berjumpa dengannya memberimu
dinar.”
“Barangsiapa mencintai seseorang bukan karena Allah, maka kerusakan
teman-temannya itu lebih besar dari pada kerusakan yang berasal dari
musuh-musuhnya. Karena sesungguhnya musuh-musuhnya, tujuan mereka hanya
berusaha menghalangi antara dia dengan yang dia cintai dari
perkara-perkara dunia, sedangkan penghalangan tersebut (pada hakekatnya)
merupakan rahmat untuknya. Adapun teman-temannya, akan berusaha
menghalangi dan menghilangkan rahmat tersebut darinya. Teman-temannya
berusaha membantunya agar apa yang dia cintai (dari perkara dunia) agar
tetap ada padanya, sehingga mereka bisa ikut menggunakannya untuk
tujuan-tujuan mereka dan apa saja yang mereka sukai, maka kedua hal ini
sama-sama merusak. Allah berfirman:
{إذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ}
“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari
orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika)
segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. [QS. Al Baqarah:
166]
Berkata Al Fudhail bin ‘Iyadh, dari laits, dari mujahid, ia berkata:
“dia (ayat tersebut) adalah kasih sayang yang dibangun untuk selain
Allah dan persahabatan diantara mereka karena dunia.
{وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ
مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ
أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ
النَّارِ}
“Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat
kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka,
sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allah
memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi
mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” [QS.
Al Baqarah: 167]
Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan
bagi mereka, yaitu amalan yang mereka lakukan di dunia bukan karena
untuk Allah, diantaranya adalah saling tolong-menolong, bersahabat dan
mencintai bukan karena Allah.
Segala bentuk kebaikan hanyalah pada peribadahan kepada Allah semata,
tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan tidak ada daya dan
upaya melainkan milik Allah.
Firman Allah Swt.:
وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْداءً فَأَلَّفَ
بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْواناً
dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa
Jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hati kalian,
lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.
(Ali Imran: 103), hingga akhir ayat.
Konteks ayat ini berkaitan dengan keadaan kabilah Aus dan kabilah
Khazraj, karena sesungguhnya dahulu di antara mereka sering terjadi
peperangan, yaitu di masa Jahiliah. Kedengkian dan permusuhan,
pertentangan yang keras di antara mereka menyebabkan meletusnya perang
yang berkepanjangan di antara sesama mereka. Ketika Islam datang dan
masuk Islamlah sebagian orang di antara mereka, maka jadilah mereka
sebagai saudara yang saling mengasihi berkat keagungan Allah. Mereka
dipersatukan oleh agama Allah dan saling membantu dalam kebajikan dan
ketakwaan.
Allah Swt. berfirman:
هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ وَأَلَّفَ بَيْنَ
قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعاً مَا أَلَّفْتَ
بَيْنَ قُلُوبِهِمْ، وَلكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ
Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin,
dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun
kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu
tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan
hati mereka. (Al-Anfal: 62-63)
sebelum itu mereka berada di tepi jurang neraka karena kekafiran mereka,
lalu Allah menyelamatkan mereka darinya dengan memberi mereka petunjuk
kepada iman.
Sesungguhnya hal tersebut disebut-sebut oleh Rasulullah Saw. pada hari
beliau membagi-bagikan ganimah Hunain, lalu ada sebagian orang yang
merasa kurang puas karena ada sebagian yang lain mendapat bagian yang
lebih banyak daripada mereka. Nabi Saw. Sengaja melakukan demikian
karena berdasarkah apa yang dianjurkan oleh Allah Swt. kepadanya. Lalu
Nabi Saw. bersabda kepada mereka:
«يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ أَلَمْ أَجِدْكُمْ ضُلَّالًا فَهَدَاكُمُ
اللَّهُ بِي، وَكُنْتُمْ مُتَفَرِّقِينَ فَأَلَّفَكُمُ اللَّهُ بِي،
وَعَالَةً فَأَغْنَاكُمُ الله بي؟»
Hai orang-orang Ansar, bukankah aku menjumpai kalian dalam keadaan
sesat, lalu Allah memberi petunjuk kepada kalian melalui diriku; dan
kalian dalam keadaan bercerai-berai, lalu Allah mempersatukan kalian
melalui diriku; dan kalian dalam keadaan miskin, lalu Allah memberi
kecukupan kepada kalian melalui aku?
Setiap kalimat yang diucapkan Nabi Saw. hanya bisa mereka katakan dengan
kalimat berikut sebagai pengakuan mereka, "Hanya kepada Allah dan
Rasul-Nya kami percaya."
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar dan lain-lainnya menceritakan bahwa ayat
ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa yang dialami oleh kabilah Aus
dan kabilah Khazraj. Demikian itu terjadi ketika ada seorang lelaki
Yahudi lewat di hadapan sejumlah orang penting dari kalangan kabilah Aus
dan kabilah Khazraj, maka si Yahudi itu merasa tidak senang dengan
kesatuan dan kerukunan yang ada di antara mereka.
Lalu ia mengirimkan seorang lelaki kepercayaannya dan memerintahkan
kepadanya duduk bersama mereka dan mengingatkan mereka kepada
peristiwa-peristiwa masa lalu yang pernah terjadi di antara mereka,
yaitu peperangan Bi'as dan peperangan-peperangan lainnya yang terjadi di
antara sesama mereka. Kemudian lelaki utusan si Yahudi itu melakukan
apa yang diperintahkan kepadanya; dengan tekunnya ia melakukan tugas
tersebut secara rutin, hingga suasana kaum menjadi panas kembali dan
bangkitlah amarah sebagian mereka terhadap sebagian yang lain. Lalu
timbullah fanatisme mereka, dan masing-masing pihak menyerukan
semboyan-semboyannya, lalu mempersiapkan senjatanya masing-masing dan
mengadakan tantangan kepada lawannya di tempat yang terbuka pada hari
tertentu.
Ketika berita tersebut sampai kepada Nabi Saw., maka beliau mendatangi
mereka, lalu beliau meredakan dan melerai mereka serta bersabda:
«أَبِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ وَأَنَا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ؟»
Apakah kalian menyerukan seruan Jahiliah, sedangkan aku ada di antara kalian?
Kemudian Rasulullah Saw. membacakan ayat ini kepada mereka. Akhirnya
mereka menyesali perbuatannya, lalu mereka berdamai, saling berpelukan,
dan semua senjata mereka lemparkan. Semoga Allah melimpahkan rida-Nya
kepada mereka.
Ikrimah menyebutkan bahwa peristiwa tersebut menimpa mereka ketika
mereka dalam keadaan emosi karena peristiwa berita bohong (hadis’ul
ifki).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar