Bangunan apa yang pertama kali dibangun di dunia? Ia adalah Ka'bah. Jadi
rumah/ tempat pertama yang dibangun bahkan sebelum diturunkannya Nabi
Adam as adalah Ka'bah. Berdasarkan atsar yang mashur Ka'bah pertama kali
dibangun oleh Malaikat. Kemudian setelah Nabi Adam as diturunkan ke
bumi lalu bangunannya disempurnakan. Setelah cukup sempurna maka
dilakukanlah tawaf oleh beliau.
Selepas Nabi Adam as terjadilah venomena alam seperti banjir dan
sebagainya yang menyebabkan Ka'bah hilang atau tertutup. Lalu pada zaman
nabi Ibrahim as dibangun kembali serta ditinggikan. Beliau membangun
Ka'bah bersama anaknya Nabi Ismail as.
Disinilah kisah sejarah dipertontonkannya lambang supremasi Tauhid murni
oleh Nabi Ibrahim as yakni pada saat penyembelihan Nabi Ismail as
sebagai bukti kecintaan kepada Allah swt melebihi apapun.
Pada saat pembangunan dan peninggian Ka'bah, Nabi Ibrahim as menjejakkan
kakinya kepada sebuah batu pijakan. Hal ini karena Ka'bah semakin
tinggi sehingga membutuhkan pijakan. Nah inilah yang disebut dengan
Makom Ibrahim yakni bekas pijakan kaki Nabi Ibrahim as.
Setelah selesai pembangunan, peninggian dan perluasan Ka'bah maka mulai
saat itulah dilakukan lagi ritual Tawaf. Seiring waktu Ka'bah mengalami
kerusakan demi kerusakan, yang kemudian pada saat Nabi Muhammad saw
diperbaiki kembali. Demikian seterusnya sampai sekarang ini.
Berdasarkan beberapa atsar dan penelitian daerah sekitar Ka'bah pada
masa lalu masih tertutup lautan, termasuk seluruh permukaan bumi
tenggelam dalam lautan. Nah daerah seputar Ka'bah itulah yang nongol
pertama kali menjadi daratan.
Lalu karena lempeng bumi saling terkait satu demi satu gunung dalam
lautan nongol menjadi daratan, dengan posisi masih satu garis/ jalur
dengan daratan diseputar Ka'bah. Oleh karenanya daratan pertama kali
yang muncul adalah daratan disekitar Ka'bah kemudian diikuti dengan
daratan lainnya. Beberapa ahli menyatakan pusat bumi adalah Mekah
demikian juga tentang permulaan perhitungan waktu. Jadi bukanlah di
Green Wich namun di Mekah.
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبارَكاً
وَهُدىً لِلْعالَمِينَ (96) فِيهِ آياتٌ بَيِّناتٌ مَقامُ إِبْراهِيمَ
وَمَنْ دَخَلَهُ كانَ آمِناً وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ
مَنِ اسْتَطاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ
عَنِ الْعالَمِينَ (97)
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat ibadah) manusia
ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi
petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata (di
antaranya) maqam Ibrahim; barang siapa memasukinya (Baitullah itu)
menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap
Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya
Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS Ali
Imron Ayat 96-97)
Allah Swt. memberitahukan bahwa rumah yang mula-mula dibangun untuk
manusia, yakni untuk tempat ibadah dan manasik mereka, di mana mereka
melakukan tawaf dan salat serta ber-i'tikaf padanya.
{لَلَّذِي بِبَكَّةَ}
ialah Baitullah yang di Bakkah. (Ali Imran: 96)
Yakni Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim Al-Khalil a.s. yang diklaim
oleh masing-masing dari dua golongan, yaitu orang-orang Yahudi dan
orang-orang Nasrani; bahwa mereka berada di dalam agama Nabi Ibrahim dan
tuntunannya, tetapi mereka tidak mau ber-haji ke Baitullah yang
dibangun olehnya atas perintah Allah untuk tujuan itu, padahal Nabi
Ibrahim telah menyerukan kepada manusia untuk melakukan haji ke
Baitullah. Seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya:
{مُبَارَكًا}
yang diberkahi. (Ali Imran: 96)
Yaitu diberkahi sejak awal pembangunannya.
{وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ}
Yang menjadi petunjuk bagi semua manusia. (Ali Imran: 96)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ
إِبْرَاهِيمَ التَّيْميّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي ذَر، رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، قَالَ قلتُ: يَا رسولَ اللَّهِ، أيُّ مَسجِد وُضِع فِي الْأَرْضِ
أوَّلُ؟ قَالَ: "الْمسْجِدُ الْحَرَامُ". قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ:
"الْمسجِدُ الأقْصَى". قُلْتُ: كَمْ بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: "أرْبَعُونَ
سَنَةً". قلتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: ثُم حَيْثُ أدْرَكْت الصَلاةَ فَصَلِّ،
فَكُلُّهَا مَسْجِدٌ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari
Al-A'masy, dari Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya, dari Abu Zar r.a. yang
telah menceritakan: Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, masjid manakah yang
mula-mula dibangun?" Nabi Saw. menjawab, "Masjidil Haram." Aku
bertanya, "Sesudah itu mana lagi?" Nabi Saw. menjawab, "Masjidil Aqsa."
Aku bertanya, "Berapa lama jarak di antara keduanya?" Nabi Saw.
menjawab.”Empat puluh tahun." Aku bertanya, "Kemudian masjid apa lagi?"
Nabi Saw. bersabda, "Kemudian tempat di mana kamu mengalami waklu salat,
maka salatlah padanya, karena semuanya adalah masjid."
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Al-A'masy dengan lafaz yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu
Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu
Sulaiman, dari Syarik, dari Mujahid, dari Asy-Sya'bi, dari Ali r.a.
sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun
untuk (tempat ibadah) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah)
yang diberkahi. (Ali Imran: 96) Memang banyak rumah yang dibangun
sebelum Masjidil Haram, tetapi Baitullah adalah rumah yang mula-mula
dibangun untuk tempat beribadah.
(Ibnu Abu Hatim mengatakan pula) dan telah menceritakan kepada kami
ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnur Rabi', telah
menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Sammak, dari Khalid ibnu
Ur'urah yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki berdiri, lalu menuju
kepada sahabat Ali r.a. dan bertanya, "Sudikah engkau menceritakan
kepadaku tentang Baitullah, apakah ia merupakan rumah yang mula-mula
dibangun di bumi ini?" Sahabat Ali menjawab, "Tidak, tetapi Baitullah
merupakan rumah yang mula-mula dibangun mengandung berkah, yaitu maqam
Ibrahim; dan barang siapa memasukinya, menjadi amanlah dia."
Kemudian Ibnu Abu Hatim menuturkan asar ini hingga selesai, yaitu
menyangkut perihal pembangunan Baitullah yang dilakukan oleh Nabi
Ibrahim. Kami mengetengahkan asar ini secara rinci di dalam permulaan
tafsir surat Al-Baqarah, hingga tidak perlu diulangi lagi dalam bab ini.
As-Saddi menduga bahwa Baitullah merupakan rumah yang mula-mula dibangun
di bumi ini secara mutlak. Akan tetapi, pendapat Ali r.a.-lah yang
benar.
Adapun mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi di dalam
kitabnya yang berjudul Dalailun Nubuwwah mengenai pembangunan Ka'bah
yang ia ketengahkan melalui jalur Ibnu Luhai'ah, dari Yazid ibnu Habib,
dari Abul Khair, dari Abdullah ibnu Amr ibnul As secara marfu’ yaitu:
Allah mengutus Jibril kepada Adam dan Hawa, membawa perintah kepada
keduanya agar keduanya membangun Ka'bah. Maka Adam membangunnya,
kemudian Allah memerintahkan kepadanya untuk melakukan tawaf di
sekeliling Ka'bah. Dikatakan kepadanya, "Engkau adalah manusia pertama
(yang beribadah di Baitullah), dan ini merupakan Baitullah yang
mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia."
Maka sesungguhnya hadis ini merupakan salah satu dari mufradat (hadis
yang hanya diriwayatkan oleh satu orang) Ibnu Luhai'ah, sedangkan Ibnu
Luhai'ah orangnya dinilai daif. Hal yang mirip kepada kebenaran hanya
Allah Yang Maha Mengetahui bila hadis ini dikatakan mauquf hanya sampai
kepada Abdullah ibnu Amr. Dengan demikian, berarti kisah ini termasuk
ke dalam kategori kedua hadis daif lainnya yang keduanya diperoleh oleh
Abdullah ibnu Amr pada saat Perang Yarmuk, yaitu diambil dari kisah Ahli
Kitab.
Firman Allah Swt.:
لَلَّذِي بِبَكَّةَ
ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah). (Ali Imran: 96)
Bakkah merupakan salah satu nama lain dari kota Mekah yang terkenal.
Menurut suatu pendapat, dinamakan demikian karena kota Mekah dapat
membuat hina orang-orang yang zalim dan yang angkara murka. Dengan kata
lain, mereka menjadi hina dan tunduk bila memasukinya.
Menurut pendapat yang lainnya lagi, dinamakan demikian karena manusia
berdesak-desakan padanya. Qatadah mengatakan, sesungguhnya Allah membuat
manusia berdesak-desakan di dalamnya, hingga kaum wanita dapat salat di
depan kaum laki-laki; hal seperti ini tidak boleh dilakukan selain
hanya di dalam kota Mekah. Hal yang sama diriwayatkan pula dari Mujahid,
Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Amr ibnu Syu'aib, dan Muqatil ibnu Hayyan.
Hammad ibnu Salamah meriwayatkan dari Ata ibnus Saib, dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa batas Mekah mulai
dari Al-Faj sampai ke Tan'im, sedangkan Bakkah batas-nya dari Baitullah
sampai ke Al-Batha.
Syu'bah meriwayatkan dari Al-Mugirah, dari Ibrahim, bahwa Bakkah ialah
Baitullah dan Masjidil Haram. Hal yang sama dikatakan pula oleh
Az-Zuhri.
Ikrimah dalam salah satu riwayat dan Maimun ibnu Mihran mengatakan bahwa
Baitullah dan sekitarnya dinamakan Bakkah, sedangkan selain itu
dinamakan Mekah.
Abu Malik, Abu Saleh, Ibrahim An-Nakha'i, Atiyyah Al-Aufi, dan Muqatil
ibnu Hayyan mengatakan bahwa Bakkah ialah tempat Baitullah berada,
sedangkan selain itu dinamakan Mekah.
Mereka menyebutkan beberapa nama lain yang banyak bagi Mekah, yaitu
Bakkah, Baitul Atiq, Baitul Haram, Baladul Amin, Al-Mamun, Ummu Rahim,
Ummul Qura, Salah, Al-Arsy, Al-Qadis (karena menyucikan dosa-dosa),
Al-Muqaddasah, An-Nasah, Al-Basah, Al-Balsah, Al-Hatimah, Ar-Ras, Kausa,
Al-Baldah, Al-Bunyah, dan Al-Ka'bah.
Firman Allah Swt.:
فِيهِ آياتٌ بَيِّناتٌ
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata. (ali Imran: 97)
Yaitu tanda-tanda yang jelas menunjukkan bahwa bangunan tersebut
dibangun oleh Nabi Ibrahim, dan Allah memuliakan serta menghormatinya.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
مَقامُ إِبْراهِيمَ
maqam Ibrahim. (ali Imran: 97)
Yaitu sarana yang dipakai oleh Nabi Ibrahim ketika bangunan Ka'bah mulai
meninggi untuk meninggikan fondasi dan temboknya. Sarana ini dipakai
untuk tangga tempat berdiri, sedangkan anaknya (yaitu Nabi Ismail)
menyuplai bebatuan.
Pada mulanya maqam Ibrahim ini menempel pada dinding Ka'bah, kemudian
pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. maqam tersebut
dipindahkan ke sebelah timur Ka'bah hingga memudahkan bagi orang-orang
yang bertawaf dan tidak berdesak-desakan dengan orang-orang yang salat
di dekatnya sesudah melakukan tawaf. Karena Allah Swt. telah
memerintahkan kepada kita agar melakukan salat di dekat maqam Ibrahim,
yaitu melalui firman-Nya:
{وَاتَّخِذُوا مِنْ مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى}
Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125)
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata (di antaranya) maqam Ibrahim.
(Ali Imran: 97) Yakni antara lain ialah maqam Ibrahim dan tanda-tanda
lainnya.
Menurut Mujahid, bekas kedua telapak kaki Nabi Ibrahim di maqamnya
mempakan tanda yang nyata. Hal yang sama dikatakan pula dalam riwayat
lain dari Umar ibnu Abdul Aziz, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, Muqatil
ibnu Hayyan, dan lain-lainnya.
Abu Talib mengatakan dalam salah satu bait syair dari qasidah Lamiyah yang terkenal, yaitu:
وَمَوْطِئُ إِبْرَاهِيمَ فِي الصَّخْرِ رَطْبَةٌ ... عَلَى قَدَمَيْهِ حَافِيًا غَيْرَ نَاعِلِ
Pijakan kaki Nabi Ibrahim pada batu itu tampak nyata bekas
kedua telapak kakinya yang telanjang tanpa memakai terompah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id dan
Amr Al-Audi; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki',
telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Juraij, dari Ata, dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: maqam Ibrahim. (Ali Imran: 97)
Bahwa yang dimaksud dengan maqam Ibrahim ialah tanah suci seluruhnya.
Sedangkan menurut lafaz Amr disebutkan bahwa Al-Hijir seluruhnya adalah
maqam Ibrahim.
Telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair bahwa dia pernah mengatakan,
"Haji itu maqam Ibrahim." Demikianlah yang aku lihat di dalam kitab
salinannya, barangkali yang dimaksud ialah Al-Hijir seluruhnya adalah
maqam Ibrahim. Hal ini telah diterangkan pula oleh Mujahid.
Firman Allah Swt.:
وَمَنْ دَخَلَهُ كانَ آمِناً
barang siapa memasukinya, menjadi amanlah dia. (Ali Imran: 97)
Yaitu memasuki lingkungan Mekah yang diharamkan (disucikan). Apabila
orang yang dalam ketakutan memasukinya, menjadi amanlah dia dari semua
kejahatan. Hal yang sama terjadi pula di masa Jahiliah, seperti yang
dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri dan lain-lain-nya. Disebutkan bahwa
pernah ada seorang lelaki melakukan pembunuhan, lalu ia memakai kain wol
pada lehernya dan memasuki Masjidil Haram. Ketika anak laki-laki si
terbunuh menjumpainya, ia tidak menyerangnya sebelum keluar dari
lingkungan Masjidil Haram.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id
Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya At-Tamimi, dari Ata,
dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
barang siapa memasukinya, menjadi amanlah dia. (Ali Imran: 97) Bahwa
barang siapa yang berlindung di Baitullah, maka Baitullah melindunginya.
Tetapi Baitullah tidak memberikan naungan, tidak juga makanan dan
minuman; dan bila ia keluar darinya, maka ia pasti dihukum karena
dosanya. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنا حَرَماً آمِناً وَيُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْ
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Kami telah
menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedangkan manusia
sekitarnya rampok-merampok. (Al-Ankabut: 67), hingga akhir ayat.
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هذَا الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah). Yang
telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan
mengamankan mereka dari ketakutan.(Quraisy: 3-4)
Sehingga disebutkan bahwa termasuk hal yang diharamkan di dalam kota
Mekah ialah dilarang memburu binatang buruannya dan menghardiknya dari
sarangnya, dilarang pula memotong pepohonannya serta mencabut
rerumputannya. Seperti yang dinyatakan di dalam banyak hadis dan asar
mengenainya dari sejumlah sahabat secara marfu' dan mauquf.
Di dalam kitab Sahihain menurut lafaz Imam Muslim dari Ibnu Abbas r.a.
disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda pada hari kemenangan
atas kota Mekah:
«لَا هِجْرَةَ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا»
Tidak ada hijrah lagi, tetapi yang ada adalah jihad dan niat; dan apabila kalian diseru untuk berjihad, maka berangkatlah.
Pada hari kemenangan atas kota Mekah Nabi Saw. bersabda pula:
"إنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ
والأرْضَ، فَهُوَ حَرَامٌ بِحرمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ،
وَإِنَّهُ لَمْ يَحِلَّ الْقِتَالُ فِيهِ لِأَحَدٍ قَبْلِي، وَلَمْ يَحِلَّ
لِي إِلَّا فِي سَاعَةٍ مِنْ نَهَارٍ، فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، لَا يُعْضَد شَوْكُهُ، وَلَا يُنَفَّرُ
صَيْدُهُ، وَلَا يَلْتَقطْ لُقَطتَه إِلَّا مَنْ عَرَّفها، وَلَا يُخْتَلى
خَلاها فقال العباس: يا رسول الله، إلا الإذْخَرَ، فَإِنَّهُ لقَيْنهم
ولبُيوتهم، فَقَالَ: "إِلَّا الإذْخَر"
Sesungguhnya negeri (kota) ini diharamkan oleh Allah sejak Dia
menciptakan langit dan bumi, maka ia haram karena diharamkan oleh Allah
sampai hari kiamat. Dan sesungguhnya tidak dihalalkan melakukan
peperangan di dalamnya sebelumku, dan tidaklah dihalalkan bagiku kecuali
hanya sesaat dari siang hari. Maka ia kembali menjadi haram karena
diharamkan oleh Allah hingga hari kiamat; pepohonannya tidak boleh
ditebang, binatang buruannya tidak boleh diburu, barang temuannya tidak
boleh dipungut kecuali bagi orang yang hendak mempermaklumatkannya, dan
rerumputannya tidak boleh dicabut. Lalu Al Abbas berkata mengajukan
usulnya, "Wahai Rasulullah, kecuali izkhir, karena sesungguhnya izkhir
digunakan oleh mereka untuk atap rumah mereka." Maka Nabi Saw. bersabda:
Terkecuali izkhir(sejenis rumput ilalang).
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan pula hal yang semisal atau yang sama melalui sahabat Abu Hurairah r.a.
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan pula dari Abu Syuraih Al-Adawi menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim
أَنَّهُ قَالَ لعَمْرو بْنِ سَعِيدٍ، وَهُوَ يَبْعَثُ الْبُعُوثَ إِلَى
مكةَ: ائذَنْ لِي أَيُّهَا الْأَمِيرُ أَنْ أُحدِّثك قَولا قَامَ بِهِ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الغَدَ مِنْ يَوْمِ
الْفَتْحِ سَمعَتْه أُذُنَايَ وَوَعَاهُ قَلْبِي وَأَبْصَرَتْهُ عَيْنَايَ
حِينَ تَكَلَّمَ بِهِ، إِنَّهُ حَمد اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ
قَالَ: "إنَّ مَكِّةَ حَرَّمَهَا اللهُ ولَمْ يُحَرِّمْهَا النَّاسُ، فَلا
يَحِلُّ لامرئ يُؤْمِنُ باللهِ والْيَوْمِ الْآخِرِ أنْ يَسْفِكَ بِهَا
دَمًا، ولا يَعْضد بِهَا شَجَرةً، فَإنْ أحَد تَرخَّصَ بِقِتَالِ رَسُولِ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا فَقُولُوا لَهُ: إنَّ
اللهَ أذِنَ لِرَسُولِهِ وَلَمْ يَأْذَنْ لَكُمْ، وإنَّمَا أذِنَ لِي
فِيهَا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ، وَقَدْ عَادَتْ حُرْمَتُهَا الْيَوْمَ
كَحُرْمَتِهَا بِالأمْسِ فَلْيُبَلِّغِ الشَّاهدُ الغائِبَ" فَقِيلَ
لِأَبِي شُرَيح: ما قال لك عَمْرو؟ قال: أنا أَعْلَمُ بِذَلِكَ مِنْكَ يَا
أَبَا شُرَيْحٍ، إِنَّ الحَرَم لَا يُعيذ عَاصِيًا وَلَا فَارا بِدَمٍ
وَلَا فَارًّا بخَزْيَة.
Bahwa ia pernah berkata kepada Amr ibnu Sa'id yang sedang melantik
delegasi-delegasinya yang akan berangkat ke Mekah, "Izinkanlah kepadaku,
wahai Amirui Muminin. Aku akan menceritakan kepadamu sebuah hadis yang
dikatakan oleh Rasulullah Saw. pada keesokan harinya setelah kemenangan
atas kota Mekah, aku mendengarnya dengan kedua telingaku ini dan
kuhafalkan dalam kalbuku serta aku saksikan dengan mata kepalaku sendiri
ketika beliau Saw. mengucapkannya. Sesungguhnya pada mulanya beliau
memanjatkan puja dan puji kepada Allah Swt., kemudian bersabda:
Sesungguhnya Mekah ini diharamkan oleh Allah dan bukan diharamkan oleh
manusia.Karena itu, tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah
dan hari kemudian mengalirkan darah di dalamnya, atau menebang suatu
pohon padanya. Apabila ada seseorang menghalalkannya dengan alasan bahwa
Rasulullah Saw. pernah melakukan peperangan di dalamnya, maka
katakanlah oleh kalian kepadanya, 'Sesungguhnya Allah telah memberikan
izin kepada Nabi-Nya, tetapi Dia tidak mengizinkan bagi kalian, dan
sesungguhnya Allah hanya memberikan izin kepadaku melakukan peperangan
di dalamnya sesaat dari siang hari. Dan sekarang keharaman kota Mekah
telah kembali seperti semula, sama dengan keharaman yang sebelumnya.
Maka hendaklah orang yang hadir menyampaikan berita ini kepada yang gaib
(tidak hadir)'." Ketika ditanyakan kepada Abu Syuraih, "Apa yang
dikatakan oleh Amr kepadamu?" Abu Syuraih menjawab bahwa Amr berkata,
"Aku lebih mengetahui hal tersebut daripada kamu, hai Abu Syuraih.
Sesungguhnya Kota Suci Mekah ini tidak memberikan perlindungan kepada
orang yang maksiat, tidak bagi orang yang lari setelah membunuh, tidak
pula orang yang lari karena menimbulkan kerusakan."
وَعَنْ جَابِرٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وسلم يقول: "لَا يَحِلُّ لأحَدِكُمْ أنْ يَحْمِلَ بِمَكَّةَ السِّلاحَ"
Telah diriwayatkan dari Jabir r.a. bahwa ia pernah mendengar Rasulullah
Saw. bersabda: Tidak dihalalkan bagi seorang pun membawa senjata di
Mekah.
Hadis riwayat Imam Muslim.
وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَدِيّ بْنِ الْحَمْرَاءِ الزُّهْرِيِّ أَنَّهُ
سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ،
وَهُوَ وَاقِفٌ بالحَزْوَرَة فِي سُوقِ مَكَّةَ: "واللهِ إِنَّكِ لَخَيْرُ
أرْضِ اللهِ، وأحَبُّ أرْضِ اللهِ إلَى اللهِ، ولَوْلا أنِّي أُخْرِجْتُ
مِنْكِ مَا خَرَجْتُ".
Diriwayatkan dari Abdullah ibnu Addi ibnul Hamra Az-Zuhri, bahwa ia
pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda kepada kota kelahirannya
seraya berdiri di Harurah, pasar Mekah: Demi Allah, sesungguhnya engkau
adalah sebaik-baik bumi Allah dan bumi Allah yang paling dicintai
oleh-Nya. Seandainya aku tidak dikeluarkan darimu, niscaya aku tidak
akan keluar.
Hadis riwayat Imam Ahmad lafaz ini menurutnya, Imam Turmuzi, Imam Nasai,
dan Imam Ibnu Majah. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini
berpredikat hasan sahih, demikian pula telah disahihkan yang semisalnya
dari hadis Ibnu Abbas.
Imam Ahmad telah meriwayatkan pula hadis yang sama dari Abu Hurairah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu
Adam ibnu binti Azar As-Saman, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu
Asim, dari Zuraiq ibnu Muslim Al-A'ma maula Bani Makhzum, telah
menceritakan kepadaku Ziyad ibnu Abu Iyasy, dari Yahya ibnu Ja'dah ibnu
Hubairah sehubungan dengan Firman-Nya: Barang siapa memasukinya, menjadi
amanlah dia. (Ali Imran: 97) Yang dimaksud ialah aman dari api neraka.
Semakna dengan pendapat ini hadis yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi. Disebutkan bahwa:
أَخْبَرَنَا أَبُو الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ عَبْدان،
أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
سُلَيْمَانَ الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ سُلَيْمَانَ،
حَدَّثَنَا ابْنُ المُؤَمَّل، عَنِ ابْنِ مُحَيْصِن، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عليه وسلم: "مَنْ دَخَلَ الْبَيْتَ دَخَلَ فِي حَسَنةٍ وَخَرَجَ مِنْ
سَيِّئَةٍ، وَخَرَجَ مَغْفُورًا لَهُ"
Telah menceritakan kepada kami Abul Hasan Ali ibnu Ahmad ibnu Abdan,
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ubaid, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Sulaiman ibnul Wasiti, telah menceritakan
kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Ibnul
Muammal, dari Ibnu Muhaisin, dari Atha,dari Abdullah ibnu Abbas yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa
memasuki Baitullah, berarti dia masuk ke dalam kebaikan dan keluar dari
keburukan, serta ia keluar dalam keadaan diampuni baginya.
Kemudian Imam Baihaqi mengatakan bahwa hadis ini hanya
diriwayatkan oleh Abdullah ibnul Muammal sendiri, sedangkan dia orangnya
tidak kuat.
Firman Allah Swt.:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah. yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. (Ali Imran: 97)
Ayat ini mewajibkan ibadah haji, menurut pendapat jumhur ulama.
Sedangkan menurut yang lainnya, ayat yang mewajibkan ibadah haji ialah
firman-Nya:
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. (Al-Baqarah: 196)
Akan tetapi, pendapat yang pertama lebih kuat.
Banyak hadis yang beraneka ragam menyatakan bahwa ibadah haji merupakan
salah satu rukun Islam dan merupakan pilar serta fondasinya. Kaum muslim
telah sepakat akan hal tersebut dengan kesepakatan yang tidak dapat
diganggu gugat lagi. Sesungguhnya melakukan ibadah haji itu hanya
diwajibkan sekali dalam seumur hidup berdasarkan keterangan dari nas dan
ijma'.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا
الرَّبِيعُ بْنُ مُسْلِمٍ القُرَشيّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: " أيُّهَا النَّاسُ، قَدْ فُرِضَ عَلَيْكُمْ
الْحَجُّ فَحُجُّوا". فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟
فَسَكَتَ، حَتَّى قَالَهَا ثَلَاثًا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْ قُلْتُ: نَعَمْ، لَوَجَبَتْ، وَلَمَا
اسْتَطَعْتُمْ ". ثُمَّ قَالَ: "ذَرُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ، فَإِنَّمَا
هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلافِهِمْ
عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، وإذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا
اسْتَطَعْتُمْ، وإذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوهُ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun,
telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Muslim Al-Qurasyi, dari
Muhammad ibnu Ziyad, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah berkhotbah kepada kami (para sahabat) yang isinya
mengatakan: "Hai manusia, telah difardukan atas kalian melakukan ibadah
haji. Karena itu, berhajilah kalian." Ketika ada seorang lelaki
bertanya, "Apakah untuk setiap tahun, wahai Rasulullah?" Nabi Saw. diam
hingga lelaki itu mengulangi pertanyaannya tiga kali. Lalu Rasulullah
Saw. bersabda, "Seandainya aku katakan, 'Ya,' niscaya diwajibkan (setiap
tahunnya), tetapi niscaya kalian tidak akan mampu." Kemudian Nabi Saw.
bersabda,"Terimalah dariku apa yang aku tinggaikan buat kalian, karena
sesungguhnya telah binasa orang-orang sebelum kalian (umat-umat
terdahulu) karena mereka banyak bertanya dan menentang nabi-nabi mereka.
Apabila aku perintahkan kepada kalian sesuatu hal, maka kerjakanlah
sebagian darinya semampu kalian; dan apabila aku larang kalian terhadap
sesuatu, maka tinggalkanlah ia oleh kalian."
Imam Muslim meriwayatkannya dari Zuhair ibnu Harb, dari Yazid ibnu Harun dengan lafaz yang semisal.
Sufyan ibnu Husain, Sulaiman ibnu Kasir, Abdul Jalil ibnu Humaid, dan
Muhammad ibnu Abu Hafsah meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Abu Sinan
Ad-Duali (yang namanya adalah Yazid ibnu Umayyah), dari Ibnu Abbas r.a.
yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. berkhotbah kepada kami yang
isinya mengatakan:
"يَأيُّهَا النَّاسُ، إنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَيْكُم الحَجَّ". فَقَامَ
الْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفِي كُلِّ
عَامٍ؟ قَالَ: "لَوْ قُلْتُهَا، لَوَجَبَتْ، ولَوْ وَجَبَتْ لَمْ
تَعْمَلُوا بِهَا، وَلَمْ تَسْتَطِيعُوا أنْ تَعْمَلُوا بِهَا؛ الحَجُّ
مَرَّةً، فَمَنْ زَادَ فَهُوَ تَطَوُّعٌ".
"Hai manusia, sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian ibadah
haji." Maka berdirilah Al-Aqra' ibnu Habis, lalu bertanya, "Wahai
Rasulullah, apakah untuk setiap tahun?" Nabi Saw. bersabda, "Seandainya
aku mengatakannya, niscaya akan diwajibkan; dan seandainya diwajibkan,
niscaya kalian tidak dapat mengerjakannya dan kalian tidak akan dapat
melakukannya. Ibadah haji adalah sekali; maka barang siapa yang lebih
dari sekali, maka hal itu haji sunat."
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Nasai, dan Imam
Ibnu Majah serta Imam Hakim melalui hadis Az-Zuhri dengan lafaz yang
sama. Syarik meriwayatkannya melalui Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu
Abbas dengan lafaz yang semakna. Hal ini diriwayatkan pula melalui hadis
Usamah ibnu Zaid.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu
Wardan, dari Abdul A'la ibnu Abdul A'la, dari ayahnya, dari Al-Bukhturi,
dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa ketika ayat berikut diturunkan,
yaitu firman-Nya: mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap
Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah. (Ali Imran: 97) Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah
untuk setiap tahun?" Rasulullah Saw. diam. Mereka bertanya lagi, "Wahai
Rasulullah, apakah untuk setiap tahun?" Nabi Saw. menjawab: "Tidak,
seandainya aku katakan, 'Ya,' niscaya diwajibkan (setiap tahunnya)."
Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman,
janganlahkalian menanyakan (kepada Nabi kalian) hal-hal yang jika
diterangkan kepada kalian niscaya menyusahkan kalian. (Al-Maidah: 101 )
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, Ibnu Majah, dan Imam Hakim
melalui hadis Mansur ibnu Wardan. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan
bahwa hadis ini hasan garib. Akan tetapi, apa yang dikatakan oleh Imam
Turmuzi itu masih perlu dipertimbangkan, mengingat Imam Bukhari
mengatakan bahwa Abul Bukhturi belum pernah mendengar dari sahabat Ali
r.a.
قَالَ ابْنُ مَاجَهْ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
نُمَيْر، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عُبَيدة، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ
الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ:
قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، الْحَجُّ فِي كُلِّ عَامٍ؟ قَالَ: "لَوْ
قُلْتُ: نَعَمْ، لوجَبَتْ، وَلَوْ وَجَبَتْ لَمْ تَقُومُوا بِهَا، ولَوْ
لَمْ تَقُومُوا بِهَا لَعُذِّبتُمْ"
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Abdullah ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu
Ubaidah, dari ayahnya, dari Al-A'masy ibnu Abu Sufyan, dari Anas ibnu
Malik yang menceritakan: Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai
Rasulullah, apakah ibadah haji itu setiap tahun?" Nabi Saw. menjawab,
"Seandainya aku kalakan, 'Ya,' niscaya diwajibkan. Dan seandainya
diwajibkan, niscaya kalian tidak dapat melakukannya; dan seandainya
kalian tidak dapat melakukannya, niscaya kalian akan tersiksa.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis melalui Ibnu Juraij,
dari Ata, dari Jabir, dari Suraqah ibnu Malik yang mengatakan:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، مُتْعَتنا هَذِهِ لِعَامِنَا هَذَا أَمْ لِلْأَبَدِ؟
قَالَ: "لَا بَلْ لِلأبَدِ". وَفِي رِوَايَةٍ: "بَلْ لأبَد أبَدٍ"
"Wahai Rasulullah, apakah engkau mengajak kami ber-tamattu' hanya untuk
tahun kita sekarang ini, ataukah untuk selama-lamanya?" Nabi Saw.
menjawab, "Tidak, bahkan untuk selamanya." Menurut riwayat yang lain
disebutkan, "Bahkan untuk selama-lamanya."
Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad dan kitab Sunan Abu Daud dinyatakan
melalui hadis Waqid ibnu Abu Waqid Al-Laisi, dari ayahnya, bahwa
Rasulullah Saw. dalam hajinya itu berkata kepada istri-istrinya,
"هَذِه ثُمَّ ظُهُورَ الحُصْر"
"Kemudian mereka (kaum wanita) menetapi tikar hamparannya,"
maksudnya tetaplah kalian pada tikar kalian dan janganlah kalian keluar dari rumah.
Adapun mengenai istita'ah (yakni berkemampuan), hal ini terdiri atas
berbagai macam, adakalanya seseorang mempunyai kemampuan pada dirinya,
dan adakalanya pada yang lainnya, seperti yang ditetapkan di dalam kitab
yang membahas masalah hukum.
قَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ،
أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ يَزِيدَ
قَالَ: سَمِعْتُ محمَّد بْنَ عَبَّاد بْنِ جَعْفَرٍ يُحَدِّثُ عَنِ ابْنِ
عُمَرَ قَالَ: قَامَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وسلم فَقَالَ: مَن الْحَاجُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "الشَّعثُ
التَّفِل" فَقَامَ آخَرُ فَقَالَ: أَيُّ الْحَجِّ أَفْضَلُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ؟ قَالَ: "العَجُّ والثَّجُّ"، فَقَامَ آخَرُ فَقَالَ: مَا
السَّبِيلُ يَا رَسُولَ الله ؟ قال: "الزَّادُ والرَّاحِلَة".
Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdu ibnu
Humaid, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan
kepada kami Ibrahim ibnu Yazid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar
Muhammad ibnu Abbad ibnu Ja'far menceritakan sebuah hadis dari Ibnu
Umar r.a.: Seorang lelaki menghadap kepada Rasulullah Saw., lalu
bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang berhaji sesungguhnya?"
Rasulullah Saw. menjawab, "Orang yang rambutnya awut-awutan dan kusut
pakaiannya (karena lama dalam perjalanannya)." Lalu ada lelaki lain
menghadap dan bertanya, "Wahai Rasulullah, haji apakah yang lebih
utama?" Rasulullah Saw. menjawab, "Mengeraskan bacaan talbiyah dan
berkelompok-kelompok." Lalu datang lagi lelaki yang lainnya dan
bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan as-sabil itu?"
Rasulullah Saw. menjawab, "Bekal dan kendaraan."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Majah melalui hadis Ibrahim ibnu
Yazid (yaitu Al-Jauzi). Imam Turmuzi mengatakan, tiada yang me-rafa'-kan
hadis ini kecuali hanya melalui hadisnya (Ibrahim ibnu Yazid). Akan
tetapi, sebagian dari ahlul 'ilmi meragukan perihal kekuatan
hafalannya.
Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Imam Turmuzi dalam bab ini.
Di dalam Kitabul Haj ia mengatakan bahwa hadis ini hasan, tidak
diragukan bahwa sanad ini para perawinya semua terdiri atas
orang-orang yang Siqah selain Al-Jauzi. Mereka membicarakan perihalnya
demi hadis ini, tetapi ternyata jejaknya itu diikuti oleh orang lain.
Untuk itu Ibnu Abu Hatim mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
الْعَامِرِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبَيْدِ
بْنِ عُمَيْرٍ اللَّيْثِيُّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبَّادِ بْنِ جَعْفَرٍ
قَالَ: جَلَسْتُ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ
إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ:
مَا السَّبِيلُ؟ قَالَ: "الزَّادُ والرِّحْلَة".
telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami
Abdul Aziz ibnu Abdullah Al-Amiri, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair Al-Laisi, dari Muhammad
ibnu Abbad ibnu Ja'far yang menceritakan bahwa ia duduk di majelis
Abdullah Ibnu Umar, lalu Ibnu Umar menceritakan bahwa ada seorang lelaki
datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya kepadanya, "Apakah arti sabil
itu?" Nabi Saw. menjawab: Bekal dan kendaraan.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui riwayat Muhammad
ibnu Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair dengan lafaz yang sama.
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas,
Anas, Al-Hasan, Mujahid, Ata, Sa'id ibnu Jubair, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan
Qatadah hal yang semisal dengan hadis di atas.
Hadis ini diriwayatkan melalui berbagai jalur lain dari hadis Anas,
Abdullah ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, dan Siti Aisyah yang semuanya
berpredikat marfu’. Akan tetapi, di dalam sanadnya terdapat perbedaan
pendapat, seperti yang ditetapkan di dalam Kitabul Ahkam. Al-Hafiz Abu
Bakar ibnu Murdawaih mempunyai perhatian khusus terhadap hadis ini
dengan mengumpulkan semua jalur periwayatannya.
Imam Hakim meriwayatkan melalui hadis Qatadah, dari Hammad ibnu Salamah,
dari Qatadah, dari Anas r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya
mengenai makna firman Allah Swt: yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. (Ali Imran: 97)
Lalu ditanyakan, "Apakah makna sabil itu?" Rasulullah Saw. menjawab:
«الزَّادُ وَالرَّاحِلَةُ»
Bekal dan kendaraan.
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa predikat hadis ini sahih dengan
syarat Imam Muslim, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak
mengetengahkannya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari Yunus, dari Al-Hasan yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: mengerjakan haji
adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. (Ali Imran: 97) Lalu mereka (para
sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan sabil
itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Bekal dan kendaraan.
Waki' meriwayatkan hadis ini di dalam kitab tafsirnya melalui Sufyan dan Yunus dengan lafaz yang sama.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَنْبَأَنَا
الثَّوْرِيُّ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ -وَهُوَ أَبُو إِسْرَائِيلَ
الْمُلَائِيُّ-عَنْ فُضَيْل -يَعْنِي ابْنَ عَمْرٍو-عَنْ سَعِيدِ بْنِ
جُبَير، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "تَعَجَّلُوا إِلَى الحَجِّ -يَعْنِي
الْفَرِيضَةَ-فإنَّ أحَدَكُمْ لَا يَدْرِي مَا يَعْرضُ لَهُ "
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq,
telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Ismail (yaitu Abu Israil
Al-Mala-i), dari Fudail (yakni Ibnu Amr), dari Sa'id ibnu Jubair, dari
Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:Bersegeralah kalian mengerjakan haji yakni haji fardu karena
sesungguhnya seseorang di antara kalian tidak mengetahui aral yang akan
menghalang-halanginya (di masa mendatang).
قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا
الْحَسَنُ بْنُ عَمْرٍو الفُقَيْمي، عَنْ مِهْرَان بْنِ أَبِي صَفْوَانَ
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "مَنْ أرَادَ الحَجَّ فَلْيَتَعَجَّلْ".
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu
Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Amr Al-Faqimi,
dari Mahran ibnu Abu Safwan, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang niat hendak melakukan
haji, maka kerjakanlah dengan segera.
Abu Daud meriwayatkannya dari Musaddad, dari Abu Mu'awiyah Ad-Darir dengan lafaz yang sama.
Waki' meriwayatkan begitu pula Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah. (Ali Imran: 97) Ibnu Abbas mengatakan, "Barang
siapa yang memiliki harta sejumlah tiga ratus dirham, berarti dia
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah."
Telah diriwayatkan dari maulanya (yaitu Ikrimah) bahwa ia pernah mengatakan, "Yang dimaksud dengan sabil ialah sehat."
Waki' ibnul Jarrah meriwayatkan dari Abu Janab (yakni Al-Kalbi), dari
Ad-Dahhak ibnu Muzahim, dari Ibnu Abbas yang menga¬takan sehubungan
dengan firman-Nya: yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan
ke Baitullah. (Ali Imran: 97), Yang dimaksud dengan sabil ialah bekal
dan kendaraan unta.
Firman Allah Swt.:
وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعالَمِينَ
Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya dari semesta alam. (Ali Imran: 97)
Ibnu Abbas mengatakan begitu pula Mujahid dan lain-lainnya yang bukan
hanya seorang bahwa barang siapa yang ingkar terhadap kefarduan ibadah
haji, maka sesungguhnya ia telah kafir, dan Allah Mahakaya (tidak
memerlukan sesuatu) darinya.
قَالَ سَعيد بْنُ مَنْصُورٍ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنِ ابْنِ أَبِي نَجِيح،
عَنْ عِكْرِمة قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ
دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ} قَالَتِ الْيَهُودُ: فَنَحْنُ مُسْلِمُونَ.
قَالَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ فاخْصَمْهُمْ فَحَجَّهُمْ -يَعْنِي فَقَالَ
لَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إنَّ اللهَ فَرَضَ
عَلَى الْمسلمِينَ حَجَّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاع إِلَيْه سَبِيلا"
فَقَالُوا: لَمْ يُكْتَبْ عَلَيْنَا، وأبَوْا أَنْ يَحُجُّوا. قَالَ
اللَّهُ: {وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ}
Sa'id ibnu Mansur meriwayatkan dari Sufyan, dari Ibnu Abu Nujaih, dari
Ikrimah yang mengatakan bahwa ketika firman Allah Swt. ini diturunkan,
yaitu: Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) darinya. (Ali Imran: 85); Maka
orang-orang Yahudi berkata, "Kami adalah orang-orang muslim." Tetapi
Allah membantah pengakuan mereka dan mematahkan alasan mereka, yakni
melalui sabda Nabi Saw. kepada mereka:Sesungguhnya Allah telah
mewajibkan atas kaum muslim berhaji ke Baitullah, yaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.Orang-orang Yahudi
menjawab, "Belum pernah diwajibkan atas kami," dan mereka menolak, tidak
mau melakukan haji. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Barang siapa
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Ali Imran: 97)
Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan hal yang sama dari Mujahid.
قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
جَعْفَرٍ، أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ،
أَخْبَرَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وشَاذ بْنُ فَيَّاضٍ قَالَا
أَخْبَرَنَا هِلَالٌ أَبُو هَاشِمٍ الخُراساني، أَخْبَرَنَا أَبُو
إِسْحَاقَ الْهَمْدَانِيُّ، عَنِ الْحَارِثِ، عَنْ عَلِيٍّ، رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"مَنْ مَلَكَ زَادًا وَرَاحِلَةً وَلَمْ يَحُجَّ بَيْتَ اللهِ، فَلا
يَضُرُّهُ مَاتَ يَهُودِيّا أوْ نَصْرانِيّا، ذَلِكَ بِأنَّ اللهَ قَالَ:
{وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ
سَبِيلا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ}
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu
Abdullah ibnu Mas'ud, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim
dan Syaz ibnu Fayyad; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Hilal Abu Hasyim Al-Khurrasani, telah menceritakan kepada kami Abu
Ishaq Al-Hamdani, dari Al-Haris, dari Ali r.a. yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang memiliki bekal dan
kendaraan, lalu tidak juga melakukan haji ke Baitullah, maka haji tidak
dirugikan olehnya bilamana ia mati sebagai seorang Yahudi atau Nasrani.
Demikian itu karena Allah Swt. telah berfirman, "Mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban
haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari
semesta alam" (Ali Imran: 97).
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Muslim ibnu Ibrahim dengan
lafaz yang sama. Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari
Abu Zar'ah Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Hilal ibnul Fayyad,
telah menceritakan kepada kami Hilal Abu Hasyim Al-Khurrasani, lalu ia
menuturkan hadis ini dengan sanad yang semisal.
Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Ali Al-Qat'i, dari
Muslim ibnu Ibrahim, dari Hilal ibnu Abdullah maula Rabi'ah ibnu Amr
ibnu Muslim Al-Bahili dengan lafaz yang sama, dan ia mengatakan bahwa
hadis ini garib, kami tidak mengenalnya kecuali dari segi ini.
Di dalam sanadnya terdapat perbedaan pendapat: Hilal orangnya tidak
dikenal, sedangkan Al-Haris daif dalam periwayatan hadis. Imam Bukhari
mengatakan bahwa Hilal yang ini hadisnya dinilai munkar (tidak dapat
dipakai). Ibnu Addi mengatakan bahwa hadis ini tidak dipelihara
(dihafal).
Abu Bakar Al-Isma'ili Al-Hafiz meriwayatkan melalui hadis Abu Amr
Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Abdullah ibnu Abul
Muhajir, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Ganam, bahwa ia
pernah mendengar Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. mengatakan, "Barang
siapa yang mampu melakukan ibadah haji, lalu ia tidak berhaji, maka sama
saja baginya bilamana dia mati sebagai seorang Yahudi atau seorang
Nasrani."
Sanad asar ini memang sahih sampai kepada Umar r.a.
Sa'id ibnu Mansur di dalam kitab sunannya meriwayatkan dari Al-Hasan
Al-Basri yang mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab r.a. pernah
mengatakan, "Sesungguhnya aku berniat mengirim banyak lelaki ke berbagai
kota besar untuk menginspeksi setiap orang yang mempunyai kemampuan,
lalu ia tidak melakukan ibadah haji, maka hendaklah mereka memungut
jizyah darinya. Mereka (yang berkemampuan, lalu tidak haji) bukanlah
orang muslim, mereka bukan orang muslim."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar